Kaos Kaki Rombeng Sang Penebas Korupsi

Minggu, 25 Maret 2018 | 11:12 WIB
0
1213
Kaos Kaki Rombeng Sang Penebas Korupsi

Di dalam mobil saat perjalanan dari hotel di Padang, Sumatera Barat, menuju Bandara Internasional Minangkabau, Jumat, 23 Maret 2018 lalu, pandangan mata saya tak sengaja tertumbuk pada kakinya. Senyum kecut pun lantas tersungging di bibir saya. Refleks, saya nyalakan kamera smartphone. Dengan berpura-pura membaca sesuatu di layar smartphone, aksi candid pun saya praktikkan. Dan, tertangkaplah foto kaos kaki ini.

Tak perlu banyak narasi untuk menjelaskan betapa menyedihkannya kondisi kaos kaki ini. Dan, kaos kaki rombeng ini dikenakan oleh Abraham Samad. Ya, Abraham Samad yang sosoknya pernah amat fenomenal, saat memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011 – 2015.

Saya sebenarnya mencoba pula untuk mencari tahu merek sepatu yang Abraham Samad gunakan. Sebab, saya tak melihat Abraham mengenakan sepatu branded dan saya yakini harganya pun tidak menyentuh angka tujuh digit. Namun, kerja investigasi saya urusan sepatu ini tak berhasil. Walau hati saya pun sedikit nelangsa. Sepatu yang saya pakai cukup favorit di kalangan penggemar sneakers, buatan Jerman berlogo tiga garis.

Itulah salah satu pengalaman mencengangkan saya saat menemani Abraham Samad ke Padang beberapa waktu lalu. Abraham diundang menjadi pembicara pada sebuah seminar motivasi di kampus Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Memang, sejak Desember tahun lalu, saya lumayan sering reriungan dengan Abraham untuk bertukar pikiran banyak hal tentang kebangsaan.

Untuk urusan kaos kaki rombeng, saya tak enak menanyakannya kepada Abraham. Namun, saya amat meyakini bahwa itu bukan soal pencitraan. Sebabnya mungkin begini. Di Padang, Abraham berjumpa dengan seorang kawan. Di dalam mobil, usai obrolannya dengan sang kawan, Abraham bertanya kepada saya, berapa harga sepatu yang dikenakan kawannya itu.

Saya langsung tanya mbah Google. Ada beberapa harga sepatu berlogo dua garis hijau-merah itu. Namun, saya meyakini, kawan Abraham tak mungkin rasanya memakai sepatu branded dengan kualitas KW. Harga yang saya dapatkan adalah 520 US dollar.

Dengan enteng, Abraham berkata kepada saya, “Rasanya tak habis pikir juga memakai sepatu seharga tujuh jutaan rupiah, cuma untuk injak-injak tanah.” Langsung pecah tawa saya mendengar Abraham berujar seperti itu.

Menjadi Dekat

Sejatinya, belum terlalu lama saya mengenal Abraham Samad. Saat dia masih menjadi pimpinan KPK, saya sama sekali tidak pernah berhubungan dengan Abraham. Perkenalan pertama kami adalah ketika program “A1 Setengah” di Trans7 mengundang Abraham sebagai bintang tamu. Akrab kami berbincang di ruang VIP, saat menunggu syuting dimulai.

Setelah perkenalan itulah kami menjadi luamyan dekat. Bertukar kabar via whatsapp, atau menyampaikan keprihatinan terhadap perjalanan bangsa, sering kami lakukan. Lalu, pada 5 Desember tahun silam, kami pun berjanji makan siang. Di sebuah restoran di kawasan Cikini, Jakarta, Abraham pun menjelaskan banyak hal ihwal keprihatinannya terhadap agenda pemberatasan korupsi di Indonesia. Menurut dia, masih ada banyak pe-er yang harus dikerjakan untuk menumpas praktek korupsi di Tanah Air.

Sejak jamuan makan siang itulah, saya menjadi cukup sering bersirobok dengan Abraham Samad. Saya pun makin mengenal dekat sosok manusia Makassar kelahiran November 1966 ini. Yang ada di kepalanya adalah upaya menyebarkan VIRUS INTEGRITAS kepada segenap anak bangsa. Karena itu, Abraham amat rajin berkeliling Indonesia untuk memaparkan ide dan pemikirannya tentang kebangsaan, utamanya pemberantasan korupsi.

Di Padang

Saya amat yakin dengan pemikiran Abraham Samad soal pemberantasan korupsi ini. Tapi, saya belum begitu yakin kalau dia mampu menyihir ribuan mahasiswa saat memberikan ceramah motivasi pemberantasan korupsi.

Karena itulah, saat Abraham mengontak saya dan mengatakan akan ceramah di dua kampus di Padang, saya menyodorkan diri untuk ikut menemaninya ke Padang. Abraham pun meng-oke-kan. Saya jadi punya kesempatan untuk melihat langsung bagaimana dia memamparkan pemikirannya tentang persoalan kebangsaan. Apakah Abraham mampu memikat hati para mahasiswa, generasi kids zaman now?

[caption id="attachment_13188" align="alignleft" width="384"] Abraham Samad dengan mahasiswa (Foto: Teguh Satyawan Usis)[/caption]

Di bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Minangkabau (BIM), banyak yang menyapa Abraham. Artinya, masih cukup banyak masyrakat yang mengenal Abraham. Pun, tetap juga ada beberapa orang yang meminta kesediaan Abraham untuk foto bersama. Dengan takzim, Abraham memenuhi permintaan foto bareng.

Dalam perjalanan dari BIM menuju hotel, Abraham mengajak singgah minum kopi. Saya menawarkannya untuk mencicipi es kopi milo (kopmil) yang terkenal di Padang. Ternyata, Abraham amat menyukai minuman ini. Dua gelas es kopmil dia habiskan.

Jika urusan kaos kaki tadi membuat saya tercengang, sebenarnya ketertegunan pertama saya dalam menemani Abraham ke Padang adalah ketika check in di hotel. Dia bertanya kepada saya, apakah saya tidak keberatan untuk berbagi kamar dengannya. Saya katakan tidak keberatan, asalkan dia pun tidak keberatan dengan irama dengkur saya yang amboi sekali merdunya. Akhirnya, kamar Abraham – yang disediakan semula oleh panitia seminar adalah kamar suite king size – berganti menjadi kamar superior twin bed. Dan, entah mimpi apa, saya pun tidur sekamar dengan pejuang antikorupsi yang tak kenal takut ini.

Tibalah ke saat saya harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana sambutan mahasiswa kepada Abraham. Di kampus UNP, saat Abraham memasuki auditorium, MC menyambut Abraham. Riuh tepuk tangan mahasiswa terdengar membahana. Ketika giliran Abraham memaparkan pemikirannya, audiens hening menyimak. Dan, saat sesi tanya jawab, sebagian besar pertanyaan tertuju kepada Abraham, ketimbang kepada dua narasumber lain.

Momen paling mengesankan di UNP adalah seusai acara. Abraham kesulitan keluar auditorium lantaran tak henti-hentinya mahasiswa ingin berfoto atau pun berswafoto dengannya.

Beringsut maju sedikit, sudah dicegat 4-5 orang mahasiswa yang sudah siap dengan kamera smartphone masing-masing. Saya sengaja menghitung waktu: 37 menit usai turun panggung, barulah Abraham bisa mencapai pintu keluar auditorium.

Lalu, bisakah kami segera bergegas memasuki mobil, karena mahasiswa di UIN Imam Bonjol juga sudah menanti? Oooo... ternyata tidak. Sebab, di lobi auditorium sudah menunggu lebih dari 10 jurnalis. Abraham pun dengan ceria dan tenang meladeni pertanyaan para jurnalis. Saya hitung waktu lagi: 21 menit Abraham menjawab jurnalis.

Barulah kami menuju UIN. Di auditorium UIN, ribuan mahasiswa sudah menyemut. Sulit rasanya bisa masuk ke dalam auditorium, apalagi karena pintu masuk dan keluar cuma satu. Dan, saya pun akhirnya menyerah. Saya biarkan saja Abraham berceramah di auditorium, sementara saya menikmati dua gelas es cappuccino cincau di warung di belakang auditorium UIN.

Acara di UIN berakhir pukul 17.15. Kami pun berencana kembali ke hotel. Namun, rupanya Abraham sudah terlanjur cinta kepada es kopmil. Dia pun mengajak singgah ke warung kopmil Om Ping, yang letaknya hanya sepelemparan batu dari hotel tempat kami menginap. Kembali Abraham meneguk habis dua gelas es kopmil.

Berjumpa Jurnalis Padang

Cuma sempat mandi dan berganti baju di kamar hotel, Abraham lalu saya ajak menjumpai jurnalis Padang di sebuah rumah makan. Acara ini memang sudah saya atur sebelum berangkat ke Padang, dengan meminta bantuan seorang kawan lama jurnalis di Padang.

Taksiran saya, paling banyak cuma sepuluh jurnalis yang memenuhi undangan bertajuk “Abraham Samad Maota Kebangsaan Jo Jurnalis Padang” ini. Ternyata, saya menyepelekan kharisma Abraham di kalangan jurnalis Padang: yang tiba di rumah makan sebanyak 28 orang jurnalis.

[caption id="attachment_13189" align="alignright" width="544"]

Abraham Samad dengan jurnalis Padang (Foto: Teguh Satyawan Usis)[/caption]

Mengalirlah obrolan Abraham dengan para jurnalis di Padang. Dia kembali mengingatkan ihwal integritas sebagai kata kunci melenyapkan korupsi di Indonesia. Abraham menekankan pentingnya soal integritas ini sejak usia dini, melalui pendidikan formal maupun pendidikan di keluarga. Dia mencontohkan pendidikan di Finlandia dan Kobe, Jepang. “Di sana, sejak anak usia PAUD, bukan membaca dan berhitung yang diutamakan. Mereka diberikan permainan, yang di dalamnya berisikan nilai-nilai integritas seperti kejujuran,” tuturnya.

Abraham berilustrasi, seorang anak usia dua tahun yang sudah ditanamkan nilai-nilai integritas, lalu kepadanya nanti akan ditanyakan tentang korupsi. “Saya berdoa agar diberi umur panjang oleh Allah. Nanti, 50 tahun lagi, saya akan tanyakan kepada anak usia dua tahun tadi: ‘Apakah di negerimu masih ada korupsi’? Lantas, si anak yang sudah berumur 52 tahun itu menjawab: ‘Korupsi? Makhluk apa itu korupsi’?” papar Abraham.

Ada juga jurnalis yang memancing Abraham soal Pilpres 2019. Memang, di sejumlah kesempatan, termasuk usai berceramah di UNP, pertanyaan ihwal kesediaan Abraham berlaga di Pilpres 2019, sudah mulai muncul ke permukaan. Tapi, dengan idiom “jika takdir menjemput” Abraham pun menjelaskan isu majunya dia ke Pilpres dengan diplomatis. “Saya sudah mewakafkan diri saya untuk memberantas korupsi. Bisa di dalam, bisa juga dari luar,” katanya menutup rangkaian diskusi dengan jurnalis Padang.

Akankah si pemilik kaos kaki rombeng ini kembali dilirik sejumlah pihak untuk memimpin bangsa Indonesia, seperti halnya pada Pilpres 2014 silam? Saya pun bersetuju dengan Abraham: semua ini urusan takdir.

***

Editor: Pepih Nugraha