Pelecehan bukan hanya semata-mata di bidang seksual. Tapi bisa merambah keseluruh ruang hidup manusia. Antara lain, melecehkan orang sakit atau orang yang mengalami gangguan kesehatan, maupun yang memiliki kekurangan fisik.
Ironisnya, ketika terjadi pelecehan oleh anak-anak terhadap orang yang termasuk kategori di atas, orang-orang dewasa hanya ikut menonton, bahkan ketawa-tawa, seakan sedang menonton pertujukan lawakan.
Dan yang paling menyedihkan adalah ketika orang tua anak juga hadir di sana dan sama sekali tidak menegor, malahan ikut menikmati "permainan " anak-anak mereka.
Meniru Gerakan Orang Pincang
Ketika ada orang yang mengalami cidera pada kakinya sehingga berjalan timpang, di belakangnya ada 2 orang anak yang menirukan gayanya yakni berjalan oleng ke kiri dan ke kanan. Orang-orang dewasa yang berada di sekitarnya, sama sekali tidak berusaha menegor, malahan orang tua anak-anak tersebut yang tampak sibuk bermain dengan ponselnya, bersikap cuek. Seakan hal tersebut adalah hal yang biasa saja.
Malahan ketika saya menegor anak-anak tersebut, semua mata memandang ke arah saya, sepertinya saya sudah melakukan sesuatu yang salah langkah, yakni menghentikan "tontonan" menarik bagi mereka. Wanita yang mengalami gangguan pada kakinya, menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang. Tampak wajahnya sedih dan berkata "Ibu sakit, Nak, bukan lagi main main. Tidak baik mengolok-olok orang tua".
Suaranya terdengar bergetar, saking menahan rasa sedih dijadikan olok-olokan oleh anak-anak. Dan hal tersebut terjadi diruang tunggu keberangkatan di Bandara Soetta. Orang-orang asing yang juga duduk di sana, tampak mengelengkan kepala dengan wajah tidak enak dipandang.
Hanya Salah Satu Contoh
Hal tersebut hanyalah salah satu contoh nyata betapa telah terjadi pembiaran oleh orang-orang dewasa, bahkan orang tua anak sendiri terhadap pelecehan yang dilakukan oleh anak-anak. Pembiaran berarti membolehkan, bahkan dapat juga dimaknai "merestui".
Maka dalam diri anak-anak tertanam bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar atau setidaknya tidak salah. Meniru gaya orang timpang, meniru gaya orang gagap berbicara, bahkan meniru gaya orang yang parkison, dianggap sebagai lelucon yang menarik hati.
Akibatnya ketika mereka dewasa, apa yang tertanam dalam diri mereka sudah tidak dapat diubah lagi karena sudah mendarah daging dalam diri mereka. Ibarat sebuah cabang, kalau sejak dari masih muda sudah dibengkokkan, maka ketika sudah tumbuh menjadi dahan yang besar, tidak lagi mungkin untuk diluruskan kembali.
Kalau Saya Tidak Dapat, Maka Orang Lain Juga Tidak Boleh Memilikinya
Di kampung saya setiap liburan panjang maka pada waktu dulu diisi oleh anak-anak sekampung dengan adu layangan, dengan menggunakan "benang gelas" yakni benang yang diolesi dengan serbuk kaca yang sudah diaduk dengan lem. Ketika ada layangan yang putus, maka tanpa ada yang komando, anak-anak berlarian mengejarnya. Tanpa memperdulikan keselamatan diri mereka maupun pengguna jalan lainnya.
Bila salah satu dari anak-anak tersebut mendapatkan layangan putus tersebut, maka jangan harap ia akan dapat memilikinya. Karena entah siapa yang memberi komando. Layangan yang sudah berhasil diperolehnya, direbut ramai ramai oleh anak-anak lain. Kemudian saling tarik menarik, hingga layangan tersebut hancur.
Semua anak-anak puas, karena tidak seorangpun yang memilikinya. Dan orang-orang dewasa yang menonton keramaian tersebut, hanya tersenyum seakan menyaksikan petunjukan menarik. Oleh karena itu, bila kelak ketika dewasa dalam diri anak anak sudah tertanam "bila saya tidak dapat memiliki, maka tidak ada orang lain, yang boleh mendapatkannya".
Refleksi Diri
Sifat melecehkan orang lain dalam berbagai cara dan sikap iri hati yang di kedepankan sejak masih kanak-kanak, akan menjadi kebiasaan bila mereka kelak menjadi dewasa akibat dari pembiaran orang orang dewasa. Mungkin hal ini dapat menjadi renungan diri bagi kita agar jangan sampai terjadi pembiaran semacam itu dalam lingkungan keluarga kita.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews