Dunia makanan memang sudah lama memasuki era Inovasi Disruptif, akibat munculnya makanan dan minuman model sachet. Tak hanya bumbu nasi goreng disachetin. Atau mi instan.
Sebenarnya tidak hanya Nasi Goreng saja yang terancam punah koki-kokinya. Tetapi lebih parah lagi adalah dunia mie goreng. Ibu mertuaku di kampung masih bisa, bikin nasi goreng dengan bumbu-bumbu alami, dengan ulegan bawang, mrica, garam sampai sedikit kecap. Tetapi tanteku di Jakarta? Sudah ngga sempat lagi nguleg-nguleg bawang pakai garam segala...
“Ngapain nguleg? Bumbu nasi goreng sudah lengkap tersedia berbagai merek,” kata Tante. Tinggal sobek sachetnya, kucur bumbu jadi ke wajan lalu diulet dengan nasi putih. Habis perkara. Nasi gorengnya ngga kalah uenak dari nasi goreng manual, yang pakai tuleg.
“Mau mie Internet?” tanya penjaga warung. Ini lebih revolusioner lagi resepnya. Internet, alias Indomie, telur, kornet. Ngga pakai pusing-pusing. Pakai gerobak sorong kecil plus ceret air dan wajan pun cukup. Wajan bukannya untuk menggoreng, tetapi untuk “menggodok” air, sebelum dikucur bumbu dari sachet, dan diaduk dengan Indomie, Sarimie, Supermie dan sebangsanya. Buanyak jenisnya. Tinggal pilih segala rasa dari segala merek.
Jangankan mie rebus instan. Mie goreng instan pun tinggal order, tidak pakai lama. Lucunya, mie goreng instan itu bikinnya bukan digoreng. Akan tetapi digodhok di wajan. Setelah mendidih, air di wajan ditiriskan. Jadilah mie goreng, tinggal dicampur bumbu sachetan. Taraaa... mie goreng pun selesai.
Setengah abad lebih mi instan pertama diciptakan oleh Momofuku Ando (1958) dan Nissin adalah perusahaan pertama di dunia yang memasarkan produk Chicken Ramen (masakan khas mie Jepang) rasa ayam.
Kemudian 1971 Nissin memperkenalkan mie dalam gelas styrofoam yang bermerek Cup Noodle, maka tergusurlah bakmi-bakmi tiktok (ditawarkan keliling kampung pakai bunyi kayu dipukul tiktok, tiktok). Apalagi bermunculan mie instan berkemasan plastik Supermi, Indomie, Sarimie dan mie-mie lain. Gerobak bakmi tiktok kini diganti sepeda-sepeda membawa rentengan kemasan sachet dengan termos.
Dunia makanan memang sudah lama memasuki era Inovasi Disruptif, akibat munculnya makanan dan minuman model sachet. Tak hanya bumbu nasi goreng disachetin. Atau mi instan.
Akan tetapi juga kopi instan, teh instan, minuman jeruk instan, coklat instan, minuman segala rasa instan yang dijual keliling pakai sepeda. Modalnya, rentengan sachet-sachet dan air panas dalam termos di keranjang sepeda. Atau di kios-kios “Internet” (Indomie, Telur, Kornet).
Sebelum itu, era disrupsi juga terjadi di berbagai bidang. Ketika bermunculannya ponsel pakai kamera digital, dan dari hari ke hari kameranya makin canggih? Dunia fotografi yang dulu pakai filem seluloid pun tergusur, dan bahkan boleh dikatakan punah, kecuali bagi para penghobi fotografi cara kuno.
Era disrupsi di dunia fotografi ini tidak hanya membuat Studio Cuci Cetak Film Fuji dan Kodak pada gulung tikar. Akan tetapi juga dunia jurnalistik pun pada kedher. Lantaran, ponsel-ponsel digital yang kameranya makin canggih pun menggilas periuk nasi para wartawan. Bermunculan, para wartawan warga yang disebut Citizen Journalists. Kalah cepat deh, para wartawan.
Jurnalisme Internet (Indomie, Telur, Kornet) kok dilawan....
Ganjawulung, Pakbo, 21/09/2019
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews