Pilkada Serentak Yang Wajib Punya Uang Segerobak

Sabtu, 10 Februari 2018 | 08:57 WIB
0
485
Pilkada Serentak Yang Wajib Punya Uang Segerobak

Pilkada serentak ternyata membawa dampak negatif terhadap kebersihan atau pemandangan kota atau kabupaten.

Coba perhatikan di jalan-jalan dalam kota atau luar kota yang ada pilkada serentaknya, banyak baliho-baliho dalam ukuran besar-sedang-kecil terpasang di jalan-jalan utama atau jalan protokol yang mengganggu pemandangan atau kebersihan kota.

Padahal waktu kampanye belum dimulai tetapi baliho-baliho dengan gambar pasangan calon pilkada sudah terpasang di mana-mana.

Dan pemasangan baliho-baliho terkesan asal dan tidak ada ijin dari pemerintah daerah setempat (apalagi bayar pajak iklan), misal di tiang listrik,tiang telpon, di pepohonan besar, bahkan di tiang rambu-rambu lalu-lintas. Ini banyak terjadi di mana-mana dan pemerintah tidak berdaya karena yang masang dari partai-partai.

Pemasangan baliho dengan gambar pasangan calon ini belum ada nomer urut dari KPU, nanti setelah ada pengumuman nomer urut calon pasangan akan bertambah lagi baliho-baliho dengan gambar pasangan calon dengan nomer urutnya.

[irp posts="9669" name="Pilkada Serentak Tak Efisien, Sebaiknya Kembali ke Pemilihan di DPRD?"]

Sekalipun kampanye belum dimulai, sebenarnya calon-calon pasangan pilkada sudah berkampanye dengan menemui masyarakat dalam bentuk acara macem-macem namanya untuk menghindari terguran dari Badan Pengawas Pemilu. Mereka pandai mengemas kampanye terselubung.

Inilah yang menyebabkan pilkada dengan biaya tinggi dan mahal. Lha ko bisaa? Bagaimana tidak mahal, calon-calon pasangan pilkada itu sudah memasang baliho-baliho dengan gambar pasangan calon yang belum ada nomor urutnya, setelah ada nomer urutnya mereka bikin lagi baliho-baliho yang ada nomer urutnya yang ditetapkan dari KPU.

Jadi ongkos biaya tinggi memang ada kesalahan atau tidak sempurnanya peraturan kampanye dari KPU atau sistemnya.

Belum lagi masa kampanye yang panjang, yaitu sekitar dua bulan,bisa dibayangkan selama dua bulan, berapa ongkos biaya kampanye dari masing-masing calon pasangan.

Harusnya setelah pendaftaran calon pasangan pilkada,segera di umumkan penetapan nomer urut setelah persyaratan lengkap dari masing-masing calon pilkada. Setelah itu masuk masa kampanye dan tidak lama-lama seperti sekarang dua bulan, bisa dikurangi menjadi satu bulan masa kampanye.Cara ini bisa mengurang biaya tinggi pilkada dan mengurangi potensi kerawanan pilkada. Toh masa kampanye juga gitu-gitu aja, ngumpulin massa terus dihibur musik dangdut dan teriak-teriak.

Pada dasarnya masyarakat kita juga sudah cukup pintar atau cerdas dalam pilkada.

[irp posts="8954" name="Peta Pilkada di Jawa"]

Dan kalau pasangan calon tidak kampanye bisa kena sanksi dari KPU, padahal setiap kampanye untuk mengerahkan massa itu perlu dana yang besar, belum tempat dan panggungnya. Inilah pernak-pernik pilkada yang memakan biaya yang sangat tinggi.

Untuk itu biar pilkada tidak membawa dampak buruk atau negatif terhadap keberisihan kota atau pemasangan baliho-baliho yang cenderung melanggar peraturan daerah lebih baik pilkada juga dievaluasi tata caranya atau tahapannya supaya lebih efiesien tidak memakan biaya tinggi dengan mempercepat setiap tahapan. Jangan malah panjang durasinya mulai dari pendaftaran sampai pencoblosan memakan waktu enam bulan atau setengah tahun, jelas model pilkada seperti ini akan memakan biaya tinggi dan menyebabkan kerawanan sosial.

Masak iya orang-orang kita yang sumber daya manusianya sudah bagus menyelenggarakan pilkada saja sampai bertele-tele dan tidak bisa bikin pilkada yang cepat dan efisien. Semua kalau ada niat dan etiket baik dari masing-masing pihak pasti bisa membuat pilkada yang murah.

Kalau bisa dipercepat kenapa diperlambat-kalau bisa diperlambat kenapa dipercepat, inilah ciri birokrasi kita njelimet dan melelahkan.

Wis sak karepmu!

***

Editor: Pepih Nugraha