Gunjingan atas Turunnya Harga BBM di Tengah Masa Kampanye

Senin, 7 Januari 2019 | 16:38 WIB
0
466
Gunjingan atas Turunnya Harga BBM di Tengah Masa Kampanye
Presiden Jokowi dan Harga BBM (Foto: Sindonews.com)

Pertamina menurunkan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM nonsubsidi dengan kisaran Rp100 sampai dengan Rp250, tergantung tiap provinsi atau wilayah. Ini karena dipengaruhi oleh besaran pajak bahan bakar minyak.

Penurunan harga BBM karena harga minyak mentah dunia atau global juga mengalami penurunan. Sesuai mekanisme pasar, maka harga BBM juga menyesuaikan atau diturunkan.

Sebelumnya pada tanggal 10/10/2018 Pertamina juga menyesuaikan atau menaikkan harga BBM nonsubsidi. Pertalite Rp7800 per liter, Pertamax Rp10.400 per liter, Pertamax Turbo Rp12.250 dan Dexlite Rp10.500.

Pada tanggal 5/1/2019 Pertamina juga menyesuaikan atau menurunkan harga BBM nonsubsidi karena harga minyak dunia mengalami penurunan.

Harga BBM nonsubsidi yang mengalami penurunan ada lima jenis: Pertalite Rp150 per liter, Pertamax Rp200 per liter, Pertamax Turbo Rp250 per liter dan Dexlite Rp100 per liter.

Menaikkan atau menurunkan harga BBM bukan perkara mudah. Bukan karena harga minyak mentah dunia naik atau turun, lantas Pertamina langsung menaikkan atau menurunkan harga BBM. Kebijakan menaikkan atau menurunkan ada pertimbangan-pertimbangan politik dari pemerintah dalam hal ini presiden.

Ada tiga jenis tarif atau harga yang pemerintah boleh ikut campur, yaitu harga BBM, tarif listrik dan harga gas. Tiga jenis harga itu tidak bisa dilepas begitu saja mengikuti mekanisme pasar. Karena ada bagian subsidi.

Mungkin kalau menurunkan harga BBM tidak membawa dampak politik atau gejolak di masyarakat. Tapi kalau menaikkan harga BBM bisa membawa dampak politik atau gejolak di masyarakat dengan demontrasi menolak kebijakan menaikkan harga BBM.

Bahkan kenaikkan harga BBM bisa menjatuhkan suatu rezim atau pemerimtahan suatu negara. Bisa menyulut atau menjadi bahan bakar timbulnya kerusuhan sosial di masyarakat.

Seperti yang terjadi di Perancis. Demontransi "rompi kuning" dipicu hanya karena harga BBM naik. Yang mengakibatkan demontrasi berjilid-jilid dan menimbulkan kerusuhan. Begitu juga terjadi di Venezuela yang awalnya harga BBM begitu murah karena terjadi krisis, maka pemerintah menaikkan harga BBM dan memicu demontrasi dan penjarahan.

Makanya pernah terjadi harga BBM mau dinaikkan tiba-tiba dibatalkan oleh presiden karena tidak setuju. Tentu ada pertimbangan politik. Apalagi menjelang pilpres, sangat rawan dan bisa memicu gejolak sosial. Mekanisme pasar di kesampingkan.

Yang rugi dalam hal ini tentu Pertamina, karena tidak bisa menaikkan harga BBM. Padahal sesuai mekanime pasar, maka Pertamina boleh menyesuaikan atau menaikkan harga BBM. Akhirnya Pertamina akan menanggung beban atau biaya yang pada akhirnya mengurangi pendapatan atau keuntungan.

Seperti kebijakan satu harga Bahan Bakar Minyak atau BBM untuk seluruh wilayah Indoenesia, terutama untuk Indonesia Timur. Hanya Pertamina yang sanggup dan mendapat tugas dari pemerintah. Padahal kalau dari hitung-hutungan angka, Pertamina tidak untung, malah harus menanggung biaya yang sangat tinggi. Makanya pihak swasta tidak ada yang berani atau mau membuka SPBU di wilayah yang kering atau tidak menguntungkan.

Sedangkan subsidi yang menjadi tanggung jawab pemerintah baru akan dibayarkan satu tahun kemudian karena menunggu hasil audit dari BPK. Di satu sisi kebijakan satu harga BBM untuk keadilan, di satu sisi juga bisa mengganggu beban keuangan Pertamina.

Terus apa dampak dari penurunan harga BBM, apakah harga-harga kebutuhan bahan pokok dan tiket transportasi akan turun? Ternyata tidak! Lha kalau begitu terus ada dampaknya?Minimal menekan laju inflasi. Itupun kadang tidak sesuai teori atau harapan, karena market susah dikendalikan.

Artinya dampak penurunan harga BBM biasanya tidak terasa atau tidak membawa dampak ekonomi. Harga-harga pangan tidak terpengaruh oleh penurunan harga BBM.

Tapi sebaliknya, kalau harga BBM naik, pengaruh kenaikkan itu begitu terasa. Pedagang pasar berlomba-lomba menaikkan harga. Dengan alasan harga BBM naik. Transportasi juga naik. Pengusaha juga menaikkan harga, seakan aji mumpung atau momen untuk menaikkan harga.  Yang akhirnya,dampak kenaikkan harga BBM akan memicu inflasi yang lebih tinggi.

Bahkan suatu rezim atau pemerintahan bisa jatuh gara-gara kenaikkan BBM. Kenaikkan BBM bisa memicu suhu politik memanas, jikalau dibarengi dengan krisis ekonomi suatu negara. Tetapi kenaikkan harga BBM tidak memicu suhu politik kalau fundamental ekonominya kuat.

Jadi menaikkan atau menurunkan harga BBM bukan semata-mata bisnis murni Pertamina. Di satu sisi mencari keuntungan, di satu sisi juga terkait kebijakan pemerintah. Kalau diserahkan pada mekanisme pasar, masyarakat kecil akan jadi korban. Makanya ada subsidi. Subsidi pun yang menikmati malah orang-orang yang mampu.

***