Muslihat Hakim Sarmin (1): Pusat Rehabilitasi dr. Putra Satyanegara

Kamis, 15 Februari 2018 | 22:38 WIB
0
530
Muslihat Hakim Sarmin (1): Pusat Rehabilitasi dr. Putra Satyanegara

Cerita bersambung ini diadaptasi dari naskah perrtunjukan Agus Noor berjudul Hakim Sarmin

Dokter Putra Setyanegara berjalan memasuki ruang aula. Dia berjalan pelan. Raut mukanya tampak layu. Ini pukul 7 malam dan dia masih di rumah sakit. Padahal dr. Putra mulai praktek pukul 7 pagi tadi.

Namun ini malam yang istimewa. Malam ini dr. Putra tidak menggunakan jas putih yang sejak tadi dipakainya. Sekarang dia mengenakan kemeja putih, jas berwarna hitam yang panjang dan meruncing di bagian belakang, dan dasi kupu-kupu berwarna merah menyala. Walaupun tampak lelah, dia berjalan dengan tegap dan penuh gaya. Di tangannya terdapat sebuah tongkat pendek. Dia berhenti di tengah ruangan. Di depan sekelompok orang yang sudah berbaris rapi. Dia siap memimpin paduan suara malam ini.

Para penyanyinya mengenakan jubah panjang berwarna hitam seperti toga kelulusan mahasiswa. Dengan komando dari dr. Putra, mereka mulai bernyanyi. Mereka bernyanyi dengan serius dan terkesan megah. Dr. Putra sebagai dirigen tampil dengan penuh gaya dan atraktif. Sampai lagu selesai, paduan suara ditutup dengan gaya megah. Dr. Putra langsung membungkukkan badan memberi hormat kepada penonton.

Seusai pertunjukan, Pak Walikota dan sekertarisnya masuk ke belakang panggung menemui dr. Putra.

“Selamat Dokter, Anda luar biasa...” kata Pak Walikota sambil menjabat tangan dr. Putra.

“Terimakasih. Sungguh kehormatan bagi saya, Pemimpin Kota yang sangat sibuk seperti Bapak mau menyempatkan diri datang kesini untuk menonton pertunjukan kami,” sambut dr. Putra dengan senyum.

Dr. Putra mengibaskan tangannya untuk memberi kode agar kelompok paduan suaranya membubarkan diri. Kelompok berjubah hitam itu pun bubar dan menjauh dari dr. Putra yang sedang ada tamu. Hanya ada satu orang yang tetap tinggal dan sibuk dengan dirinya sendiri.

Melihat kelompok paduan suaranya sudah tidak ada, dr. Putra mengajak Pak Walikota dan sekertarisnya untuk duduk di sebuah meja dengan 4 kursi yang mengitarinya.

“Dokter, wabah kegilaan yang sedang terjadi saat ini harus segera diatasi,” kata Pak Walikota dengan serius setelah duduk di kursinya. “Berita yang muncul belakangan ini, semakin membuat saya khawatir. Proyek rehabilitasi yang dikembangkan oleh Dokter sepertinya malah menambah jumlah hakim yang pensiun dini dan memilih untuk masuk Pusat Rehabilitasi ini.”

Dr. Putra menyandarkan punggungnya di kursi. Sambil tersenyum, dia berkata, “Bukankah itu berarti proyek rehabilitasi saya berjalan dengan baik?”

“Bagaimana kalau kami menganggap sebaliknya?” tanya sekertaris Pak Walikota angkat bicara.

Dr. Putra memperhatikan sekertaris Pak Walikota dari atas ke bawah. Sekertaris Pak Walikota berambut highlight cokelat dan digulung. Dia memakai blazer warna hitam dengan baju putih berbelahan V rendah. Duduk dengan percaya diri mengenakan sepatu hak 7 cm dengan rok pensil berwarna hitam. Tampak muda dan energik. Berbeda dengan Pak Walikota yang sudah beruban dan tampak lelah.

“Apakah Komisi Pemberantasan Korupsi yang berhasil menangkap puluhan pejabat korup juga kalian nilai gagal?” tanya dr. Putra.

Pak Walikota dan sekertarisnya saling berpandangan dalam diam.

“Saya telah mencoba melakukan yang terbaik untuk membenahi mental para hakim. Kita sepakat, hukum yang baik hanya mungkin ditegakkan bila kita memiliki aparat hukum yang baik – hakim yang baik. Dan proyek rehabilitasi ini, tak lain dan tak bukan adalah upaya kita untuk mewujudkan itu,” ujar dr. Putra menjelaskan panjang lebar.

Dr. Putra lalu menunjuk ke arah anggota paduan suara yang tadi tertinggal dalam ruangan ini.

“Coba kalian perhatikan dia,” kata dr. Putra. “Masih ingatkah kalian padanya?”

Walikota dan sekertarisnya mengamati orang berjubah hitam itu dengan seksama. Mereka tampak tak asing dengan wajahnya. Sekertaris bahkan sampai mendekatinya karena penasaran. Saat itulah orang berjubah hitam itu mengerang seperti hendak menyerang sekertaris dan membuat sekertaris gentar.

(bersambung)

***