Makan Saja Susah Kok Ngomongin Utang Negara dan Dollar Amerika

Sabtu, 12 Januari 2019 | 22:12 WIB
0
467
Makan Saja Susah Kok Ngomongin Utang Negara dan Dollar Amerika
Rupiah (Foto: CNBC.com)

Pada waktu dollar tembus Rp15.000 sampai dengan Rp15.200 banyak orang pada ribut, teruatama dari kubu oposisi yang menentang pemerintah. Media sosial ramainya bukan main, seperti bunyi ribuan genderang di tengah kota.

Mereka beramai-ramai menanggapi melemahnya rupaih terhadap dollar. Anehnya, masyarakat yang ribut karena melemahnya rupiah atau menguatnya dollar rata-rata bukan pengusaha. Jangan-jangan megang dollar pun belum, seumur hidupnya belum pernah mengelus-elus George Washington.

Sedangkan pengusaha yang dalam bertransaksi atau berbisnis menggunakan dollar malah tidak ribut. Bagi pengusaha mau dollar mencapai Rp15.000 tidak masalah, asal ada kepastian atau kestabilan nilai tukar rupiah atau dollar. Hal ini terkait dengan impor atau ekspor. Kalau dollar tidak stabil akan merepotkan para pengusaha dalam menentukan besaran harga-harga barang yang bahan bakunya dari impor.

Kenapa masyarakat yang notabene tidak mempunyai dollar lebih ribut dibanding para pengusaha yang sering membutuhkan dollar dalam bertransaksi? Karena masyarakat media sosial yang ribut melemahnya rupiah bersinggungan dengan pilihan politik atau merupakan pendukung salah satu capres dan cawapres.

Justru dengan melemahnya rupiah atau menguatnya dollar diatas Rp15.000 ada pihak-pihak yang senang. Kenapa? Karena mereka terutama politikus atau oposisi bisa mengambil keuntungan untuk kepentingan politiknya. Mereka berharap dengan dollar diatas Rp15.000 keadaan ekonomi semakin memburuk dan terjadi krisis ekonomi. Dengan krisis ekonomi mereka bisa dengan mudah menjatuhkan pemerintah.

Malah pada waktu Pemerintah, dalam hal ini Bank Indoensia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencari solusi atau berupaya menjinakkan atau menstabilkan dollar, ada politikus yang memberikan sentimen negatif terhadap ekonomi Indeonesia. Mereka memberikan atau membuat pernyataan seolah-olah akan terjadi krisis ekonomi dengan naiknya dollar di atas Rp15.000.

Mereka menghembuskan isu-isu atau sentimen negatif bahwa ekonomi Indonesia dalam keadaan yang tidak sehat, karena salah urus .Atau tidak cakapnya pemerintah atau menteri-menteri, terutama menteri keuangan dalam mengelola keuangan negara.

Sebut saja tukang kepret Rizal Ramli yang memprediksi dollar tembus Rp17.000. "Dalam waktu dekat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan mencapai Rp17.000," kata tukang kepret penuh yakin. Jelas dia ngibul, pengamat abal-abal kenanya, padahal maunya jadi capres juga tuh!

Politikus PKS Arya Sandhi Yudha juga berharap dollar AS naik atau bergerak terus. "Dollar mendekati Rp15,000, akan terus naik dan bergerak." Yah, kalau PKS mah emang berharap negara ini kolaps, syukur kalau bisa diganti khilafah secepatnya.

Pengamat INDEF yang selalu bersebrangan dengan pemerintah, yaitu Bima Yudhistira juga selalu memberikan sentimen negatif terhadap keadaan ekonomi nasional. Bahkan menurut analisanya rupiah akan susah untuk turun kembali dikisaran Rp14,000. "Rupiah sudah melemah terlalu dalam, untuk kembali ke level Rp14,000 sulit dilakukan." Jelas, orang Betawi bilang, ini pengamat asal mangap!

Bahkan ketika penerimaan pajak pemerintah mencapai target pun pengamat ekonomi ini juga tetap memberikan penilaian negatif kepada pemerintah. Katanya, penerimaan negara mencapai target hanya imbas atau kebetulan karena harga batu bara naik. Perlu dipertanyakan lagi kepakaran Mas Bima ini, jangan-jangan pengamat salon kecantikan.

Pengamat ekonomi yang merangkap politisi yaitu Fuad Bawazieir pun setali tiga uang. Ia berharap ekonomi memburuk sampai 2019 dan dollar AS akan mencapai Rp16,000. "Kondisi ekonomi Indonesia akan semakin memburuk, akan terus terjadi hingga 2019, kurs Rp16,000 ribu." Orang politik dan ekonomi pasti tahulah sifat "Wan Abu yang satu ini.

Pengamat ekonomi lain dan juga merangkap politisi PAN Drajad Wibowo memberikan komentar negatif yang mengatakan, "Indonesia paling parah di antara negara-negara ASEAN, akan melemah ke Rp15.000 dalam 12 bulan. Lebih cepat dari yang kami presiksi." Drajad bawaannya memang seperti Siti Sirik dalam dongeng.

Kenapa mereka, para pengamat yang sekarang boleh menyandang gelar "abal-abal" itu nadanya selalu sumbang kepada pemerintah?

Ya, karena mereka memang politikus dari oposisi dan pengamat ekonomi yang condong atau terafiliasi dengan salah satu capres. Mereka berharap dollar semakin liar dan tak terkendali seperti kuda lumping. Kalau seperti kuda Hambalang yang rapi dan disiplin, mereka tidak suka.

Tapi apa yang terjadi sekarang, ketika dollar turun dan rupiah menguat dengan perkasa? Para pengamat abal-abal itu diam seribu bahasa dan tidak berani lagi menyerang pemerintah dengan menggunakan naik dan turunnya dollar.

Ya, rerputasinya runtuh seketika. Bagaimana mau disebut pengamat kalau apa yang diamatinya tidak berdasarkan pikirannya, tetapi hatinya. Hati yang sakit, maksudnya. 

Padahal waktu itu pemerintah lewat menteri keuangan dan BI sudah meyakinkan berkali-kali bahwa keadaan ekonomi kita kuat dan tidak rapuh seperti krisis 1998. Keadaannya jauh berbeda dan tidak bisa disamakan.

Menteri keuangan sudah memberikan pernyataan, bahwa melemahnya rupiah hanya sementara karena pengaruh global atau akibat perang dagang antara China dan AS. Sri Mulyani sebagai menteri keuangan sudah berkali-kali menyampaikan, bahwa melemahnya rupiah lebih banyak diperngaruhi faktor eksternal. Toh negara lain juga mengalami pelemahan lebih dalam. Seperti Turki, Argentina dan Brazil.

Tetapi para politisi oposisi dan sebagian pengamat ekonomi pada waktu itu malah berkomentar, "Jangan mencari kambing hitam atau faktor eksternal yang disalahkan, memang keadaan ekonomi memburuk, dan akui saja tidak becus."

Tetapi ketika dollar melemah dan rupiah menguat para politisi atau pengamat itu malah menggunakan jurus meniru atau menjiplak yaitu, "Rupiah menguat atau dollar melemah bukan karena fundamental ekonomi kita kuat atau baik, tetapi karena faktor eksternal atau global. Karena perang dagang antara China dan AS sudah reda jadi wajar rupiah menguat.

Ooooo SONTOLOYO tenan iki, model politikus dan pengamat gadungan pantasnya mereka ini!

Sudah, jangan ngomongin utang negara atau dollar. Lebih baik urus masing-masing utangmu kepada teman atau sahabat yang belum dibayar, karena kalau ajal menjemput akan menjadi masalah di akherat kelak.

Dan tidak usah ngomong dollar, toh dompetmu isinya lebih banyak kartu nama dibanding duit. Isi rupiah juga lebih banyak uang dua ribuan dan lima ribuan. Makan saja kadang masih ngebon atau utang warteg, kok ngomong utang negara dan dollar.

Pecah NDASE!

***