Faktanya, Vaksin Sinovac Terbukti "Bahaya"!

Sementara vaksin dengan respon imun tertinggi adalah Pfizer dengan angka mencapai 95 persen, sedangkan Sinovac tidak disebutkan dengan angka dan hanya disebutkan low.

Minggu, 24 Januari 2021 | 20:30 WIB
0
231
Faktanya, Vaksin Sinovac Terbukti "Bahaya"!
Vaksinasi Nakes di Surabaya. (Foto: Tribunnews.com)

Fakta: Vaksin Sinovac ternyata masih belum aman juga! Bahkan, beberapa pejabat ada yang terinfeksi Virus Corona (Covid-19) usai disuntik vaksin produk China tersebut. Setidaknya 2 pejabat di daerah sudah dinyatakan positif Covid-19.

Apahabar.com, Kamis (22/1/2021) menulis, sepekan setelah disuntik vaksin Sinovac, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banjarmasin Machli Riyadi dikabarkan positif Covid-19. Machli menerima suntikan pertama vaksin Corona pada Kamis, 14 Januari 2021.

Seperti diberitakan, Machli Riyadi mengikuti vaksin Covid-19 berbarengan dengan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina di kantor Dinkes Kota Banjarmasin. “asanya lumayan,” ujar Ibnu usai divaksin kala itu, Kamis (14/1/2021).

Fakta lainnya. KOMPAS.com, Jum’at (22/01/2021, 11:00 WIB), Bupati Sleman Sri Purnomo terkonfirmasi positif Covid-19 setelah pekan lalu menerima vaksin Sinovac. Saat ini, Sri Purnomo tengah menjalani isolasi mandiri di rumah dinas.

“Hasil antigen kemarin dan hasil PCR tadi pagi itu (Bupati Sleman Sri Purnomo) positif (Covid-19),” ujar Sekda Kabupaten Sleman Harda Kiswaya, Kamis (21/1/2021). Harda menyampaikan, Bupati Sleman Sri Purnomo saat ini dalam kondisi baik.

“Kami bersyukur setelah dilakukan foto scan paru-paru dan sebagainya alhamdulilah semuanya kondisinya sangat baik, jadi OTG. Beliau melakukan isolasi mandiri di rumah dinas,” ungkapnya.

Berkaitan dengan Bupati Sleman yang terinfeksi Covid-19 usai divaksin, banyak rumor yang mengatakan bahwa ini disebabkan oleh bahan vaksin berupa virus yang dilemahkan, bahkan “dimatikan” alias inaktif. Benarkah demikian? Bolah jadi benar!

Fakta lainnya lagi. Keluhan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tidak banyak dialami oleh tenaga kesehatan (nakes) di Surabaya usai disuntik vaksin COVID-19. Dari catatan Dinas Kesehatan (Dinkes), KIPI hanya ada 22 kejadian.

Melansir Gelora.co, Sabtu (23/1/2021), dari 22 kejadian tersebut, rinciannya yaitu: 7 orang mengalami merah atau ruam di lengan tempat divaksin, 5 orang mengalami gatal-gatal, 1 orang demam, dan 1 orang lagi muntah-mutah. 

“Tidak ada keluhan gejala berat, semuanya kategori KIPI ringan,” kata Plt Walikota Surabaya Whisnu Sakti Buana, Jum’at (22/1/2021). Dari laporan terakhir sudah ada 3.307 nakes yang telah menerima vaksinasi. 

Fakta KIPI Dokter JF yang divaksin, Kamis (21/1/2021), esoknya ditemukan tewas di dalam mobil yang diparkir di sebuah market yang berada di Jalan Sultan Mansyur, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (22/1/2021).

Seperti dilansir Kompas.com, Sabtu (23/01/2021, 21:14 WIB), Juru Bicara Satgas Covid-19 Palembang Yudhi Setiawan menegaskan, JF (49), dokter yang meninggal di dalam mobilnya bukan karena divaksin, tapi sakit jantung.

Yudhi membenarkan jika JF disuntik vaksin Covid-19 pada Kamis (21/1/2021). Namun, pada saat divaksin tidak menunjukkan reaksi apapun.  

“Setelah disuntik itu ditunggu 30 menit. Selama itu, korban ini tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga ini dipastikan bukan karena divaksin, tapi sakit jantung sesuai hasil pemeriksaan forensik,” kata Yudhi.

Yudhi pun mengimbau kepada tenaga kesehatan untuk tidak takut divaksin. “Kematiannya (JF) tidak ada hubungannya sama sekali dengan vaksin,” tegasnya.

Hal senada dikatakan dokter forensik RS M Hasan Bhayangkara Palembang Indra Nasution yang mengatakan bahwa JF meninggal buka karena vaksin. “Diduga sakit jantung, bukan karena vaksin. Memang sehari sebelumnya korban ini sempat disuntik vaksin,” katanya.

Tapi, ia menegaskan kematian korban tidak ada hubungannya dengan itu. “Korban divaksin Kamis, meninggal diperkirakan Jumat. Kalau disuntik, pasti reaksinya lebih cepat. Kalau menurut saya, ini bukan karena vaksin, tapi jantung,” ujar Indra.

Sebelumnya diberitakan, seorang dokter berinisial JF, ditemukan tewas di dalam mobilnya sendiri di sebuah market yang berada di Jalan Sultan Mansyur, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (22/1/2021).

Warga yang mengetahui itu kemudian menghubungi polisi. Polisi yang mendapat laporan langsung mendatangi lokasi kejadian dan mengevakuasi jasad korban ke RS Bhayangkara Palembang untuk dilakukan visum.

Dari hasil pemeriksaan luar, dokter forensik menemukan bintik merah pendarahan yang disebabkan kekurangan oksigen di sekitar mata, wajah, tangan dan dada.

Fakta-fakta yang dialami Bupati Sleman, Kadinkes Samarinda, 22 nakes Surabaya, maupun Dokter JF di atas sudah cukup membuktikan bahwa Vaksin Sinovac tidaklah “cukup aman” untuk program Vaksinasi Nasional untuk atasi Pandemi Covid-19.

Apalagi, sebelumnya saat Uji Klinis yang dilakukan Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung juga terdapat 7 orang yang terinfeksi Covid-19.

Terlepas dari masalah hitungan waktu masa inkubasi Covid-19, namun faktanya vaksin asal China itu ternyata tidak cukup efektif untuk herd immunity pada tubuh manusia. Mengapa kita masih memakai Vaksin Sinovac, meski “tidak aman”?

Jejak digital menyebut, vaksin Sinovac itu terbuat dari virus corona yang telah “dilemahkan” atau “dimatikan”. Jika memang vaksin Sinovac yang dikirim untuk Indonesia itu dari virus Corona yang sudah "dimatikan”, itu sama saja dengan China sedang menginfeksi rakyat Indonesia dengan Covid-19 secara massal.

Karena, seperti yang sering saya tulis, di antara virus yang “dimatikan” itu, dipastikan ada yang dorman atau tidur. Nah, yang dorman dan dikira mati itu pada saat atau dengan suhu tertentu akan hidup lagi!

Catat! Virus atau bakteri corona itu mahluk hidup yang cerdas! Misalnya, bila virus corona dihantam desinfektan chemikal (kimia), maka asumsi umumnya mereka mati. Tapi, ternyata saat ini mutasi corona sudah lebih dari 500 karakter atau varian.

Ternyata, karena gennya bermutasi, mutannya ada yang “bersifat” tidak hanya ke reseptor ACE-2 saja, tapi langsung menginfeksi sel-sel saraf. Ada juga yang langsung berikatan atau nempel di sel-sel darah merah.

Sehingga manifestasi klinisnya seperti DB, tapi saat dites PCR: positif. Kasus seperti ini banyak ditemukan di pasien-pasien anak di rumah sakit.   

Izin WHO

WHO sendiri berencana untuk memberikan izin penggunaan beberapa vaksin Covid-19 dari sejumlah produsen di negara Barat dan China dalam beberapa pekan hingga beberapa bulan mendatang.

Melansir dari TribunSumsel.com, Jum’at (22 Januari 2021 13:54), ini bertujuan agar negara-negara miskin segera mendapatkan vaksin virus corona COVAX, skema penyediaan vaksin Covid-19 global yang dipimpin oleh WHO.

WHO ingin menyediakan sedikitnya 2 miliar dosis vaksin corona di seluruh dunia tahun ini. Di mana 1,3 miliar dosis ditujukan untuk negara-negara miskin. Namun, hal ini menemui kendala seperti kurangnya dana yang mencukupi.

Karena negara-negara kaya telah memesan vaksin dalam jumlah besar untuk mereka sendiri. Dalam perlombaan penyediaan vaksin, persetujuan regulator adalah kunci mengonfirmasikan efektivitas dan keamanan vaksin, dan untuk meningkatkan produksi.

Tetapi beberapa negara miskin sangat bergantung pada persetujuan WHO karena memiliki kapasitas regulator yang terbatas. Sejauh ini WHO baru memberikan izin penggunaan kepada vaksin buatan BioNtech-Pfizer pada akhir Desember tahun lalu.

Oleh karena itu, WHO “mempercepat” persetujuan penggunan darurat, menurut dokumen internal COVAX yang dilihat oleh kantor berita Reuters. Vaksin apa yang akan disetujui?

Vaksin Covid-19 AstraZeneca dan diproduksi Serum Institute of India (SII) akan disetujui pada Januari ini atau Februari. Kepala Eksekutif SII Adar Poonawalla mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan persetujuan WHO “dalam satu atau dua minggu ke depan”.

Vaksin yang dikembangkan bersama Universitas Oxford ini telah diberikan izin penggunaan darurat di Inggris, sementara itu pemberian izin untuk di Uni Eropa dan AS dikabarkan sudah semakin dekat.

Dokumen tersebut juga menyebutkan vaksin corona produksi Moderna yang didasarkan pada teknologi mRNA akan disetujui akhir Februari.

Vaksin yang dikembangkan oleh Johnson & Johnson (J&J) - yang memiliki perjanjian tidak mengikat dengan Covax – juga direncanakan mendapat persetujuan WHO paling cepat pada Mei atau Juni.

Selain itu, vaksin yang diproduksi di Korea Selatan oleh SK Bioscience dapat disetujui oleh WHO paling awal di pertengahan bulan Februari, dan vaksin asal 2 produsen China, Sinovac dan Sinopharm, akan disetujui paling cepat pada Maret.

Oxford kembangkan vaksin untuk varian baru virus corona. Ilmuwan di Universitas Oxford bersiap untuk segera memproduksi versi baru dari vaksin mereka untuk memerangi kemunculan varian baru virus corona lebih menular yang ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, dan Brazil.

The Telegrapgh, Rabu (20/01/2021) menyebut, tim dari Universitas Oxford dan AstraZeneca sedang melakukan studi kelayakan untuk mengkonfigurasi ulang platform vaksin mereka yang bernama ChAdOx.

Mengapa Sinovac belum disebut akan mendapat izin dan rekomendasi dari WHO? Menurut Al Jazeera, Sinovac disebut sebagai vaksin paling lemah jika dibandingkan dengan vaksin lainnya.

Kabar itu disebutkan oleh Al Jazeera pada November tahun lalu, yang dimuat dalam tabel berdasarkan hasil uji klinis dari berbagai vaksin. Diantara 10 vaksin, Sinovac disebut-sebut vaksin paling bawah dalam menimbulkan respon imun.

Sementara vaksin dengan respon imun tertinggi adalah Pfizer dengan angka mencapai 95 persen, sedangkan Sinovac tidak disebutkan dengan angka dan hanya disebutkan low.

***