Cerpen: Pepih Nugraha
ANIS, anak usia enam tahun, petang itu memandang langit biru kejinggaan yang bertaburkan ribuan layang-layang. Musim layang-layang telah tiba. Anak-anak, remaja sampai orang dewasa bersuka-cita memainkannya. Mengulur benang, menarik benang, mengendalikan layang-layang agar bisa meliuk-liuk, adalah kesenangan tak terperikan dan tak kenal usia.
Anis anak yatim. Tadi siang ia merengek kepada ibunya minta dibelikan layang-layang dan benangnya agar bisa bermain seperti anak-anak lainnya. Bagi seorang janda tukang cuci pakaian, menolak halus permintaan anak semata wayangnya lebih karena jujur tersebab ia memang tidak punya apa-apa.
“Uang buat layang-layang dan benangnya bisa buat makan sore kita berdua, Nak,” katanya menolak permintaan anaknya. Anis paham, mengangguk, dan pamit ingin bermain di lapangan.
Tidak seperti biasa, Anis mencium tangan ibunya yang sedang mencuci sebelum beranjak pergi. Ada rasa sesal di hati sang ibu manakala tidak bisa memenuhi keinginan anaknya.
Petang itu Anis masih memandang ratusan layang-layang yang seakan-akan benda bermagnet yang menempel di langit biru, bergerak ke sana ke mari dengan kekuatan magnet itu. Sebuah layangan putus mendekatnya. Anis pikir, layang-layang putus itu harus kudapatkan biar tidak perlu meminta uang kepada ibunya. Layangan putus adalah benda bebas yang boleh direbut siapa saja. Anis cepat mengejar layang-layang putus yang tampak melayang mendekat itu.
Namun sungguh di luar dugaan Anis, anak-anak lain juga ikut berburu mengejar layangan putus itu.
Nyatanya, ah… layang-layang itu tertebak angin dan membubung kembali seperti ditarik tangan raksasa kembali ke langit. Anis semakin berlari kencang, melewati pesawahan, melintas sungai, bahkan menerjang ilalang. Anak-anak lainnya riuh rendah berburu layang-layang yang sama. Ah, sedikit lagi…. Anis meloncat, melompat, dan layang-layang itu membubung lagi lalu menyeberang jalan raya. “Sejengkal lagi benang layang-layang itu kuraih,” batin Anis seraya berlari mengerahkan sisa tenaga terakhirnya.
Tetapi.... bruaaakk…!!!
Sebuah truk yang melaju kencang tidak bisa menghindar dari seorang anak yang berlari dan menyeberang tiba-tiba. Anak itu terpental bersamaan dengan bunyi rem dan pekik histeris pejalan kaki lainnya, “Allahu Akbar…!!!”
Di tempat lain pada saat bersamaan, seorang Ibu tengah menunggu anaknya tiba di beranda rumah reyotnya. Singkong rebus masih terlihat mengepul di atas piring, ditambah teh gula aren kesenangan anaknya. Tetapi anak itu belum juga tiba.
Sementara Anis, anak itu, langsung terkapar di aspal keras dengan wajah berlumuran darah. Namun demikian senyum bahagia di sela-sela darah segar yang mengalir deras terkembang sejenak di wajahnya sebelum matanya meredup dan beku kemudian.
Di tangannya terlilit benang dan sebuah layang-layang yang telah berhasil ditangkapnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews