5 Hal "Katro" yang Sering Dialami oleh Perantau Baru

Beberapa kelakuan katro yang konteksnya sama seperti "Sepeda Nabi Adam" berdasarkan apa yang saya lihat dan alami sendiri.

Rabu, 19 Juli 2023 | 06:18 WIB
0
324
5 Hal "Katro" yang Sering Dialami oleh Perantau Baru
Monumen sepeda di Jeddah (Foto: farah.id)

Setelah viralnya video "Sepeda Nabi Adam", saya langsung teringat pada kata "Katro, ndeso, kampungan, gumunan" dan sebagainya.

Katro merupakan istilah yang dipakai untuk mengejek seseorang yang kagetan ketika melihat hal-hal baru. Ini berkaitan erat dengan istilah culture shock.

Gegar budaya ini sering kali dialami oleh orang kampung yang pergi ke kota atau negara lain. Karena baru keluar dari zona nyaman di tempurungnya, mereka kerap kali melihat hal baru dengan perasaan kaget atau gumunan.

Ada 5 hal katro yang sering dilakukan oleh para perantau baru di kota besar seperti Jakarta.

Heran ketika melihat gedung pencakar langit

Sudah menjadi pengetahuan umum tentang katronya orang desa yang baru pertama kali ke kota dan melihat gedung-gedung yang tinggi.

Biasanya mereka pertama kali lihat dari dalam bus. Seperti halnya "Sepeda Nabi Adam", mereka ini langsung bilang "Wah tinggi-tinggi yah bangunannya. Gimana cara naiknya? Gimana cara buatnya?".

Lalu apakah mereka akan bilang, "Astaghfirullah, kantor Nabi Adam"?

 

Tidak bisa pakai kloset duduk

Sudah terbiasa jongkok di atas kloset dan di atas sungai, pas baru tiba di kota harus dihadapkan dengan kloset duduk. Sempat dengar cerita dari teman SMA yang sekarang bekerja sebagai pedagang di Jakarta kalau dia itu buang hajatnya tetap jongkok meskipun memakai kloset duduk.

Ada juga cerita dari kawan lainnya kalau kotorannya susah keluar saat memakai kloset duduk walaupun sudah dipaksakan untuk keluar.

 

Duduk di kursi khusus wanita saat naik kendaraan umum

Ini berlaku buat teman-teman saya yang laki-laki. Ya, sebetulnya termasuk saya sendiri. Pengalaman pribadi yang belum bisa dilupakan adalah duduk di kursi khusus wanita saat naik busway.

Saat ditegur oleh petugas, malunya sampai ubun-ubun. Saya mencoba untuk melupakan hal tersebut tapi belum bisa karena saya juga kadang melihat laki-laki lain melakukan hal yang sama. Sontak kejadian tersebut mengantarkan saya pada ingatan akan pengalaman pribadi dulu.

 

Naik motor masuk jalan tol

Orang kampung yang baru pertama kali ke kota (metropolitan), pasti akan berjumpa dengan jalan tol. Melihat jalanan yang begitu luas saja sudah heran, bagaimana kalau mereka naik motor sendiri lalu uji coba jalannya tanpa bimbingan orang yang berpengalaman?

Ada banyak kasus yang kadang terekam di kamera tentang pengendara sepeda motor yang salah jalan hingga masuk jalan tol.

Mungkin bagi banyak pengendara motor yang baru merasakan hidup di kota seperti Jakarta, akan sedikit ragu ketika dihadapkan pada banyaknya persimpangan jalan.

Bagi mereka yang belum paham rambu-rambu lalu lintas, pastilah mereka akan tersesat dan kadang sampai masuk jalan tol. Masih mending kalau tidak ada polisi, parahnya kalau di selang-seling tiang pinggir jalan ada polisi yang sudah menunggu untuk menilang. Double kill, malu dan rugi sekaligus.

 

Merasa mual saat naik lift

Kagetnya orang yang baru naik lift terlihat juga pada saat mereka naik lift. Pengalaman menarik tentang lift yaitu ketika saya mengajak teman yang sekarang jadi satpam  ke perpustakaan nasional tahun lalu.

Awal naik lift memang masih terlihat biasa saja. Tapi saat menaiki lantai 6, wajahnya mulai aneh dan dia diam saja. Seperti layaknya orang mau kesurupan, dia tiba-tiba memegang tangan saya dan menunduk. Saat tiba di lantai 9, dia langsung menarik saya keluar lift dan ngomong jujur kalau dia agak mual saat naik lift.

Untungnya tidak jadi keluar barang-barang pencernaannya. Akhirnya kami sepakat ketika turun akan memakai tangga darurat. Hitung-hitung olahraga sore, kata teman saya itu.

Itulah beberapa kelakuan katro yang konteksnya sama seperti "Sepeda Nabi Adam" berdasarkan apa yang saya lihat dan alami sendiri.

Melalui peristiwa tersebut, orang kampung seperti saya akan mengambil hikmah yang di kemudian hari tidak hanya dijadikan sebagai bahan cerita saja, tapi juga sebagai bahan pelajaran.

Awalnya sih coba-coba, tapi jadi terbiasa.

***