Mengkritik Pendukung Naiknya Iuran BPJS dari "Selling Poin"t Asuransi

Kita tidak tahu bagaimana kehidupan ekonomi mereka.Yang dibutuhkan adalah rasa empati, pemerintah yang perduli dan kesadaran semua pihak.

Senin, 18 Mei 2020 | 14:45 WIB
0
227
Mengkritik Pendukung Naiknya Iuran BPJS dari "Selling Poin"t Asuransi
sumber gambar harianhaluan.com

Pada tulisan ini saya hanya ingin mengutarakan sedikit unek-unek saya tentang pro-kontra naiknya iuran BPJS Kesehatan belakangan ini. Seperti kita tahu pemerintah memutuskan untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan.

Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Untuk kronologis dan dinamika yang terjadi karena kenaikan BPJS Kesehatan ini teman-teman bisa membacanya di berbagai media.

Jadi pada tulisan ini saya mau bersepakat dulu tentang pentingnya asuransi.Sebenarnya bukan hanya asuransi kesehatan yang penting, asuransi jiwa juga penting. Karena kalau kepala keluarga meninggal dunia bagaimana keluarga akan melanjutkan kehidupannya.

Uang santunan yang akan diklaim dari asuransi jiwa inilah yang kelak akan menggantikan pemasukan dari pencari nafkah. Uang santunan itu dapat didepositokan ke bank, sehingga keluarga dapat tetap melanjutkan kehidupannya dan hidup dari keuntungan deposito tersebut.

Sama halnya dengan asuransi kesehatan. Orang yang sangat kaya bisa ludes hartanya saat jatuh sakit karena harus menjual aset-asetnya demi membiayai pengobatan selama dia sakit.

Jadi dalam hal ini asuransi bukan hanya melindungi kesehatan kita, tapi juga aset yang kita miliki. Karena resiko yang harusnya kita tanggung dialihkan pada pihak lain, dalam hal ini perusahaan asuransi.

Maka asuransi sifatnya adalah pengalihan resiko. Lalu bagaimana kalau tidak sakit uangnya hangus dong? Ya hanguslah.Tapi itu ibarat seseorang yang menyewa seorang satpam untuk melindungi rumahnya.

Apakah kalau tidak ada pencuri si tuan rumah merasa rugi sudah membayar satpam? Tentu kan tidak.Ada peace of mind yang dirasakan si tuan rumah. Dia tenang saat harus bepergian, tenang saat akan tidur, dan tak perlu khawatir akan keamanan diri beserta keluarganya.

Kalau kita tidak sakit juga syukur.Karena uang yang kita bayarkan akan disubsidikan untuk menopang biaya mereka yang sakit. Jadi seperti subsidi silang.Jadi ada unsur gotong royongnya juga.

Toh orang yang menyewa satpam untuk menjaga rumahnya tidak berharap rumahnya kecuriankan? Sama halnya orang yang punya asuransi kesehatan tak berharap dia jatuh sakitkan? 

Jadi asuransi itu sifatnya adalah pengalihan resiko, kalau masih sehat orang merasa rugi untuk bayar asuransi, tapi kalau sudah sakit barulah terasa manfaatnya.

Demikian sedikit dasar pemikiran soal pentingnya memiliki asuransi, dalam hal ini memiliki BPJS Kesehatan. Maka saya sebenarnya tidak keberatan iuran BPJS Kesehatan naik. Hanya saja saya bertanya-tanya, kok begitu rapuhnya keuangan negara ini untuk menopang kesehatan rakyatnya yang harus berobat.

Lalu kemana semua keuntungan BUMN-BUMD kita demikian juga kekayaan alamnya.Apakah hanya masuk ke segelintir orang? Yaitu para pemegang saham? Kondisi ini perlu dipertanyakan tanpa mengurangi dukungan kita untuk mendukung terus BPJS Kesehatan.

Pada bagian ini saya akan masuk pada inti yang ingin saya sampaikan.Saya sendiri adalah seorang penjual asuransi.Jadi saya tidak ragu sedikitpun tentang pentingnya BPJS Kesehatan bagi masyarakat, karena biaya berobat tiap tahun naik, pastilah semakin mahal.

Pada tulisan ini saya mempertanyakan rapuhnya keuangan negara kita sampai dikit-dikit naikin harga dan naikin iuran. Tapi untuk soal ini pembahasannya akan terlalu melebar, jadi saya hanya mempertanyakannya saja.Kalau ada teman-teman yang bisa jawab di kolom komentar silahkan.

Dalam banyak survey dan polling saat masyarakat ditanya setuju atau tidak iuran BPJS Kesehatan dinaikkan.Pada tahun 2019, hampir semua masyarakat menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI), Tulus Abadi bahkan mengatakan, 100 persen masyarakat menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai diberlakukan 1 Januari 2020 (sumber kompas.com).

Sementara untuk kondisi sekarang masyarakat masih terbelah.Ada yang mendukung dengan menuliskan berbagai testimoni betapa BPJS telah menolong keluarga mereka yang sakit, tak sedikit juga yang menolak karena merasa ekonomi sedang tidak baik.

Buat saya perbedaan pendapat ini wajar. Pihak yang setuju mengkritik yang tidak setuju dengan mengatakan kalau beli rokok, beli paket data mampu, iuran BPJS Kesehatan naik saja ribut.

Pihak yang tidak setujupun saran saya kalau memang mampu gak usah berisik, BPJS Kesehatan itu memang penting, buat orang lain ataupun untuk diri sendiri pas kita sakit.

Tapi pada tulisan kali ini saya mau mengkritik mereka yang mendukung kenaikan iuran BPJS untuk naik ini. Kenapa saya kritik? Saya perhatikan di media sosial kelompok yang satu ini begitu mudahnya menjustifikasi, menggeneralisasi, dan merendahkan pihak yang kontra, padahal tak seharusnya mereka berperilaku seperti itu.

Kita contohkan untuk kelas dua yang Rp.110.000 per orang, kalau dia punya anak tiga saja, beserta isteri berarti dia harus membayar  Rp 550.000. Kalau si pencari nafkah hanya bergaji UMR, katakanlah Bandung, yang kurang lebihnya 3 juta rupiah, apakah sisanya cukup untuk bayar kontrakan, makan, jajan anak dan biaya sekolah?

Baca Juga: Penyesuaian Iuran BPJS Wujudkan Kebaikan Bersama

Apalagi dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, ada begitu banyak keluarga yang terpukul ekonominya. Inilah salah satu keberatan saya untuk pendukung kenaikan iuran BPJS yang suka merendahkan dan menjustifikasi sesama rakyat hanya karena mereka mengeluhkan kenaikan iuran BPJS.

Adalah hal yang wajar jika terjadi ketidaksetujuan, kalau memang kalian mendukung kenaikan tersebut edukasilah masyarakat yang menolak.Jangan serang mereka secara pribadi.

Saya gemas sendiri jadinya.Sama halnya saya tidak terima dengan kelompok pro pemerintah yang bilang bahwa corona ini menyebar semakin banyak karena rakyat dilapisan bawah yang susah diatur. Bukankah semua orang memberi sumbangsih pada penyebaran corona?

Coba lihat mobil-mobil yang parkir di supermarket untuk belanja kebutuhan pokok di tengah wabah ini, apa itu milik rakyat miskin? Tentu tidak. Marilah jangan saling menjelakkan, prihatin sedikit dong, tak semua orang kondisi ekonominya bagus seperti anda.

Apalagi mereka yang mendukung kenaikan iuran BPJS ternyata dibayarin oleh kantor, hmm pantes saja mendukung.Karena yang bayar bukan dari kantong pribadi. Lalu bagaimana dengan yang tak dapat fasilitas BPJS kesehatan dari kantor? Pedagang, tukang becak, dll. Semua orang tidak boleh melupakan simpati dan empati dalam berargumen.

Maka kali ini saya akan coba mengkritik balik orang-orang yang yang merasa mampu membayar iuran BPJS Kesehatan sekalipun dinaikkan terus menerus.

Sebagai penjual asuransi milik swasta, saya pribadi sering menawarkan produk asuransi pada mereka yang memiliki ekonomi bagus bahkan kaya. Tapi tak sedikit di antara mereka yang menolak dengan alasan sudah punya BPJS Kesehatan.

Di sini tentu anda bisa mengkritik balik saya, "Ah selling skill lu kali yang jelek makanya gak ada yang mau beli." Oke anggap saja begitu, tapi kalau memang demikian mereka harusnya tetap punya asuransi swasta lain karena ada sales asuransi lain yang skill nya jago pernah menawarkan pada mereka.Tapi faktanya tidak tuh. Mereka yang mampu masih mengandalkan BPJS Kesehatan.

Lalu saat menawarkan asuransi kesehatan saya selalu jelaskan keunggulan produk (selling point) yang akan saya jual, bisa di rawat sampai keluar negeri, penyakit kritis juga dicover, hingga pelayanan di rumah sakit akan lebih cepat karena sistemnya cashless, mereka tinggal gesek saja kalau sakit.

Namun faktanya tak semua orang yang mampu mau membeli asuransi swasta sekalipun mereka setuju pada apa yang saya katakan, tak semua mereka yang mampu mau memiliki asuransi swasta saat sudah punya BPJS Kesehatan. Padahal kalau mereka bisa mengkritik mereka yang merasa berat karena iuran BPJS Naik, harusnya mereka juga beli asuransi swasta dengan tetap membayar BPJS Kesehatan.

Sehingga uang yang mereka bayar lewat BPJS Kesehatan adalah upaya membantu negara.Dan saat mereka sakit gunakanlah asuransi swasta, inipun adalah upaya untuk tidak membebani keuangan negara.

Dari dua kasus ini kita memperoleh pandangan yang seimbang.Orang yang benar-benar mampu tak harusnya protes saat iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Tapi mereka yang mampu, apalagi BPJS Kesehatannya dibayarin perusahaan, jangan pula merendahkan rakyat yang merasa berat untuk bayar BPJS Kesehatan.

Rakyat yang penghasilannya cukup juga jangan merasa rugi untuk membayar iuran BPJS, karena itu berguna untuk kita dan juga untuk orang lain. Coba cek premi bulanan asuransi swasta, harganya cukup mahal, BPJS Kesehatan itu jauh lebih murah.

Maka pada tulisan ini saya hanya ingin semua orang memiliki pandangan yang seimbang, tanpa perlu mencaci maki pihak yang pandangannya berbeda. Kita tidak tahu bagaimana kehidupan ekonomi mereka. Yang dibutuhkan adalah rasa empati, pemerintah yang perduli dan kesadaran semua pihak.

Penikmat yang bukan pakar.

***