Saudara Saya Robert Lai (4): Dua Hobi Yang Tak Ketemu

Minggu, 25 Februari 2018 | 10:30 WIB
0
362
Saudara Saya Robert Lai (4): Dua Hobi Yang Tak Ketemu

Pengorbanan Robert Lai untuk saya termasuk di bidang golf. Dia suka sekali main golf. Dia mengurangi banyak sekali hobbynya itu. Selama merawat saya kadang sebulan penuh Robert tidak main golf.

Dia tahu saya tidak main golf. Dia juga tidak berhasil meyakinkan saya untuk mulai main golf. Tapi dia tidak henti-hentinya bercerita tentang menariknya main golf.

Dia tahu apa pun dan siapa pun tentang golf. Kalau lagi ada siaran langsung pertandingan penting golf dunia saya relakan tv di apartemen sepenuhnya menjadi miliknya.

Di Singapura dia pernah dipercaya menjadi direktur lapangan golf terkemuka. Tanah Merah Country Club. Dekat Bandara Changi. Lee Kuan Yew dan anggota kabinetnya sering bermain di situ.

Dia minta waktu mempersiapkan diri satu bulan. Waktu satu bulan itulah dia pergunakan untuk belajar mengelola lapangan golf.

Termasuk belajar di lapangan golf paling terkenal di dunia: The T&A of St Andrew. Di Scotland. Boleh dibilang, kata Robert, St Andrew adalah induknya lapangan golf dunia.

Dia ceritakan bagaimana boneknya dia untuk bisa diterima magang di St Andrew itu.

Dia tahu sebagai orang Asia dia akan diremehkan di sana. Sebagai pemain golf yang bukan kelas dunia Robert bukan siapa-siapa. Apalagi dia tidak kenal siapa pun di golf club itu.

Dia hanya tahu nama CEO-nya dari majalah golf. Padahal golf club St Andrew itu sangat ekslusif.

Tapi hatinya teguh. Harus bisa diterima magang di lapangan golf terbaik dunia. Robert langsung datang ke Scotland.

Dia ketuk pintu kamar kerja pimpinan St Andrew. Dia bilang begini: Nama saya Robert Lai dari Singapura. Saya baru mendapat penugasan memimpin lapangan golf terbaik di Singapura. Bolehkah saya belajar magang di sini?

Dengan gaya sopan Asia-nya, dengan percaya diri Singapura-nya, dan dengan bahasa Inggris aksen Inggris-nya, Robert akhirnya diterima.

Dua minggu Robert magang di St Andrew. Bahkan bisa main golf di lapangan yang menjadi impian semua pemain golf.

[caption id="attachment_11143" align="alignleft" width="539"] Ilustrasi Golf (Foto: Disway.id)[/caption]

Begitu banyak orang bule sekali pun ditolak main golf di situ. Sedang Robert bisa jadi orang dalamnya!

Bisa menggunakan semua fasilitas yang dimiliki St Andrew.

Itu tahun 1985. Nama pimpinan St Andrew saat itu: Michael Bonallack. Saat ini usia Bonallack sudah 83 tahun. Umur Robert sendiri sudah 70 tahun.

Robert bisa berjam-jam bercerita mengenai melegendanya lapangan golf ini. Bagaimana sejarah terbentuknya banker di lapangan golf itu. Bagaimana rumput ditumbuhkan dan dirawat. Bagaimana dia diajari harus bisa mencium aroma tanah di bagian-bagian tertentu lapangan golf itu. Agar tahu apakah petugas perawatan telah memberikan pupuk dan kimia yang benar untuk seluruh rumput di situ.

Setelah dua minggu di St Andrew, Robert lebih percaya diri. Mulailah dia bertugas mengelola Tanah Merah Country Club.

Di situlah dia bisa melihat tokoh tertinggi Singapura, Lee Kuan Yew. Bahkan Robert merasa mendapat beberapa pelajaran hidup dari tokoh tersebut.

Saya juga tahu Robert sangat memuja kehebatan lapangan golf Augusta di Georgia, Amerika Serikat. Begitu kagumnya akan Augusta pernah, sudah lama sekali, Robert ke sana untuk nonton pertandingan paling bergensi di dunia. Dia bisa menceritakan semua aspek lapangan golf di Augusta itu.

Dua tahun lalu saya ajak Robert dan istrinya ke USA. Dia bayar tiketnya sendiri. Kami ingin menemui John Mohn, ayah angkat Azrul Ananda, anak saya.

Kami pun sepakat untuk keliling USA bagian selatan dan timur. Naik mobil. Saya memang baru membelikan John mobil Lexus SUV. Bisa untuk keliling. Yang nyetir bergantian. John dan saya.

Kami keliling dari Indiana ke Memphis, Alabama, Georgia, Carolina, Philadelphia sampai New York.

Dari Atlanta ke Carolina giliran saya yang jadi sopir. Diam-diam saya set peta di mobil untuk mampir di satu tempat.

Tanpa memberitahu Robert maupun John. Mereka mengira dari Atlanta langsung mau ke Columbia di South Carolina.

Setelah dua jam meninggalkan Atlanta saya minggir dan berhenti di gerbang salah satu lapangan golf.

Robert bertanya: mengapa kita berhenti? Di mana ini?

Bertanya begitu sambil matanya jelalatan melihat sekeliling. “Saya seperti kenal tempat ini,” katanya.

Sesaat kemudian dia berteriak: Ini lapangan golf Augusta!

Saya puas bisa membuat kejutan yang menyenangkan untuk Robert.

Dia tidak menyangka sama sekali akan bisa melihat Augusta sekali lagi.

Maka Robert pun bercerita mengenai pengalamannya nonton di situ. Juga mengenai segala tahayul yang ada di dalamnya.

“Tidak ada olahraga yang lebih mengasyikkan selain golf,” katanya.

Golf itu, katanya, seperti perempuan. Setiap lapangan itu beda ukurannya, beda sexynya, beda rumputnya, beda aromanya, beda lekuk-lekuknya, beda perilakunya dan beda lubangnya. “Coba kalau Anda main bola atau tenis, di mana pun semuanya sama,” katanya.

Suatu saat, ketika saya sulit tidur di apartemen Tianjin, saya pinjam majalah golfnya yang terbaru. Robert senang sekali.

Dengan antusias dia carikan majalah itu. Dia mengira saya sudah mulai tertarik pada golf.

Maka, dengan antusias, dia tunjukkan halaman berapa saja yang wajib saya baca. Dia ceritakan kehebatan tokoh-tokoh di dalamnya.

Namun…. dia pun harus tertawa ngakak tidak henti-hentinya mana kala saya sampaikan padanya bahwa malam itu saya perlu majalah yang paling tidak menarik agar bisa segera tidur!

(Bersambung)

***

Tulisan sebelumnya:

http://pepnews.com/2018/02/24/saudara-saya-robert-lai-3-disiplin-manajer-yang-tanpa-ampun/