"Law without power is utopia. Power without law is tyranny".
DPR mengesahkan Perppu Ormas menjadi UU. Tujuh Parpol menerima dan 3 parpol menolak. Dari 7 parpol yang menerima, 2 parpol menerima dengan catatan. Memang aneh,. UU Ormas yang dibuat di masa pasca reformasi, tahun 2013 diabaikan dengan alasan tidak memadai karena terlalu panjang prosedur pembubaran sebuah Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Orang lupa bahwa amendemen UUD 1945 semangatnya memang menegaskan prinsip konstitusionalisme negara dan rule of law. Konstitusionalisme intinya pembatasan kekuasaan (limited government) karena peradaban manusia sudah menunjukkan kekuasaan yang eksesif akan mendorong terjadinya kesewenang-wenangan.
Rule of law berasumsi bahwa kekuasaan tunduk pada hukum karena itulah ada lembaga peradilan yang mengawal agar sebuah tuduhan disidang oleh peradilan dengan proses yang adil dan transparan.
[irp posts="4865" name="Lahirnya Pusat Data Putusan Mahkamah Konstitusi"]
Sebuah organ negara tidak bisa langsung menjadi penyidik, pendakwa, pengadil dan eksekutor pada saat yang sama katena itu ciri absolutisme kekuasaan. Jika itu dilakukan, kita sedang mempraktikkan "a new authoritarianism".
Orang lupa pada sejarah bahwa, penegasan konsep negara hukum justru dengan memperketat prosedur penggunaan logika kekuasaan melalui proses hukum. Contohnya, prosedur impeachment dipersulit dan prosedurnya diperpanjang dengan melibatkan Mahkamah Konstitusi dalam proses impeachment dengan harapan proses impeachment itu tidak semata proses politik di DPR dan MPR.
Saat UUD 1945 diamendemen, semangat sebagian besar parpol adalah mempersulit pemakzulan Presiden karena mereka takut itu akan mengenai diri mereka sendiri. Maka, dilibatkanlah lembaga peradilan MK untuk mengawal proses tersebut.
Namun, saat ini ketika bicara Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, parpol rezim yang berkuasa menggunakan nalar yang berbeda. Mereka membuang peran lembaga peradilan dalam proses pembubaran ormas. Jadi kekuasaan itu tetap cenderung korup secara logika berpikir.
Bagaimana jika, peran MK dihilangkan dalam proses pemakzulan Presiden agar Presiden bisa dijatuhkan lebih cepat. Tidak melalui prosedur yang panjang seperti saat ini. Tentu, parpol yang berkuasa akan menggunakan jurus logika yang lain.
[irp posts="5999" name="MK Dipuji Lantaran Tolak Uji Materi 3 Pasal KUHP"]
Kemarahan sekelompok orang kepada kelompok lain, sampai melupakan orang pada konstitusi yang membatasi kekuasaan mereka. Anehnya, yang harus paham konstitusi juga membenarkan praktik kekuasaan yang eksesif dalam bernegara tersebut. Ini praktik negara kekuasaan, bukan contoh negara demokrasi konstitusional berdasarkan rule of law yang dianut oleh UUD 1945.
Di negara manapun tirani mayoritas di Parlemen memang kadang mengancam hak-hak minoritas. Oleh karena itulah, maka Konstitusi itu perlu ada mengawalnya. Jika tidak, maka konstitusi hanya ada di atas kertas, tidak hidup dalam menjamin kebebasan warga negara.
Pemerintah dan DPR seharusnya harusnya memahami prinsip-prinsip konstitusionalisme dan rule of law yang dianut oleh UUD 1945.
Wallahu a'lam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews