Akhir tahun diwarnai dengan libur Nataru (Natal dan Tahun Baru). Akan tetapi dikhawatirkan terbentuk klaster Corona baru, karena ada mobilitas massal. Masyarakat dihimbau untuk mengurangi mobilitas saat libur Nataru agar terhindar dari bahaya Corona.
Akhir tahun seharusnya jadi masa bahagia karena biasanya ada liburan, sehingga bisa mudik atau traveling. Namun masyarakat saat ini sadar diri karena masih masa pandemi, sehingga banyak yang mengerem keinginan untuk jalan-jalan, karena takut tertular Corona.
Pandemi membuat suasana Nataru sepi dan syahdu karena mobilitas benar-benar dikurangi dan hari raya dirayakan dengan kumpul keluarga inti di rumah saja.
Juru bicara vaksinasi Kementrian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa terus berupaya mempertahankan jumlah kasus Corona serendah mungkin.
Namun, upaya itu akan efektif bila ada kerja sama yang baik dengan masyarakat. Upaya ini akan efektif jika masyarakat patuh dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas saat libur Nataru, serta sudah divaksin.
Dalam artian, untuk mengatasi pandemi, terutama pada saat Nataru, harus ada kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat. Jangan hanya membaca aturan tetapi tidak melaksanakannya, karena akan percuma. Harus ada kerja sama yang baik antara 2 pihak,
Karena di masa pandemi kita harus bahu-membahu, kompak, dan juga disiplin.
Misalnya ketika sudah ditegaskan bahwa dilarang bermobilitas saat Nataru malah dilanggar, lalu nekat mudik atau traveling ke luar negeri, maka otomatis menaikkan kasus Corona. Pemerintah yang pusing karena sudah ada aturan saat Nataru dan semua warga dilarang bepergian, eh malah kabur diam-diam, mentang-mentang tidak ada penyekatan dan ‘hanya’ ada aturan ganjil genap nopol kendaraan.
Ketika ada kenaikan kasus Corona akibat ketidak disiplinan masyarakat saat Nataru, maka bisa meningkatkan level PPKM, bisa level 4 dan kembali berstatus zona merah. Pemerintah yang pusing karena jumlah pasien naik sehingga pandemi tidak tahu kapan berakhirnya. Padahal efek terburuk pandemi adalah merosotnya bidang ekonomi, dan kita tentu tidak mau berstatus resesi atau krisis moneter.
Oleh karena itu masyarakat harus disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan tidak boleh bermobilitas yang jauh saat Nataru. Walau dalam keadaan mendesak diperbolehkan, tetapi lebih baik di rumah saja. Daripada nanti malah tertular Corona di perjalanan, malah jadi runyam. Apalagi resiko terbesarnya adalah kehilangan nyawa, dan makin mengkhawatirkan jika ia belum divaksin.
Begitu juga dengan piknik di dalam kota. Meski dengan alasan menyenangkan hati anak, tetapi jangan memaksakan diri. Takutnya malah mereka tertular Corona saat jalan-jalan di taman atau kebun binatang, karena ada kepadatan pengunjung dan mobilitas massal.
Pahamilah bahwa pandemi adalah masa prihatin dan tidak usah party saat Nataru. Apalagi mengadakan pesta Tahun Baru, baik di dalam atau luar ruangan, yang diawali dengan konvoi keliling kota. Maka jangan marah saat diciduk oleh aparat dan tim satgas penanganan covid, karena terbukti melanggar protokol kesehatan dan aturan saat Nataru.
Merayakan hari raya boleh tetapi sebaiknya bersama dengan keluarga inti, sementara untuk keluarga besar bisa dengan pertemuan via zoom. Justru suasana akan makin syahdu, ketika bisa bertemu dengan keluarga inti dalam keheningan, lalu makan-makan pasca ibadah dan diteruskan dengan bertukar kado.
Mobilitas saat Nataru harus dikurangi dan taatilah aturan, jangan malah nekat melanggar lalu kucing-kucingan dengan petugas di jalan. Pahamilah bahwa aturan ini tidak untuk dilanggar, tetapi wajib ditaati agar semua orang tidak kena Corona. Bersabarlah sebentar saja karena jika semua orang disiplin dan menaati protokol kesehatan, pandemi akan lekas berakhir.
Savira Ayu, penulis adalah kontributor Pertiwi Institute.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews