Ketika Para Gaek "Dibantai" Livi Zheng

Singkat cerita, para gaek itu bertekuk lutut dibawah kaki Livi Zheng karena manner dan sikap mereka memperlakukan seorang sineas yang usianya seumur anaknya atau keponakannya.

Selasa, 3 September 2019 | 20:44 WIB
0
13689
Ketika Para Gaek "Dibantai" Livi Zheng
Livi Zheng (Foto: marketeers.com)

Tulisan ini bukan bicara soal karya. Tapi attitude para sineas gaek di Metro TV yang nampak jelas ingin "menghabisi" Livi Zheng, sineas yang namanya dibesarkan media.

Sinis Sejak Mula

Sejak awal program "Belaga Hollywood" Metro TV, sutradara: Joko Anwar, John de Rantau, Andi Bachtiar Yusuf, dosen Adrian Jonathan Pasaribu dan aktris Nadine Alexandra serta penulis Maman Suherman, pasang muka sinis berhadapan dengan Livi Zheng.

Mereka disetting duduk laksana hakim mengadili Zheng di kursi terdakwa.

Nampak mereka gemas, anak singkong itu belagak benar padahal kata mereka karya Livi Zheng ecek-ecek hasil garapan sutradara kacangan. Para gaek itu juga nampaknya jengkel klaim Zheng yang bilang filmnya masuk nominasi Best Picture, di preview di Walt Disney dan komentari LA Times dan sebagainya.

Bacotmu Itu!

Aneka muka sinis itu sejalan dengan kejamnya lidah para gaek membilas habis anak milenial. Bahkan John de Rantau tidak kuasa menyemburkan kata keji : Bacotmu lebih besar dari karyamu.

Sungguh kata-kata yang tidak pantas dari seorang opa kepada seorang yang seusia cucunya.

John Anwar meski tidak langsung bilang karya Livi Zheng itu jelek (bisa ditambah: banget), mengatakan apa yang dilakukan Livi Zheng adalah persepsi menyesatkan buat anak muda yang ingin buat film bagus.

Maman Suherman mempertanyakan dimana hebatnya Livi Zheng yang kayaknya lebih ngetop karena berfoto dengan pejabat ketimbang karyanya.

Baca Juga: Wartawan Film dan Perkara Livi Zheng

Dia lupa makna dari "fame and famous" yang selalu jalan sejajar dan itu adalah hasil teknik jualan kelas dewa. Zheng berhasil melakukannya seburuk apapun penilaian orang atas hasil karya sampai salah satu diantara para gaek itu nyinyir ke Zheng : Kok gak sekalian jadi duta Pancasila?

Kejam betul lidah itu...

Nadine membidas Zheng dengan mengatakan bahwa ada Gap emosional antara para gaek itu dengan Livi Zheng.

Livi Tampar Mereka

Kata-kata tajam para gaek yang katanya terkenal itu dengan sangat mengejutkan ditanggapi santai oleh Livi Zheng.

Dia tidak marah di bacot-bacotin oleh opa-opa yang entah kenapa berkacamata hitam ketika Talkshow. Mungkin sakit mata..

Zheng menangkis semua tuduhan dengan tenang dan sangat percaya diri. Tidak tidak emosian meski sepanjang talkshow dia ditatap sinis dan dilecehkan. Meski dia dibombardir oleh kata-kata menusuk, menyindir , nyinyir serta kampungan yang keluar dari para gaek yang katanya kondang.

Nampak jelas Zheng dididik dalam sistem Amerika yang sangat menghargai perbedaan pendapat dalam debat. Dia sangat terlatih mematahkan argumen tanpa harus mempermalukan orang padahal bantahannya sangat terasa nyeri dihati.

Tudingan yang mengarah pada ad hominem para gaek dilayani dengan santai dan menyajikan data. Bahkan dengan elegan, Zheng menampar Nadine dengan pertanyaan menohok: apa mbak gak bangga jika mbak disebut sebagai duta Asia Tenggara? Artis tua itu tidak bisa menjawab.

Nasib John Anwar lebih parah lagi. Dia tersungkur karena keterbatasan mengartikan terminologi dalam Bahasa Inggris. Si Anwar ini Inggrisnya level beginner dibanding Livi Zheng yang pilihan katanya sudah sampai Thesaurus level 3. Sama dengan kapasitas para gaek yang lain di acara talkshow itu yang sok keminggris .

Jadi dia digilas oleh Livi Zheng dalam perdebatan diundang atau mendaftar. Kosa kata yang dipakai Zheng memang benar bahwa dia diundang bukan mendaftar. Beda dengan Anwar yang harus berdarah-darah mendaftarkan filmnya lewat jalur berliku supaya bisa disebut sebagai masuk dalam list Oscar.

Norak Akibat gagal Fokus

Singkat cerita, para gaek itu bertekuk lutut dibawah kaki Livi Zheng karena manner dan sikap mereka memperlakukan seorang sineas yang usianya seumur anaknya atau keponakannya.

Para gaek yang katanya kondang itu gagal menguliti Livi Zheng karena cara komunikasi dan teknik diskusi mereka yang norak. Mereka terbawa emosi dan kepala mereka panas hingga gagal fokus.

Mereka tidak mengira Livi Zheng bisa tangkas dan elegan menangkis tanpa terbawa emosi.

Para gaek itu harusnya sadar dan banyak belajar lagi bagaimana menghadapi generasi milenial yang jauh lebih cerdas dari mereka.

Kegagalan berkomunikasi dengan para milenial akan menyebabkan mereka tampak lebih sebagai om, tante, opa dan oma yang nyinyir. Yang " gak santuy" dalam berdebat.

Sekali lagi, tulisan ini tidak bicara soal definisi film bagus atau karya para gaek itu lebih hebat ketimbang Livi Zheng atau sebaliknya.

Ini soal karakter dan attitude dalam menghargai pendapat seorang seberapapun buruknya orang itu .

Ini soal wisdom dan kejernihan berfikir.

Kegagalan para gaek itu malahan menonjolkan karakter Livi Zheng lebih dewasa. Mereka bahkan tidak sadar bahwa sepanjang program, seolah Zheng berteriak keras di kuping mereka:

"Suka-suka gua dong. Ketenaran Gua dah sampai diatas kepala lu pada. Mau compete ama gua.. Tunjukin jidat lu.. Bisa gak lu kalahin gua.".

Para gaek itu lupa bahwa Zheng adalah kemasan milenial yang sempurna menggapai mimpi.

Bapaknya konglomerat dan menggembleng anaknya menjadi expert dalam bidang kehidupan yang disukainya. Dia bikin film orangtuanya yang duitnya gak ada serinya habis-habisan mendukungnya dan memasarkan karya anaknya hingga terkenal dimana-mana.

Zheng adalah figur ideal impian anak milenial sekarang yang sukses mewujudkan impian para gaek:  Muda hura-hura, tua kaya raya, mati masuk surga.

Sementara para gaek itu mungkin merenung dan berkhayal jika mereka seberuntung dan setajir Zheng.

Mungkin mereka tidak akan banyak bacot dan berlagak sok pinter sindir karya orang.

***