Alih-alih meneteskan air mata rakyatnya, yang mengemuka di negeri ini adalah gelombang amarah dan sinisme arus bawah karena janji-janji yang tak kunjung ditepati.
Air mata itu bermakna jamak. “Adalah kecerdikan buaya untuk melelehkan air mata sebelum memangsa,” tulis Francis Bacon. Adapun Perjanjian Lama menyebutkan, “Dalam kelimpahan kearifan banyak kesedihan, dan siapa yang bertambah ilmunya bertambah keharuannya.”
Air mata tak selalu merembeskan kecengengan infantil; bisa juga memantulkan kekuatan batin dari kedalaman penghayatan. Bukankah para revolusioner seperti Martin Luther King, Soekarno, Che Guevara dan Nelson Mandela terkenal mudah terharu?
Jika air mata kecengengan menempatkan nestapa diri sebagai biang keharuan, air mata kekuatan menempatkan nestapa orang lain sebagai penggugah keharuan. Air mata keharuan memijarkan air mata kekuatan ketika air mata itu mencurahkan kedalaman penghayatan pada penderitaan orang lain.
Pada titik ini, air mata menjadi mata air yang mengalirkan energi hidup bagi yang lain. Ketulusan binar cinta pada yang lain pada akhirnya akan berbalas air mata cinta di hati yang lain. Dalam suatu Dialog Pastoral dikatakan, “Love’s flames will shine in every tear” (Binar cinta akan berkilau pada tiap tetes air mata).
Lantas, masih tersisakah tetes air mata yang dapat meleleh di pipi para pemimpin kita? Adakah itu sekadar air mata buaya untuk mengelabui rakyat sebagai mangsa potensialnya, ataukah airmata kearifan karena penghayatan yang dalam atas penderitaan rakyat?
Yang pasti, adanya kesenjangan yang lebar antara ekspresi keharuan para pemimpin dengan ekspresi keadilan dalam pelayanan publiknya membuat tetes air mata mereka belum sanggup meneteskan air mata rakyatnya.
Tidak seperti empati keharuan Presiden Chile, Sebastian Piñera, dalam penyelamatan para petambang, yang membuat jutaan orang meneteskan air mata.
Alih-alih meneteskan air mata rakyatnya, yang mengemuka di negeri ini adalah gelombang amarah dan sinisme arus bawah karena janji-janji yang tak kunjung ditepati.
Selama era reformasi, kabinet yang dihasilkan adalah kabinet yang lebih mengedepankan kepentingan partai (penguasa partai) ketimbang memenuhi amanat hati-nurani rakyat. Akibatnya, keharuan para pemimpin politik kita tidak bersambung dengan kepedulian pemerintahan; ekspresi kata tak bersambung dengan ekspresi perbuatan.
Mata-hati pemerintahan terbutakan oleh kepentingan sempit perseorangan dan golongan yang lambat-laut membuatnya menjadi mati-hati. Dalam mati-hati, air mata yang menetes bisa sekadar air mata buaya untuk mengelabui kesan sebelum pemerintahan “memangsa” rakyat sendiri oleh kerakusan, ketidakadilan, dan ketidakpedulian elit oligarkis.
"Jika engkau memiliki air mata, bersiaplah untuk menangis saat ini,” ujarJulius Caesar. Namun bagi para pemimpin, sebaik-baiknya air mata adalah yang menjelma menjadi mata air belas-kasih bagi penderitaan rakyatnya. Bagi mereka, sebaik-baiknya air mata adalah yang terpancar tulus dari relung hati dan membekas di hati rakyatnya yang membalasnya dengan airmata cinta. Marilah menangis dengan hati demi memberi negeri hujan kebahagiaan!
Yudi Latif, Makrifat Pagi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews