Airlangga Hartarto Ketua Umum, Sekjen Idrus Marham Terancam

Kamis, 14 Desember 2017 | 12:06 WIB
0
371
Airlangga Hartarto Ketua Umum, Sekjen Idrus Marham Terancam

Partai Golongan Karya akhirnya mendapatkan penjaga baru. Pasca sang pawang lama sedang sakit dan berstatus pesakitan, Partai Golkar diduga hampir karam. Setidaknya, PepNews sejak awal sudah meramalkan bahwa Airlangga Hartarto yang menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

Salah satu kekuatan pendukungnya berasal dari Ketua Umum Kosgoro 1957 Agung Laksono. Kompas.com mencatat pernyataan dukungan ini. Agung jelas mendukung Airlangga Hartarto untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

"Kami mendukung siapa saja yang menjadi kandidat kita, meskipun saya sebut Airlangga," kata Agung dalam Musyawarah Kerja Nasional Kosgoro 1957 di Hotel Peninsula, Jakarta, Selasa 12 Desember 2017 lalu.

[irp posts="5893" name="Airlangga Hartarto, Ketua Umum Baru Partai Golkar!"]

Nurdin Halid pun mulai melunak. Terakhir keberanian Nurdin menolak kepemimpinan Setya Novanto setelah mendengar hasil survei politik, setelah kemenangan Airlangga di Pleno DPP di Slipi.

Nurdin pun berani mengatakan bahwa Setya Novanto bukan pimpinan Golkar lagi. Ketua Harian DPP Partai Golkar mengatakan:

"Pergantian dari Bapak Setya Novanto kepada Airlangga Hartarto definitif ditetapkan pada rapat pleno," kata Nurdin di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu 13 Desember 2017.

Bersih-bersih sebahagian

Pasca kemenangan Airlangga, apakah dia akan bersih-bersih Partai Golkar? Bisa saja.

Potensi Ketua DPR, Sekjen Golkar dan Ketua Harian Partai Golkar bisa berubah. Begitu juga sebagian struktur kepemimpinan Golkar. Atau bahkan perubahan rekomendasi Partai Golkar terkait calon kepala daerah.

Idrus Marham yang kadung mendukung Setya Novanto mati-matian, terancam bakal kehilangan jabatan Sekjen-nya. Kecuali, Idrus mendatangi Airlangga dan ngajak ngopi. Yaa sembari merayu untuk tetap mendapatkan bela sungkawa dan rasa kasihan menjadi Sekjen Golkar.

Demi menjaga eksistensi Golkar menghadapi tahun politik, maka Airlangga tidak bisa mengubah keseluruhan struktur pengurus Golkar. Paling tidak mempertahankan sebahagian, dan mencuci setengahnya saja. Bagi yang datang untuk meminta jabatan, Airlangga akan mempertimbangkan keuntungannya bagi peningkatan elektabilitas Partai Golkar.

Di lain sisi, status Ketua DPR akan lebih jelas. Bukan Setya Novanto yang lagi sakit dan pesakitan KPK. Atau Aziz Syamsuddin yang dipaksa mengalah. Potensi kader Agung Laksono, Jusuf Kalla atau Akbar Tandjung, sehingga tawarannya kepada Zainuddin Amali, Bambang Soesatyo, atau Ade Komaruddin. Atau malah kader Golkar yang sudah berumur di gedung senayan.

Yang penting Airlangga sudah menjadi Ketua Umum. “Keputusan sesuai dengan aturan internal,” kata dia dengan yakin dan penuh bahagia. Gagal di Munaslub Bali tahun 2016, lalu merapat ke Istana dengan menjadi pembantunya Presiden. Akhirnya, pucuk pimpinan Golkar pun bisa diraih.

Catatannya adalah, siapa yang ingin memimpin partai politik, dekat-dekatlah dengan Istana.

Selamat mencoba!

***