Untuk berempati atau bersimpati saja mereka pilih-pilih, seakan nurani atau mata hatinya tidak berfungsi dengan baik. Kalau tidak bisa berempati atau bersimpati terhadap suatu tragedi atau suatu kejadian yang sudah melebihi batas-batas kemanusiaan, lebih baik diam atau tidak berkomentar yang malah akan memancing suatu perdebatan.
Seperti kejadian gugurnya lima anggota Densus. Jasadnya diinjak-injak dan badanya penuh luka sayatan atau tusukan. Sampai-sampai pihak kepolisian melarang pihak keluarga untuk tidak membuka kain kafannya karena ditakutkan akan membuat trauma pihak keluarga akibat jasadnya rusak. Jadi pihak keluarga anggota Densus tidak bisa melihat jenazah, karena wajahnya penuh luka sayatan. Tentu ini bukan ingin mendramatisir.
Tetapi, justru ada pihak-pihak yang susah untuk berempati atau simpati, menuduh atau menyebar berita yang bersifat fitnah, bahwa kejadian di Mako Brimob itu adalah konsprirasi, settingan, sandiwara atau pengalihan isu. Kalau ada orang yang berpendapat seperti itu mungkin ada syaraf-syaraf otak yang mengalami syaraf kejepit atau syarafnya "konslet".
Tuduhan itu itu timbul,mungkin orang-orang itu terlalu sering baca "novel" atau "buku" dan menonton "film" tentang teori "konsprirasi". Bukan membaca atau menonton secara kritis, malah otaknya terpengaruh oleh sesuatu bacaan tadi. Mirip orang-orang yang di doktrin atau cuci otak paham radikal,otaknya tidak bisa berfikir secara baik.
Atau tuduhan "pengalihan Issue", bagaimana bisa pengalihan issue sedangkan media massa baik media cetak atau media televisi atau media sosial dikuasai oleh swasta, bukan oleh pemerintah. Bahkan banyak media massa atau televisi yang berbeda pandangan dengan pemerintah karena banyak media massa atau televisi yang di kuasai oleh para politikus.
Kecuali negara ini negara otoriter yang membungkam media massa atau televisi, seperti pada massa orde baru, tudingan pengalihan isu bisa masuk akal. Bukan pengalihan issue tetapi mencari-cari issue untuk kepentingan politik.
Tuduhan-tuduhan itu berseliweran di dunia sosial atas kejadian di Mako Brimob. Malah jadi bahan komoditas politik.
Terkadang memang aneh di masyarakat kita, suatu bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir atau longsor yang menimbulkan korban jiwa, bukan berempati atau bersimpati atas musibah atau bencana, malah menuduh bahwa itu sebagai "hukuman atau azab" dari Tuhan. Seakan mereka seperti nabi-nabi baru yang mendapat mandat atau wahyu,untuk menyampaikan berita itu.
Yang paling gila dan "koplak", saking bencinya kepada pemerintah, wa bil khusus kepada Jokowi, ada segelintir manusia yang setiap harinya memelototi angka-angka, berharap Rupiah jatuh ke titik nadir, berharap bakal terjadi "chaos" seperti Krismon 1998, dan dari "chaos" itu kemudian berharap pemerintah berganti. Kalau tidak percaya, amati saja linimasa media sosial.
Masyarakat kita sudah terbelah karena perbedaan pandangan atau pilihan politik, tetapi kalau suatu tragedi atau kejadian yang butuh rasa empati atau simpati, masih terbelah, berarti ada sesuatu yang tidak beres pada otak kita.
Rasa kemanusiaan adalah sifat dasar manusia, maksudnya manusia mudah iba atau timbul rasa empati kalau melihat sesuatu yang dianggapnya sudah melebihi batas kemanusiaan. Tetapi kalau rasa empati timbul tetapi masih memilih-milih itu sesuatu yang agak aneh.
Kemanusiaan atau rasa empati timbul tidak memandang suku, aliran politik atau pilihan atau faktor agama dan keyakinan. Kecuali rasa kebencian menyelimuti otak dan pikiran kita.
Tuhan memberi microchip kepada setiap manusia,yaitu "nurani", nurani tak ubahnya seperti radar yang sangat sensitif dan radar paling canggih yang tidak mengenal jarak,jangkauannya tidak terbatas. Nurani ini bisa menangkap apa yang ada pada diri setiap orang. Ia selalu berkata benar,sekalipun dengan diri sendiri.
Ketika seorang menjadi "saksi" di pengadilan, nuraninya lebih tahu terlebih dahulu, apakah yang di ucapkan dalam pengadilan itu bohong atau benar, ketika menjadi saksi.
Itulah hebatnya mata hati atau nurani. Kalau merpati tidak pernah ingkar janji, maka nurani tidak pernah salah, ia akan selalu berkata pada kebenaran.
Apakah nurani kita sedang bermasalah? Sering-seringlah diajak bicara nurani itu, supaya nurani kita tetap sehat. Jangan sampai diri kita dikendalikan hawa nafsu semata, tetapi nurani juga menjadi penunjuk arah, supaya tidak tersesat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews