Sungguh. Saya terkesima, sekaligus terpesona dengan spotanitas beberapa tetangga yang notabene penggemar nonton pertandingan sepak bola. Betapa tidak. Karena pertandingan sepak bola dalam perhelatan Asian Games, sama sekali tidak bisa mereka saksikan di layar kaca. Hal itu terjadi lantaran setiap pemilik pesawat televisi di kampung kami sebagian besar menggunakan antena parabola.
Bukan, bukan karena mereka kaya-raya dengan menggunakan antena parabola itu. Melainkan karena bila memakai antena UHF, saat pesawat televisinya dinyalakan akan tampak dipenuhi noktah serupa semut yang jumlahnya begitu banyak.
Sementara gambarnya sudah tidak jelas, juga meskipun jenis pesawat televisinya sudah bukan hitam-putih lagi, tetapi gambarnya tetap saja hanya ada dua warna. Sehingga untuk mendapatkan kualitas gambar yang sempurna, warga pun memaksakan diri untuk menggunakan antena parabola. Sekalipun harus dibeli dengan cara kredit juga.
Apa boleh buat. Masalah hiburan bukan hanya hak dan kebutuhan orang kota saja memang. Orang ndeso pun sama juga. Terlebih lagi setelah seharian bekerja di ladang atawa di sawah. Sambil melepas kepenatan, satu-satunya sarana hiburan bagi mereka di jaman now adalah siaran televisi.
Hanya saja, ya itulah.
“Kalau tayangan pertandingan liga diacak, sekalipun dalam hati mangkel kami memakluminya. Sedangkan pertandingan sepak bola dalam pesta olah raga empat tahunan tingkat Asia ini, mbok ya keterlaluan kalau sampai diacak seperti sekarang ini. Apalagi para atlet yang sedang berlaga itu ‘kan butuh do’a dari seluruh rakyat Indonesia. Tapi mana bisa kita mendo’akannya kalau tayangan pertandingannya saja diacak sedemikian rupa!” keluh Kang Asep seraya menyeruput kopinya.
“Semua ini gara-gara Jokowi sih!” celetuk Mang Dudung.
“Maksudnya?”
“Siapa tahu karena hasil penjualan hak siar Asian Games itu untuk membantu bayar utang pemerintah ke luar negeri. Maka tidak hanya harga telur dan daging saja yang semakin tidak terbeli, siaran televisi juga harus berbayar juga. Bukan. Bukan karena aku pendukung Prabowo. Tapi ini fakta. Rakyat macam kita juga yang harus menanggung akibat dari pemerintahan jokowi yang jor-joran meminjam uang ke luar negeri itu. Siaran olah raga saja tidak bisa gratis kita tonton. Iya ‘kan?!”
“Oleh karena itu, ganti Presiden di Pilpres 2019 nanti sudah jelas ada tanda-tandanya sekarang juga. Hayo, ngaku saja. Kalau begini caranya, siapa yang akan memilih lagi jokowi kalau siaran olah raga saja pilih kasih untuk menontonnya?”
Semua terdiam mendengarnya. Hanya saja sekilas saya melihat beberapa orang manggut-manggut kepalanya.
Entah faham, entah karena sudah mengantuk.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews