Bila Anda mengisi hidup Anda dengan hal-hal kecil, semacam kerikil dan pasir terlebih dulu, maka hidup Anda akan penuh dengan hal-hal kecil, yang merisaukan.
Syahdan pada suatu minggu mendung, seorang Profesor memberi kuliah tentang manajemen waktu, pada para mahasiswa MBA. Ia seorang profesor yang antik, unik, dan tidak cantik. Cara ngajarnya saja yang asyik. Termasuk memberi kuliah pada hari Minggu.
Dengan penuh semangat, beliau berdiri di depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz."
Beliau mengeluarkan ember kosong dan meletakkannya di meja. Rasa-rasanya, cuma beliau satu-satunya, profesor yang ngajar dengan membawa ember dari rumah. Karena bukan Prof. Faruk atau Prof. Suminto dan Prof Sumanto, namakan saja beliau Profesor Ember.
Beliau mengisi ember tersebut dengan batu sebesar kepalan tangan. Mengisi terus, hingga tak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan.
Beliau bertanya. "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?"
Semua siswa serentak menjawab, "Ya..!"
Profesor Ember bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?"
Kemudian, beliau mengeluarkan sekantung kerikil kecil (darimana sih beliau membawa semua benda-benda itu? Ssst, jangan ewet, nikmati inti dongengnya). Beliau menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember, lalu menggoyang-goyang ember hingga kerikil-kerikil itu turun, mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu sekepalan tangan yang bertindihan mencipta rongga.
Kemudian sekali lagi, beliau bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"
Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab ragu, "Mungkin, tidak, atau belum."
"Bagus sekali," sahut Profesor Ember itu. Kemudian, beliau mengeluarkan sekarung pasir, dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil.
Sekali lagi beliau bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"
"Belum!" sahut seluruh kelas. Kini lebih tegas.
Sekali lagi beliau berkata, kayak Pak Tino Sidin, "Bagus. Bagus sekali."
Kemudian beliau meraih botol berisi air, dan mulai menuangkan air ke dalam ember, sampai permukaan air menyentuh bibir ember. Profesor Ember menoleh ke kelas, dan bertanya, "Tahukah kalian, apa maksud ilustrasi ini?"
Seorang mahasiswa, dengan semangat mengacungkan jari, "Maksudnya, adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga, pasti kita bisa mengerjakannya."
Profesor Ember tercenung sejenak, namun ia menggelengkan kepala, "Mmmm, no. Bukan itu... Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari ilustrasi mengajarkan pada kita bahwa, bila Anda tidak memasukkan batu besar terlebih dahulu, maka Anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."
Para mahasiswa saling toleh, karena kalau saling pukul namanya barbar.
"Apa maksud batu besar dalam hidup Anda?" tanya Profesor Ember, "Cobalah lihat, hidup rumah tangga Anda. Atau pasangan Anda. Anak-anak Anda. Pendidikan Anda. Hal-hal yang penting dalam hidup Anda. Mengajarkan sesuatu pada orang lain. Melakukan pekerjaan yang Anda cintai. Waktu untuk diri sendiri. Kesehatan Anda. Teman Anda. Atau semua yang berharga. Itu semua, adalah batu-batu besar yang Anda perlu masukkan ke dalam ember kehidupan Anda. Memasukkan batu besar pertama kali, atau Anda akan kehilangan semuanya?"
Ruang kelas senyap, tapi isi kepala para mahasiswa berdenging-denging.
"Bila Anda mengisi hidup Anda dengan hal-hal kecil, semacam kerikil dan pasir terlebih dulu," kata Profesor Ember, "maka hidup Anda akan penuh dengan hal-hal kecil, yang merisaukan, dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian Anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya Anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting."
Kelas hening. Lebih banyak karena nggak mudeng.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews