Ahok mengajukan Paninjauan Kembali atas kasusnya. MA memutuskan berkas PK Ahok diterima, selanjutnya akan disidangkan.
Kita tahu, PK adalah pintu terakhir untuk pencari keadilan. Dengan demikian, apapun yang akan diputuskan dalam sidang PK nanti, itu merupakan keputusan final.
Biasanya orang mengambil langkah PK, setelah keputusan Pengadilan Negeri lalu banding ke Pengadilan Tinggi dan berlanjut ke kasasi MA. Peluang pencarian keadilan masih terbuka apabila dirasa semua keputusan itu belum memberikan rasa adil. PK Mensyaratkan adanya bukti baru (novum) atau juga indikasi terjadinya kekhilafan keputusan hakim.
Tapi berbeda dengn Ahok. Ahok tidak melakukan banding setelah diputus 2 tahun penjara oleh pengadilan negeri. Dia menerima keputusan itu dan sekarang langsung mengajukan PK. Secara prosedut hukum tentu dibolehkan, sebab PK diajukan apabila keputusan dianggap sudah tetap.
Jadi PK semacam langkah korektif atas keputusan yang sudah dianggap tetap.
Bagaimana peluang dikabulkan permohonan PK Ahok terhadap perkaranya?
Setidaknya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, adakah bukti baru yang diajukan pengacara Ahok. Banyak orang memperkirakan bahwa bukti baru yang diajukan adalah keputusan persidangkan yang menyatakan Buni Yani bersalah atas kesalahannya mengedit video dan menayangkan pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang akhirnya menjadi sumber protes.
[irp posts="11396" name="Mengapa Banyak Orang Ketar-ketir saat Ahok Ajukan PK?"]
Logikanya, jika yang menayangkan video itu dinyatakan bersalah, maka otomatis Ahok yang ditersangkakan berdasarkan pidato dalam rekaman itu, bisa dianggap tidak bersalah. Hanya saja, rasanya bukti baru itu belum bisa dijadikan pegangan kuat, karena Buni Yani sendiri mengajukan banding atas perkaranya. Artinya bukti baru yang mungkin diajukan belum berkekuatan hukum tetap.
Faktor kedua adalah terjadinya kekhilafan hakim dalam memutuskan perkara. Saya rasa disinilah kekuatan yang bisa diajukan pihak Ahok. Jika pengacara Ahok dapat membuktikan faktor-faktor kekhilafan, seperti diabaikannya pertimbangan saksi ahli yang meringankan dalam pertimbangan putusan dan digunakannya pasal 156a dalam putusan padahal JPU menuntut Ahok hanya dengan pasal 156.
Di sinilah akan banyak diuji kembali perkara yang pernah disidangkan. Apakah benar telah terjadi kekhilafan dalam proses mengambilan keputusan. Apalagi kita tahu, proses pengadilan Ahok bisa saja dipengaruhi oleh tekanan-tekanan politis yang membuat sebuah keputusan menjadi bias.
Ada tiga hakim yang akan menangani PK Ahok kali ini. Ketiganya pernah menangani kasasi Jessica, yang dikenal dengan kasus Kopi Sianida.
Dalam kasus PK kali ini, ketua majelis hakimnya adalah Artijo Alkostar dengan anggota Salman Luthan dan Sumardijatmo. Kita tahu Artijo dikenal sebagai hakim yang sering memberikan hukuman berat kepada pelaku koruptor. Bahkan, beberapa kasus koruptor yang maju kasasi, ampun-ampunan jika sidangnya dipimpin oleh Artijo. Mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq, Anggelina Sondakh atau Akil Muhtar pernah merasakan kerasnya palu Artijo.
Sementara Salman Luthan adalah hakim yang berani berbeda pendapat dengan hakim MA lainnya dalam kasus Prita Mulyasari. Ibu-ibu yang ditersangkakan karena menulis surat pembaca mengkritik layanan sebuah rumah sakit ini, menurut hakin Salman Luthan tidak bersalah, sementara hakim lainnya menyatakan bersalah.
[irp posts="12779" name="Ketika Satu Persatu Situs Peninggalan Ahok Digusur dan Dirubuhkan"]
Salman sendiri bukanlah hakim karir. Dia sebelumnya dikenal sebagai akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalam sidang PK kasus pembunuhan Munir, ketika hakim lain memutuskan untuk mengurangi hukuman terhadap Pollycarpus, Salman Luthan berpendapat berbeda.
Sedangkan Sumardijatmo sebelum melangkah ke MA adalah hakim tinggi pada PN Bandung. Sumardiatmo adalah hakim yang memutus bersalah Sumanto, lelaki cihui pemakan mayat itu.
"Tentang keilmuan, Bapak cukup berpengalaman. Tapi ilmu dan pengetahuan linear begitu saja. Kalau tidak membuat terobosan ya begitu-begitu saja," kata komisioner Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman dalam proses wawancara seleksi hakim MA kepada Sumardijamo, yang waktu itu sebagai kandidat.
Nah, di tangan ketiga hakim inilah, masa depan Ahok akan ditentukan.
"Mas, kalaupun Ahok diputus bebas pada sidang PK, Kang Abu Kumkum tidak mungkin dukung dia jadi Wapres?"
"Emang kang Kumkum mendukung siapa Mbang?"
"Mardani, mas?"
"Alasanya apa, kok dukung Mardani?"
"Karena deket dari rumah ibunya mas. Ibu Kang Kumkum kan, di Cempaka Putih. Kalau mau ke Mardani, dia jalan kaki juga sampe..."
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews