Saya kirim ucapan selamat. Untuk Ignatius Jonan. Menteri ESDM. Juga untuk Budi Sadikin. CEO Inalum. Tentang Freeport. Yang berhasil dikuasai Indonesia 51 persen. Sejak minggu ini.
Pun sebetulnya saya akan berbuat serupa. Dari Lebanon ini. Mengirim ucapan selamat kepada Bapak Presiden, Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri Lingkungan Hidup. Tapi saya tidak punya nomor telepon beliau-beliau itu. Hanya Jonan dan Budi Sadikin. Yang nomor HP-nya ada di HP saya.
Itu pun nomor lama. Yang saya masih memilikinya. Sejak ketika saya masih jadi atasan mereka. Semoga ucapan selamat itu masih sampai pada mereka. Dan diteruskan kepada mereka.
Tentu, baiknya, saya juga mengirimkan ucapan selamat kepada pak SBY. Yang di zaman beliau menjadikan PT Inalum dikuasai 100 BUMN. Diambil alih dari Jepang. Dalam posisi perusahaan sangat jaya. Kondisi fisiknya prima. Operasionalnya istimewa. Dan tabungan uang kontannya banyak luar biasa.
Ibarat ‘kendaraan’, Inalum sudah seperti Land Cruiser. Sanggup diajak menanjak tinggi. Sampai pegunungan Jayawijaya. Membeli Freeport di sana.
Inalum yang seperti itu sangat dipercaya. Untuk mencari dana global sekali pun. Empat miliar dolar sekalipun. Untuk membeli saham mayoritas Freeport itu.
Tentu saya juga ingin mengucapkan selamat pada MacMoran Amerika. Yang sudah 50 tahun menguasai Papua. Yang pernah keuangannya mengalami kendala. Hingga minta bantuan Rio Tinto Australia. Yang perjanjian antara dua perusahaan global itu bisa menimbulkan celah. Untuk dimasuki Indonesia.
Celah itulah.
Tidak ada yang bisa melihatnya. Selama ini. Tidak juga saya. Hanya orang seperti Jonan yang berhasil mengintipnya. Yang justru menteri ESDM yang tidak ahli tambang itu.
Lewat celah itulah negosiasi bisa mendapat jalannya. Di dukung oleh kedipan-kedipan mata. Dari dua wanita kita: Menteri Keuangan Sri Mulyani. Lewat celah perpajakan. Dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya. Lewat kerusakan alam.
Sudah sejak kapan pun. Kita ingin Freeport dikuasai bangsa. Tapi selalu tersandung batu: perjanjian yang tidak bisa dilanggar begitu saja.
Kalau pun selama ini salah: itu karena tidak ada yang bermata sejeli Jonan. Dalam melihat celah tersembunyi itu.
Mungkin saja pandangan mata itu seperti hati. Bisa memandang jauh. Kalau kondisinya bersih. Bersih mata. Bersih hati. Bersih kepentingan.
Dalam proses Freeport ini memang luar biasa. Menteri ESDM-nya, Jonan, bukan ahli tambang. Ia justru orang keuangan. CEO Inalum-nya, yang cari uang, dari tehnik. Ia lulusan ITB. Budi Sadikin.
Saya pernah minta maaf pada bapak Presiden SBY. Melanggar tata kelola. Mengangkat Budi Sadikin. Menjadi Dirut Bank Mandiri. Tanpa lapor. Tanpa minta pendapat. Tanpa minta persetujuan. Pun tidak kepada menteri keuangan.
Saya tahu itu salah. Dan siap dimarahi.
Tapi saya begitu takutnya. Jabatan Dirut Bank Mandiri jadi barang dagangan. Terutama dagangan politik. Padahal ada anak muda sekali. Hebat sekali. Dari dalam Bank Mandiri pula. Budi Sadikin itu.
Maka saya SK-kan saja. Soal dimarahi itu urusan di kemudian hari. Dipecat sekali pun.
Maafkan pak SBY.
Saya melanggar.
Demi kejayaan Bank Mandiri.
Dan maafkan. Itu bukan satu-satunya.
Sebenarnya, di Freeport itu, masih ada satu kekhawatiran saya. Di bidang partisipasi lokal. Yang 10 persen. Yang kelihatannya kecil. Tapi justru bahaya. Misalnya. Begitu yang kecil itu memihak ke sana selesailah. Dananya jadi mayoritas.
Tapi Jonan-Budi adalah orang pintar. Mengatasinya dengan skema yang berjenjang.
Tentu masih akan ada kritik. Tapi saya tidak melihat yang lebih baik dari yang telah dilakukan ini.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews