Masih belum ada langkah nyata di Turki. Baru sebatas tekad: akan mengatasinya. Presiden Recep Tayyip Erdogan masih keras. Masih serba menolak.
Ogah menaikkan suku bunga. Ogah mengurangi defisit anggaran. Ogah bebaskan pastor Amerika. Ogah mengakui kelemahannya.
Mata uang Turki, Lira, jatuh lagi 8 persen. Senin lalu. Setelah jatuh 18 persen dua hari sebelumnya. Total 40 persen tahun ini.
Iklim baiknya: partai oposisi mendukung Erdogan. Kali ini. Nasionalisme Turki justru lagi bangkit. Saat menjadi sasaran perang ekonomi. Seperti sekarang ini. Oleh sekutunya sendiri: Amerika.
Barat ikut gelisah. Ekononi Eropa ikut terganggu. Ekonom Barat minta ke Turki: naikkan suku bunga. Agar kejatuhan Lira bisa diredam. ”Tidak ada jalan yang lain,” ujar para ekonom itu.
Mengapa?
Inflasi di Turki sudah mencapai 15 persen. Harga-harga naik. Bunga deposito ‘hanya’ 17 persen. Bunga yang didapat penabung habis dimakan inflasi. Akibatnya: para penabung menarik uang mereka. Dari bank. Dibelikan Dolar. Atau dikirim ke luar negeri: capital flight.
[caption id="attachment_20827" align="alignleft" width="554"] Erdogan (Foto: Disway.id)[/caption]
Terjadilah lingkaran setan. Harus dipotong. Dengan senjata tega. Kenaikan suku bunga adalah pisaunya. Tapi Erdogan menolak usulan itu. ”Bunga adalah ibu segala setan,” ujar Erdogan.
Memang bunga di Turki sudah sangat tinggi: 17 persen. Kalau usul kenaikan itu diterima menjadi 24 persen.
Dengan bunga 24 persen sektor riil akan kelimpungan. Ini mengingatkan saya ke kesulitan ekonomi Indonesia tahun 1988. Saat diberlakukan tight money policy.
Saat itu bunga juga sampai 24 persen. Bahkan saya pernah lebih berat: cari pinjaman bank dengan bunga 29 persen.
Saat itu saya lagi cari modal: mendirikan Riau Pos. Bersama sastrawan Riau, Rida K Liamsi. Tanpa modal setor dari Jawa Pos. Saya cari pinjaman ke BII Batam. Dengan jaminan pribadi.
Waktu itu saya masih sangat muda. Bekerja keras sekali. Agar bisa membayar hutang dengan bunga seperti rentenir. Tapi masa sulit seperti itu bisa saya lalui.
Erdogan tidak mau menyiksa negerinya dengan bunga tinggi. Erdogan berprinsip bunga rendah akan mendorong sektor riil. Defisit anggaran akan bisa menggerakkan ekonomi.
Inilah dua ideologi ekonomi yang saling berseberangan. Pak JK beraliran seperti Erdogan itu. Setahu saya. Yang kini dalam ujian berat. Di laboratorium Turki.
Sayang sekali. Ekonomi Turki baru 10 tahun terakhir ini bangkit. Turki juga berhasil jadi contoh: bagi yang mau merasionalkan nominal uangnya.
Tahun 2008 kurs 1 Dolar AS sama dengan 1,2 juta Lira. Jadi bahan cemoohan dunia. Untuk jadi miliarder datanglah ke Turki. Bawa uang seribu Dolar saja. Tukarkan ke Lira. Anda sudah mengantongi uang Lira 1,2 miliar.
Saya pernah mengalami jadi miliader itu. Saat gaji saya belum besar. Saat saya ke Turki dulu. Tahun 1990-an. Saat satu Dolar masih Rp 2.400.
Tidak mau jadi cemoohan, tahun 2006 Turki ambil keputusan penting: membuang empat nol di lembaran uangnya. Lembaran 100.000 Lira misalnya, menjadi 10 Lira. Nama resmi Lira pun menjadi YTL: Yeni Turk Lirani. Pasar tetap saja menyebutnya Lira. Begitu saja.
Turki berhasil melewati masa kritis. Pembuangan empat nol itu sukses. Tidak terjadi inflasi gila-gilaan. Seperti yang diramal oleh para penentang. ”Pembuangan empat nol itu hanya akan bikin kacau,” kata para penentang itu. Yang berkaca pada kegagalan negara lain. Yang pernah mencoba hal yang sama. Tanpa persiapan sebaik Turki.
Sejak itu tidak banyak nol lagi di uang Lira. Orang Turki menjadi bangga dengan Lira baru: tidak banyak nol lagi.
Tinggal tiga negara yang kini masih punya nol banyak. Di uang mereka:
1. Rial Iran (42.000/Dolar)
2. Vietnam Dong (22.500/Dolar).
3. Rupiah kita (14.500/Dolar).
Usaha menghilangkan banyak nol juga penting untuk kita. Di akhir masa pemerintahan Presiden SBY gencar dipersiapkan dengan serius: menghilangkan tiga nol di uang rupiah. Kini tidak terdengar lagi kelanjutannya.
Hari-hari mendatang ini sangat menegangkan di Turki. Kepemimpinan Erdogan yang sangat kuat itu diuji. Ditambah kekuatan menantunya: Berat Albayrak. Umur: 40 tahun. Yang menjabat menteri keuangannya. Menantu-Mertua ini lagi di puncak pertaruhan. Disorot seluruh dunia.
Berat Albayrak belum pernah teruji. Ia lulus dari universitas yang tidak terkenal: Pace University, New York. Di bidang manajemen. Bukan keuangan.
Setahun setelah mengawini putri Erdogan, Berat naik daun. Masuk partai mertuanya: Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Tahun itu juga Berat diangkat menjadi menteri energi.
Tahun 2016 terjadi kudeta. Gagal. Erdogan justru kian populer. Mei lalu Erdogan mengadakan Pemilu. Untuk menepis penilaian ini: Erdogan mulai diktator. Bermodal kepopulerannya.
Erdogan memenangi Pemilu itu. Percaya dirinya kian tinggi. Berat ia angkat menjadi menteri keuangan.
Hari pertama pengumuman kabinet itu negatip: Lira turun 3 persen. Sejak itu Lira turun terus. Apalagi sejak Wikileak mengungkap dokumen yang terkait bisnis Berat.
Reaksi Berat sangat frontal: menggugat media yang ikut menyiarkannya. Bahkan Wikipedia dilarang di Turki. Sejak itu Lira terus merosot. Pasar tidak percaya kemampuan Berat di bidang keuangan.
Permusuhan dengan media terus berlangsung. Dua hari lalu 300-an media online diperiksa. Dianggap ikut memerosotkan Lira.
Ujian bagi sang menantu kini kian berat. Akankah Berat bisa mengatasinya? Dengan dukungan orang kuat seperti mertuanya? Kita tunggu kekuatan riilnya. Bukan hanya kekuatan populisnya. Dan mertuanya.
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews