Mengapa Harga Ayam Turun Sedangkan "Ayam Kampus" Malah Naik?

Masalah-masalah kebutuhan bahan pokok sepertinya tidak pernah ada obat atau solusi yang cespleng. Mulai dari harga beras, cabe , bawang merah atau putih, kedelai dan lain-lain.

Kamis, 27 Juni 2019 | 20:16 WIB
0
486
Mengapa Harga Ayam Turun Sedangkan "Ayam Kampus" Malah Naik?
Ilustrasi ayam potong (Foto: Joss.co.id)

Mengapa harga ayam Kampus lebih stabil bahkan cenderung naik, sedangkan harga ayam potong Broiler malah terjun bebas?

Ayam Kampus yang dinikmati adalah rasanya-yang bikin melek-merem. Sedangkan ayam potong yang dinikmati adalah dagingnya.

Beberapa hari ini di Jawa Tengah dan Jogjakarta ada pembagian ayam potong secara gratis kepada masyarakat. Seperti di wilayah Solo atau Surakarta juga ada pembagian ayam potong gratis di beberapa titik. Di Klaten juga begitu. Di Jogjakarta juga ada pembagian ayam potong gratis di beberapa titik.

Pembagian ayam potong secara gratis itu sebagai bentuk protes dan butuh perhatian dari pemerintah karena harga ayam di tingkat perternak terjun bebas.

Harga ayam potong jatuh sudah berlangsung beberapa bulan ini. Harga ayam potong ditingkat peternak biasanya mencapai Rp20 ribu/kg. Sekarang harga ayam ditingkat perternak hanya tinggal Rp7 ribu sampai dengan Rp10 ribu/kg. Tentu sangat merugikan peternak ayam potong.

Tetapi anehnya, sekalipun harga ayam potong dari peternak sangat murah-harga ayam potong di pasar tidak mengalami penurunan harga. Harga tetap stabil berkisar Rp25 ribu sampai Rp32 ribu/kg. Harusnya kalau harga ayam dari peternak turun, maka harga jual di pasar-pasar juga mengalami penurunan. Tetapi ini tidak!

Di sinilah ada permainan para bandar-bandar ayam yang mengambil keuntungan sangat besar. Mereka mencekik para peternak dengan harga murah. Tetapi mereka menjual dengan harga tinggi di pasaran.

Alasan klise selalu jadi alibi yaitu karena pasokan ayam terlalu banyak di tingkat peternak. Dibutuhkan perhatian pemerintah kepada para peternak. Karena mereka bisa gulung tikar alias bangkrut kalau tidak ada harga acuan. Di sinilah keberpihakan pemerintah ditunggu oleh para peternak lewat Asosiasi Peternak Ayam.

Dulu waktu masa kampanye pilpres ada cawapres yang selalu mudah memberikan solusi atau jalan keluar. Tapi, solusi itu hanya teori belaka untuk merebut perhatian saja. Misalnya: peternak mengeluh murahnya harga ayam, maka sang cawapres berjanji-tenang bapak-ibu-nanti harga ayam akan dinaikkan.

Ada lagi konsumen yang mengadu mahalnya harga ayam: sang cawapres juga berjanji-tenang bapak-ibu-nanti harga akan diturunkan. Tenang-tenang gundulmu kuwi!

Untuk mengatasi permainan harga ayam di tingkat peternak, pemerintah harus mulai menentukan harga acuan di tingkat peternak. Dan perlu mendata berapa jumlah bibit ayam-yang seharusnya. Karena pemerintah lewat kementerian pertanian dan asosiasi pengusaha  pernah memusnakan ratusan ribu bibit ayam untuk mengendalikan harga ayam.

Masalah-masalah kebutuhan bahan pokok sepertinya tidak pernah ada obat atau solusi yang cespleng. Mulai dari harga beras, cabe , bawang merah atau putih, kedelai dan lain-lain. Harga daging juga selalu jadi masalah, entah itu daging sapi atau daging ayam. Kecuali daging yang satu itu, tetap "makyuss".

***