Moderasi beragama diyakini masihi efektif untuk menangkal radikalisme. Masyarakat dan tokoh agama pun diminta untuk berperan aktif untuk menyosialisasikan pentingnya moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah cara pandang beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun kiri. Pemahaman ini amat penting karena memang kita tidak boleh berlebihan dalam melakukan segala sesuatu. Jangan sampai jadi ekstrimis, pun jangan pula jadi terlalu liberalis.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Batang H.M Aqsho M.Ag menyatakan bahwa moderasi beragama adalah cara beragama untuk memeluk agama. Agama sejatinya mengajarkan nilai kebaikan dalam bersikap, bukannya melarang perilaku sosial yang berbeda dengan yang dianutnya dan mengkafir-kafirkan orang lain. Dalam artian, kita dilarang keras untuk menjelekkan orang lain, jika memahami agama secara moderat.
Moderasi beragama memang salah satu cara untuk mencegah radikalisme. Penyebabnya karena ia bisa mengajari masyarakat cara untuk memeluk agama secara moderat, tanpa harus melakukannya secara ekstrim. Sedangkan kaum radikal sangat ekstrim dan hobi sekali menyalahkan pihak lain yang tidak sealiran dengannya.
Oleh karena itu moderasi beragama wajib diajarkan di sekolah-sekolah, agar para murid memahami cara memeluk agama yang baik, dan tidak terseret arus radikalisme. Direktorat PAI Kementrian Agama RI mewujudkan program moderasi beragama di semua elemen, khususnya di kalangan guru NU. Sehingga mereka bisa mengajarkannya pada murid-murid dan akhirnya tidak ada yang mau teracuni oleh radikalisme.
Ketua panitia Kegiatan Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru PAI tingkat SMA dan SMK Kab Pekalongan, Achmad Zuhri, menyatakan bahwa kapasitas peningkatan moderasi beragama di sekolah sangat penting, karena di situlah pengenalan budaya washatiyah dan nilai-nilai pancasila. Dalam artian, guru menjadi ujung tombak dalam mengenalkan moderasi beragama dan pengenalan pancasila pada sang murid.
Jika semua guru memahami moderasi beragama maka tidak ada yang mengajarkan radikalisme, karena ia memahami bahwa tidak boleh memeluk dan mengajarkan agama secara ekstrim. Pemahaman moderasi beragama amat penting karena jika guru sudah teracuni radikalisme, bisa berbahaya. Penyebabnya karena ia bisa mengajak para murid untuk berjihad dan jadi ekstrimis sejak kecil.
Apalagi jika yang diajar adalah murid yang masih SD, bahkan TK. Mereka masih sangat lugu, jadi mau-mau saja diajari radikalisme dan berbagai ajarannya yang menyesatkan. Masih ingatkah ketika ada beberapa murid yang merusak makam umat dengan keyakinan lain? Mereka jadi korban guru yang mengajarkan radikalisme, dan melakukannya karena belum paham mana yang benar dan mana yang salah.
Sebaliknya, jika sang guru memahami moderasi beragama, maka para muridnya akan mengekor karena mereka memahami bahwa radikalisme itu salah, dan yang benar adalah moderasi beragama. Tidak boleh menjelek-jelekkan orang lain yang tidak sependapat. Indonesia adalah negara berbhinneka tunggal ika dan ada 6 agama yang diakui secara resmi, sehingga tidak boleh ada radikalisme yang terlalu kaku.
Oleh karena itu pengajaran tentang moderasi beragama dilakukan di sekolah-sekolah lain dan didukung penuh oleh Kemenag. Tujuannya agar makin banyak guru yang paham moderasi beragama, dan mereka paham bahwa hal itu bisa mencegah radikalisme.
Moderasi beragama bisa mencegah timbulnya radikalisme, karena ia mengajari banyak orang cara memeluk agama yang baik, dan tidak menjelek-jelekkan pihak lain. Ketika seseorang beragama secara moderat maka ia taat beribadah tanpa harus menghina yang lain, dan tidak mau terseret dalam arus radikalisme.
Abdul Razak, Penulis adalaha kontributor Pertiwi Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews