Peran milenial dalam mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia amat besar. Mereka bisa dimotivasi untuk memahami moderasi beragama dan cinta damai.
Masyarakat mendukung milenial untuk terlibat aktif dalam mencegah radikalisme. Kelompok milenial dianggap lebih kreatif dan paham teknologi sehingga bisa mencegah radikalisme dengan cepat.
Beberapa tahun ini kita seolah dihantui oleh terorisme dan radikalisme, yang mengganggu ketenangan sosial di Indonesia. Kaum radikal ingin menancapkan kukunya dan mengubah bentuk pemerintahan menjadi khilafah, tetapi sayang tidak bisa karena melanggar pancasila dan UUD 1945. Mereka jadi marah dan memusuhi pemerintah serta memprovokasi masyarakat agar ikut-ikutan.
Padahal jika radikalisme dibiarkan saja maka akan sangat berbahaya karena mereka melakukan berbagai cara kekerasan untuk mewujudkan mimpinya. Kita tentu tidak mau Indonesia jadi kacau gara-gara pengeboman dan teror lainnya bukan? Oleh karena itu pemerintah ingin sesegera mungkin mencegah perluasan radikalisme, salah satu caranya dengan menggandeng kaum milenial alias anak-anak muda.
Mengapa harus anak muda? Penyebabnya karena kaum milenial memiliki citra lebih terdidik, terbuka, dan paham teknologi. Kemandirian generasi muda dalam memanfaatkan teknologi akan mendorong mereka menuju moderasi beragama, terutama dalam mengajukan pertanyaan dan berpikir kritis. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Subag TU Puslitbang BALK Kemenag RI Rizky Riyadu Topek.
Mengapa harus moderasi beragama? Penyebabnya karena moderasi beragama membuat seseorang beragama tidak secara ekstrim baik kanan maupun kiri, sehingga terhindar dari fanatisme. Jika kaum milenial sudah memahami moderasi beragama maka mereka tidak akan terjebak fanatisme yang akhirnya berujung pada radikalisme. Penyebabnya karena kebanyakan yang fanatik akan tertarik dengan paham radikal.
Rizky menambahkan, kita menyongsong era beragama yang lebih humanis dan universal. Dalam artian, kita tidak bisa serta-merta menyebarkan ajaran dengan cara kuno. Akan tetapi bisa dengan jalan humanis, misalnya dengan rajin berderma dan mengadakan penggalangan dana dan menghormati sesama manusia (walau berbeda akidah). Dengan pendekatan humanis maka akan terlihat betapa agama mengajarkan untuk cinta damai.
Dengan beragama yang lebih humanis maka banyak orang yang paham bahwa agama adalah cara untuk mencapai kedamaian hati dan bukan dengan cara kekerasan dan pengeboman yang dilakukan selama ini oleh kelompok radikal. Jika dicontohkan oleh kaum muda maka masyarakat akan tahu cara beragama yang menyentuh hati tanpa harus menyakiti orang lain, sehingga mereka paham bahwa radikalisme itu berbahaya.
Hubungan interreligius akan lebih positif di masa depan. Dalam artian, anak-anak muda memang lebih toleran dan mereka akan mengkampanyekan pluralisme serta toleransi dalam berhubungan dengan sesama manusia. Termasuk kepada mereka yang berbeda keyakinan. Ketika ada perbedaan dalam hari raya maka biasa saja, tidak ada aksi saling mengejek atau permusuhan lainnya.
Kaum milenial yang paham teknologi akan menggunakan kecerdasannya dalam menyebarkan moderasi beragama yang cinta damai dan anti radikalisme. Misalnya dengan membuat poster yang menjelaskan bahwa memiliki keyakinan itu baik tetapi terlalu ekstrim dan fanatik, serta terlibat radikalisme itu sangat tidak baik.
Poster itu akan di-upload di media sosial seperti Facebook dan Instagram sehingga makin banyak yang melihat dan memviralkannya. Dengan begitu, kaum milenial menjadi motor penggerak dalam gerakan anti radikalismje sekaligus mempromosikan moderasi beragama.
Peran milenial dalam mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia amat besar. Mereka bisa dimotivasi untuk memahami moderasi beragama dan cinta damai, sehingga bisa menyebarkan cara beragama yang humanis. Selain itu, mereka bisa memberangus radikalisme di negeri ini dengan berkampanye di dunia maya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews