Kampung Sasak, Agama Berbudaya

Inilah contoh budaya beragama yang berlandaskan akhlak, bukan beragama merusak budaya, namun pemeluknya tak berakhlak.

Rabu, 28 Agustus 2019 | 06:05 WIB
0
353
Kampung Sasak, Agama Berbudaya
Kampung Sasak (Foto: Kumparan.com)

Dari semalam saya di Lombok, jalan bersama teman yang kebetulan keturunan suku Sasak. Suku ini adalah suku mayoritas di NTB jumlahnya mencapai 80% dari total populasi yang 4,4 jt. Suku tertua keturunan Majapahit Jawa-Bali ( catatan silsilah salah satu keturunan yang pernah ada).

NTB adalah provinsi 1000 masjid, mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Namun ada keunikan dalam memyikapi keberagamaan. Teman saya tadi adalah muslim taat, anaknya dua orang mondok di Bangil Pasuruan, namun pamannya dari islam masuk agama Budha. Mereka fine fine saja, karena agama adalah pilihan, hidayah kata kita, tapi kita marah kalau ada yang berbeda, terus apa hak kita.

Kampung yang kami lewati di Lombok Utara berpenduduk mayoritas penganut Budha, namun didalam rumah ada anaknya atau orang tuanya yang muslim. Hebatnya setiap anak menginjak dewasa ditawari memilih agamanya, simpel saja, yang mau ke Islam di khitan dan tidak boleh makan daging babi, yang Budha boleh.

Setiap hari keagamaan yang Budha menyembelih babi, tapi tidak pernah kelihatan dan dipamerkan terbuka, alasannya karena ada keluarganya yang haram makan babi, dihari raya ketupat atau syawalan mereka merayakan bersama, semua penganut agama ikut memeriahkannya.

Pemuka masyarakatnya sangat dihormati, ada 3 mangku yang dipilih, yaitu: Mangku, agama dengan sebutan Kiayi, mangku lingkungan disebut mangku Pohon dan mangku adat, saya lupa disebut apa. Pemilihan mangku berdasarkan budi pekerti, jadi akhlak keseharian yang menentukan.

Kawan saya mengibaratkan bila dlm islam, andai ada dua orang yang akan dipilih salah satunya jadi kiayi, yang satu hafal quran, yang satu tidak hafal fatihah, mereka akan melihat akhlak kesehariannya, bila yang hafizd tak baik akhlaknya, mereka akan memilih yang tak hafal fatihah.

Simpel mereka berfikir, ilmumu berlaku kalau baik kelakuanmu, kalau tidak hal itu hanya milikmu, kami tak butuh ilmu dari orang tak berakhlak.

Inilah contoh budaya beragama yang berlandaskan akhlak, bukan beragama merusak budaya, namun pemeluknya tak berakhlak. Teriak berpihak kepada hal yang merusak. Seiman tapi jadi siluman, sampai kapan kita lepas dari dekapan setan.

Ah, semoga ada waktu ke depan saya ikut syawalan, makan ketupat bersama tanpa melihat KTP agamamu apa..

Sayang Jokowi kalah di sana, tapi Sirkuit Mandalika tetap dibangun agar pariwisata makin baik dan kelak mereka akan menerima kebaikan.

***