Bisakah pangkat di militer dilupakan kalau sudah menjadi sipil?
Jawaban normatif tentu bilang bisa. Secara normatif mereka kembali jadi rakyat biasa. Ya, itu secara normatif, kata-kata mutiara. Tapi untuk masyarakat kita yang masih feodalis, untuk masyarakat kita yang sejak dari perang kemerdekaan kepangkatan di tentara itu jadi simbol sosial.
Buktinya, para mantan Jenderal masih merasa perlu menempelkan Letnan Jenderal ( purn) di deratan namanya. Eeee... kok sersan purnawirawan tidak menulis pada kartu namanya Sersan (purn ) Mukidi, umpamanya.
Tulisan ini muncul karena banyak meliter sekarang mau beralih profesi jadi politikus. Semua tingkat jabatan mau ikut berebut dengan kalangan sipil. Mulai dari RI-1 sampai lurah.
Dahulu di zaman Pak Harto berkuasa, memang ada jatah untuk segala level, kecuali RI-1. Dan jatah itu sudah ada pembagiannya, umpama kalau Mayjen untuk Gubernur, Kolonel untuk Bupati, Sersan Mayor untuk Lurah, dan seterusnya.
Sekarang di "jaman now", pertandingan free for all, bisa-bisa Mayor jadi Presiden, Jenderal jadi wakilnya. Sah-sah saja karena semua toh sudah jadi sipil.
Apa tata krama masyarakat kita bisa menerima? Kok rasanya sulit.
Mari kita lihat didunia luar!
JF Kennedy ke luar dari US Navy dengan pangkat Letnan, dan terjun ke politik. Lima belas tahun kemudian jadi Presiden. Begitu juga George Bush (senior), Letnan penerbang pesawat tempur Navy jadi presiden, George Bush (junior ) pilot penjaga pantai, pada umur yang sangat muda, jadi Presiden juga.
Negara tetangga kita, Lee Hsien Loong karir militernya hanya sampai Brigjen, terjun ke politik dan jadi PM Singapura, membawahi komandannya yang berpangkat Jenderal. Sampai saat ini dia biasa dipanggil Brigjen Lee.
Bagi masyarakat negara maju hal ini tidak aneh. Mereka biasa menerima, di kantor jadi bos di luar teman . Hari ini jadi manager besok jadi sopir taxi, itu biasa bagi mereka.
Pertandingan antara jenderal yang kawakan dengan anak muda sipil sudah pernah terjadi. Anak muda menang telak.
Sejak itu kelihatan beberapa jenderal agak ragu mau terjun kepolitik.
Sekarang ramai lagi, jenderal ikut pilkada. Beberapa lembaga survey mengatakan ada jenderal yang mungkin menang, ada pula yang cuma dapat dua atau tiga persen saja.
Di lembaga swasta, apalagi asing sudah banyak contoh, di mana metokrasi lebih utama dari senioritas.
Ingat dahulu ibu Rini Soemarno umur 30 tahun sudah jadi Vice President City Bank, kemudian berturut-turut jadi Presdir BCA dan Astra.
Untuk militer dan birokrasi pemerintah kelihatan masih lama. Masih urut kacang istilahnya. Tunggu si boss pensiun dahulu baru bisa naik pangkat.
Inti dari tulisan ini sebetulnya ingin melihat, apa mungkin Gatot Nurmantyo jadi wapresnya Agus Harimurti Yudhoyono. Toh dua-dua nya sudah sipil.
AHY punya kualifikasi akademis mungkin lebih dari GN dan punya partai pendukung yang kuat, sedang GN hanya kaya pengalaman di militer.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews