Sudah berapa kali kita melihat, orang yang telah terbukti melakukan korupsi, bahkan membunuh, masih berani mengajukan diri menjadi pejabat publik, bahkan presiden? Di tempat lain, kita juga bisa melihat, bagaimana orang yang suka berbohong, bahkan melakukan pelecehan seksual, justru menjadi pemimpin dari negara terkuat di dunia sekarang ini.
Di dunia bisnis, kita juga bisa melihat hal yang serupa. Pebisnis, yang sudah terbukti melanggar prinsip-prinsip integritas dalam bisnis, masih percaya diri untuk terus menjabat sebagai pemimpin perusahaan, bahkan punya ambisi maju sebagai presiden. Suara dan dukungan dibeli dengan uang, walaupun dengan mengorbankan kehormatan diri dan prinsip-prinsip kehidupan yang luhur. Padahal, yang diwariskan dari sepak terjangnya hanya satu, yakni keteladanan tentang ketidaktahudirian.
Ada juga para pemuka agama yang menggunakan peran sosialnya untuk menyebarkan kebencian dan perpecahan. Mereka menggunakan jubah suci pemuka agama, supaya mendapat dukungan. Padahal sejatinya, mereka teroris penyebar petaka. Lagi-lagi, mereka cukup tak tahu diri untuk terus melakukan hal tersebut, tanpa ada rasa malu sedikitpun.
Yang paling parah mungkin adalah keberadaan para penegak hukum yang tak tak tahu diri.
Mereka dipercaya masyarakat untuk menegakkan hukum seadil mungkin. Namun, mereka justru menyelewengkan kepercayaan tersebut demi menumpuk harta pribadi. Bahkan, mereka melakukannya secara terbuka, seringkali justru bangga dengan sikap tidak tahu diri yang ditunjukkan.
Pertanyaan sederhana pun muncul. Mengapa ada orang-orang yang sungguh tak tahu diri di muka bumi ini?
Tentang Ketidaktahudirian
Orang-orang yang tak tahu diri semacam itu memiliki tiga ciri yang sama.
Pertama, mereka adalah orang-orang yang buta keadaan. Mereka memainkan peran sebagai badut yang haus kuasa, tanpa sadar, bahwa mereka memperburuk keadaan sekitar mereka, dan hidup mereka sendiri. Kerakusan telah membuat mereka buta terhadap makna kehidupan yang sebenarnya.
Dua, dari kebutaan tersebut, mereka memaksakan kehendaknya kepada masyarakat. Ambisi jadi penguasa menutupi akal sehat dan hati nurani yang mereka punya. Segala cara mewujudkan kehendak menjadi kenyataan ditempuh, termasuk cara-cara yang justru mengorbankan integritas mereka sebagai manusia beradab. Masyarakat akan hancur, jika orang-orang yang tak tahu diri ini terus bermunculan, bahkan bertambah jumlahnya.
Tiga, orang-orang yang tak tahu diri hidup dengan waham kebesaran. Mereka merasa lebih hebat dan lebih luhur dari orang-orang lainnya. Dengan cara berpikir ini, mereka ingin berkuasa, dan menindas orang-orang di sekitarnya. Waham kebesaran ini bisa berujung ke banyak petaka, seperti lahirnya penguasa tunggal di dalam politik totaliter yang menghancurkan struktur pemerintahan yang beradab, serta membunuh musuh-musuh politiknya dengan kejam.
Akar Ketidaktahudirian
Ada empat hal yang kiranya terselip di balik mental tidak tahu diri ini.
Pertama, orang dengan mental tak tahu diri memiliki pemahaman yang salah tentang kehidupan. Mereka mengira, mereka bisa menipu dan memanfaatkan orang lain untuk kepentingan mereka. Mereka tak paham, bahwa keberadaan orang lain secara langsung terkait dengan keberadaan mereka. Ketika orang lain rugi dan menderita, merekapun juga rugi dan menderita.
Dua, masyarakat kita memang mengalami krisis keteladanan. Para pemimpin rakyat dan pemimpin agama tidak hidup dengan nilai-nilai moral yang luhur. Sebaliknya, mereka justru hidup dengan berpijak pada kerakusan dan kesombongan. Tak heran, mayoritas generasi muda hanya hidup mengikuti mereka, yakni mencari cara untuk cepat kaya dan bisa memamerkan kekayaannya. Tanpa keteladanan moral yang hidup dari para pimpinan masyarakat, nilai-nilai moral hanya akan menjadi buih debu yang lenyap ditiup angin.
Tiga, di dalam masyarakat yang miskin pemikiran kritis, struktur sosial dan budaya menjadi lemah. Sedikit perubahan akan membawa goncangan besar di dunia sosial. Pengaruh asing yang menyesatkan pun bisa masuk begitu saja, tanpa ada tanggapan kritis dari masyarakat. Di dalam masyarakat semacam ini, orang-orang bermental tak tahu diri bisa terus tampil ke depan, tanpa terkena sanksi sosial apapun.
Empat, di dalam masyarakat munafik, moralitas akan terus dikumandangkan, namun jarang dilaksanakan. Terciptalah masyarakat sakit jiwa yang terbelah kepribadiannya. Orang-orang tak tahu diri menjadi menjamur di dalam masyarakat semacam itu. Dapat pula dikatakan, bahwa mereka adalah anak-anak dari masyarakat munafik.
Keempat hal ini harus disadari sepenuhnya. Perubahan sosial ke arah masyarakat yang lebih adil, makmur, setara dan beradab hanya bisa terjadi melalui kesadaran terhadap keempat akar ketidaktahudirian di atas. Budaya tahu diri memang tidak bisa diciptakan dalam waktu singkat. Namun, upaya mewujudkannya amatlah penting sekarang ini.
Apakah anda tidak muak menyaksikan orang-orang korup, bejat, tukang fitnah, pembunuh, penipu dan penyebar kebencian tampil sok suci di panggung publik?
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews