Cara Partai Berkarya dan PSI Memasarkan Partai Politiknya

Minggu, 11 Maret 2018 | 21:30 WIB
0
868
Cara Partai Berkarya dan PSI Memasarkan Partai Politiknya

Pekan lalu jagat media dikejutkan oleh berita bergabungnya Pollycarpus Budihari Priyanto, orang yang terlibat dalam pembununuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, sebagai anggota Partai Berkarya yang didirikan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, putera Presiden Ke-2 RI Soeharto. Menjadi lebih seru karena sebelumnya sudah ada Muchdi PR yang bergabung di Partai Berkarya.

Sekadar mengingatkan, nama Muchdi PR dan Pollycarpus pernah menjadi “satu paket” pemberitaan nasional dan internasional terkait kasus terbunuhnya Munir. Muchdi PR telah menampik tudingan itu dan lolos dari jerat hukum. Tetapi tidak demikian dengan Pollycapus yang harus mendekam selama 8 tahun di LP Sukamiskin sebelum akhirnya mendapatkan status bebas bersyarat.

Sebagaimana telah ditulis PepNews! sebelumnya, baik Pollycarpus mapun Muchdi PR tidak akan menjadi berita yang menggemparkan jika keduanya masuk ke partai yang bukan Tommy Soeharto bikin. Menjadi seksi untuk diberitakan karena masa lalu Tommy yang pernah disangkut-pautkan dengan terbunuhnya Hakim Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita yang tewas ditembak.

Maknanya, "triumvirat" Muchdi-Pollycapus-Tommy menjadi magnet pemberitaan karena jejak masa silam ketiganya dalam satu kata kunci, "pembunuhan".

Timbul pertanyaan, apakah ketiga tokoh berkumpul dalam satu partai politik merupakan sebuah "marketing" jitu dengan maksud Partai Berkarya bikinan Tommy Soeharto ini langsung dikenang, diingat, dan mendapat tempat di hati masyarakat? Bagi Tommy, kalau sekadar mau mengiklankan partainya di media manapun bisa saja, dengan dana berapapun. Tetapi, apakah cara beriklan di media massa atau elektronik itu efektif atau malah mendapat reaksi negatif alias mendapat penolakan dari publik?

[irp posts="11946" name="Terpidana Pembunuh Munir Ini Jadi Kader Partai Pimpinan Tommy"]

Dengan cara pemberitaan yang demikian gencar pada pekan lalu dan mungkin masah akan ditindaklanjuti investigasi majalah sekaliber Tempo, Partai Berkarya mendapatkan pemasaran gratis tanpa harus memasang iklan. Artinya selain Tommy Soeharto yang memang menjadi magnet pemberitaan, Pollycarpus dan Muchdi PR itu sendiri sebagai pemasar iklan sekaligus bintang iklan bagi Partai Berkarya.

Tapi, benarkah keuntungan Partai Berkarya dengan menerima keanggotaan Pollycarpus hanya sebatas upaya  marketing belaka? Tidakkah diperhitungkan citra negatif yang masih melekat baik pada diri Pollycarpus, sebagaimana juga terhada Muchdi maupun Tommy? Apa keuntungan Partai Berkarya dengan mendapatkan Pollycarpus sebagai anggota?

Kalau Muchdi PR, bolehlah, karena dia mantan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) yang tentu informasi ekslusif yang dimilikinya, lobi tingkat tinggi dan daya tembus diplomasinya sangat dibutuhkan Partai Berkarya. Lagi pula pengadilan tidak atau belum bisa membuktikan dia terlibat.

Tetapi apanya yang didapat Partai Berkarya dengan "memelihara" seorang Pollycarpus?

Sekadar mengingatkan kembali, Pollycarpus adalah terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang mendapatkan pembebasan bersyarat, Sabtu 29 November 2014 lalu. Ia mendekam di LP selama 8 tahun dan tetap bersikukuh bahwa dirinya bukan pelaku pembunuh Munir. Sebuah penyangkalan yang menyisakan pertanyaan; siapa pembunuh Munir sesungguhnya?

Pollycarpus juga bukan mantan pejabat teras seperti Muchdi PR. Ia "hanya" mantan pilot Garuda Indonesia yang divonis 14 tahun penjara setelah dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus meninggalnya Munir. Setelah menjalani masa tahanan selama 8 tahun, ia bebas bersyarat sejak 28 November 2014.

Praktis tidak ada "nilai lebih" atau "nilai jual" seorang Pollycarpus kecuali dia pernah menjadi news maker atas keterlibatannya dalam pembunuhan Munir.

Kekayaan atau ukuran kebendaan pun boleh dibilang tidak punya, wong "Partai Cendana" yang lolos sebegai peserta Pemilu 2019 ini sudah kaya dengan sendirinya dan tidak memerlukan materi apapun dari Pollycarpus.

Jawabannya masih teka-teki besar dan mungkin hanya Tommy sendiri yang tahu.

Jual tampang

Lain Partai Berkarya lain Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dibesut anak-anak milenial. Partai pimpinan Grace Natalie, mantan presenter, yang lolos Pemilu 2019 ini langsung mem-branding dirinya sebagai "Partai Milenial" yang dengan sendirinya membuat gerah Partai Gerindra. Soalnya, selama lima 6-7 tahun terakhir ini, Partai Gerindra identik dengan partainya anak-anak zaman now alias milenial.

[irp posts="11990" name="Kritik atas Kritik, Raja Juli Antoni Good Boy" Baru Kekuasaan"]

Ada "pangsa pasar" yang terenggut yang selama ini dipegang Gerindra. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Prabowo Subianto demikian menaruh perhatian pada anak-anak muda ini sejak awal pendirian partainya. Anak-anak muda ini banyak yang jebolan S1 maupun S2 dari luar gegeri dan beberapa di antaranya menjadi pengurus. Hanya saja, Gerindra kurang memasarkan kelebihan ini, meski tetap saja di antara parpol yang ada dan ikut Pemilu 2014, Gerindra boleh dibilang partainya anak-anak muda.

Jelas sudah, kehadiran PSI membuat meradang petinggi Gerindra, sebagaimana dirunjukkan Fadli Zon yang demikian benci PSI. Bukan karena nama PSI yang merupakan singkatan partai yang pernah didirikan ayahanda Prabowo Subianto dipakai, melainkan juga sepak-terjang PSI dalam mempromosikan sekaligus memasarkan partainya.

Kalau Gerindra memosisikan dirinya sebagai oposisi, tidak demikian dengan PSI. Ia langsung menjadi "kecebong" dengan menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo, hal yang sama dilakukan Perindo pimpinan Harry Tanoesoedibjo, bahkan kedua partai ini pernah sama-sama sowan ke Istana.

Jelas, Gerindra dan juga PKS tidak banyak berharap dari partai-partai baru yang berhak pemilu seperti PSI dan Perindo. Pun Partai Berkarya yang berhak pemilu, belum menyatakan diri apakah ikut menjadi "kecebong" juga atau ikut barisan oposisi. Kalau ikut barisan oposisi, di sana Tommy mau tidak mau berinteraksi lagi dengan Prabowo Subianto.

Selain tagline "Milenial" yang diambil PSI, para pengurus partai ini juga muda, segar, dan good looking-lah dibanding wajah para pengurus teras parpol lainnya yang sudah lama menghiasi media massa. Memang secara kemampuan politik anak-anak milenial di PSI ini belum teruji, tetapi memandang wajah Grace Natalie maupun Tsamara Amany yang suka bergincu menyala ini, mata yang memandang pun minimal menjadi segar kembali. Artinya, politik dan parpol itu tidak identik dengan tua, kusam, dan menyeramkan.

Secara tidak sengaja, ini cara PSI memasarkan partainya juga.

Mana di antara Partai Berkarya dan PSI yang paling berhasil menanamkan kesan kepada publik, masih harus diuji dalam beberapa bulan ke depan.

***