Meski begitu masyarakat tak dapat mengakses obat virus corona secara mudah, karena tergolong obat-obatan keras. Bila obat digunakan tanpa takaran dan dosis yang tepat, bisa menjadi racun.
Pandemi virus corona yang merenggut banyak nyawa hingga kini masih menjadi permasalahan serius bagi dunia. Tercatat jumlah pasien positif Covid-19 diseluruh dunia kini mencapai lebih dari 1,9 juta jiwa.
Lebih dari 400 ribu diantaranya telah sembuh dan sekitar 100 ribu jiwa meninggal. Demi menyelesaikan kasus tersebut, peneliti dari berbagai negara berlomba-lomba untuk menemukan obat yang tepat.
Tetapi siapa sangka, obat yang digunakan saat ini bukanlah barang baru. Melainkan obat lama yang dipakai sebagai anti malaria dan telah dikembangkan sejak 1940.
Ya, obat tersebut adalah chloroquine dan hydroxychloroquine. Kedua obat tersebut bisa jadi kini masuk ke dalam deretan barang terlaris dipasar dunia.
Bagaimana tidak, banyak negara kini berebut untuk mendapatkan obat tersebut demi menyelamatkan nyawa warganya. Kendati demikian, sebetulnya obat ini belum memiliki hasil uji klinis dari Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat (AS).
Dari dalam negeri, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun sempat tampak kontra dengan penggunaan obat tersebut. Terlebih saat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo diketahui memesan hydroxychloroquine sebanyak 3 juta.
Alasannya karena obat hydroxychloroquine menargetkan parasit penyebab malaria, yakni Plasmodium yang disebarkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Dimana parasit sendiri tidaklah sama dengan virus.
Hal tersebut diungkapkan oleh Akhmad Darmawan selaku Kepala Bidang Pengelolaan Penelitian Kimia LIPI. Akan tetapi diakui pihak LIPI juga bahwa ada hasil riset soal obat hydroxychloroquine yang menunjukkan bisa menghambat perkembangan virus dalam tubuh manusia.
Yakni riset yang dilakukan di Perancis dan Tiongkok. Hasil riset itulah yang membuat Presiden Amerika Serikat menggembar-gemborkan chloroquine dan hydroxychloroquine sebagai obat Covid-19.
Dan seiring berjalannya waktu serta jumlah penderita Covid-19 kian meningkat, lantas FDA pun mengeluarkan otoritas penggunaan darurat terbatas terhadap kedua jenis obat tersebut. Dengan demikian pihak medisnya dapat mendistribusikan dan meresepkan chloroquine ataupun hydroxychloroquine untuk para pasiennya.
Tak berhenti disitu, perburuan hydroxychloroquine membuat Trump meminta Perdana Menteri India Narendra Modi untuk membebaskan ekspor obat tersebut. Alih-alih menurutinya, India malah melakukan pelarangan ekspor hydroxychloroquine.
Selain menjaga persediaan bagi warganya, India juga dikenal sebagai pemasok seperempat obat generik di seluruh dunia. Sejumlah negara di Eropa juga kewalahan bahkan mengalami krisis obat-obatan tertentu yang digunakan untuk mengobati virus corona.
Sebagian besar adalah obat-obatan yang digunakan dalam unit layanan intensif (ICU). Termasuk anestesi tertentu, antibiotik dan pelemas otot, serta obat-obatan yang digunakan di luar label untuk COVID-19.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Sebelumnya Jokowi sudah sempat mengimpor beberapa juta obat. Penggunaan kedua obat tersebut jelas sudah berjalan.
Lalu agar suplai obat tetap terjaga, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia juga membantu pemerintah mendatangkan bahan baku hydroxychloroquine. Sehingga Indonesia bisa memproduksi sendiri obat yang dibutuhkan oleh para pasien.
Semoga saja pasokan bahan baku plus obat-obatan yang tersedia tercukupi. Sehingga Indonesia tak perlu mengalami krisis obat-obatan seperti Eropa atau bahkan peralatan serta perlengkapan medis bagi para dokter.
Meski begitu masyarakat tak dapat mengakses obat virus corona secara mudah, karena tergolong obat-obatan keras. Bila obat digunakan tanpa takaran dan dosis yang tepat, bisa menjadi racun.
Fatalnya lagi bisa menyebabkan aritmia atau gangguan irama jantung yang dapat menyebabkan kematian. Selain chloroquine, azithromycin dan aluvia (lopinavir dan ritonavir) turut digunakan sebagai bagian terapi untuk pasien positif COVID-19.
Penularan Covid-19 saat ini terlalu banyak teori dan sebagian pejabat memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan bancakan dengan kamuflase Covid-19 PSBB serta lainnya. Bagi yang tersinggung sadarlah kekuasaan, uang tidak dibawa mati dan jangan berpolitik.
Intisari pencegahan dari Covid-19:
1. Social distancing, pakai masker dan selalu cuci tangan
2. Yang banyak tidak dilakukan dan berakibat fatal dimana mana adalah lupa atau tidak tahu harus semprot bagian bawah sepatu atau sandal dengan disinfektan bila mau naik mobil atau motor, semprot sepatu terutama bagian yang menginjak dengan disinfektan lalu masuk kantor, gedung, mall atupun rumah karena penyebaran yg paling cepat dan berbahaya tanpa disadari adalah lewat sepatu atau sandal.
3. Selalu siapkan rapid test yang berkualitas baik di rumah yang isinya satu cairan aktifator untuk satu kali test, harga tidak mahal.
4. Bila leher tidak enak atau batuk, tenggorokan ada putih-putih atau paru paru ada putih-putih sedikit, hasil rapid test positif berarti Covid-19.
5. Bagi yg positif awal, cepat ke dokter yg berpengalaman atau rumah sakit rujukan dan karantina mandiri atau karantina di rumah sakit rujukan. Sayangilah keluarga, tetangga dan sanak saudara serta diri sendiri.
6. Dokter rumah sakit rujukan biasanya akan memberikan Hydroxychloroquine atau Chloroquine dan obat antibiotik serta vitamin.
7. Selalu hidup sehat dan bersih.
Yang terakhir:
Distancing = Yes
Pakai masker = Yes
Disinfektan bagian bawah sepatu atau sandal = Yes
Cuci tangan = Yes
Bersihkan lantai, meja, bangku, motor dan mobil pakai Disinfektan = Yes 50% aktifitas WFH = Yes
Angkutan kereta dan bus frekuensinya didoublein = Yes
Berpolitik saat sekarang = No (Setan)
Korupsi bantuan sosial Covid-19 = No (Setan)
Usaha harus tutup = No
Aktifitas harus stop = No
Mall harus tutup = No
Kereta dan angkutan umum harus stop = No
Semoga bermanfaat dan stay Fit
Salam Sehat SK.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews