Majunya Sandiaga Uno sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto meninggalkan kursi panas untuk jabatan wakil gubernur DKI Jakarta yang siap untuk menjadi rebutan di antara partai koalisi, yaitu PKS dan Gerindra.
Sandiaga Uno sebagai wakil gubernur mewakili Partai Gerindra dan biasanya yang menggantikan juga dari partai yang sama. Tapi tidak semudah itu penyelesainnya.
Karena ada kesepakatan atau komitmen antara Partai Gerindra, PKS dan PAN bahwa kalau Sandianga Uno sebagai cawapres, maka sama saja yang maju sebagai capres dan cawapres adalah kader Gerindra semua. Untuk itu, supaya bisa diterima oleh kedua partai PKS dan PAN, maka Sandiaga Uno untuk sementara melepas baju Gerindra dan memakai baju putih polos yang tidak ada identitas nama partai.
Tetapi berdasarkar rumor atau kesepakatan nantinya Sandiaga Uno akan berganti baju partai yaitu PAN. Jadi Sandiaga Uno akan menjadi wakil dari partai PAN. Terus PKS dapat apa? Berdasarkan kesepakatan dengan Gerindra, PKS akan menadapat jatah atau tukar guling jabatan untuk mengisi jabatan wakil gubernur yang ditinggalkan Sandiaga Uno.
Jadi posisi wakil gubernur nantinya akan di isi oleh kader PKS. Bahkan sudah dipersiapakan oleh jajaran petinggi partai PKS, yaitu dengan mundurnya Ahmad Heryawan atau Aher sebagai caleg. Aher dipersiapkan untuk menduduki posisi sebagai wakil gubernur DKI menggantikan Sandiaga Uno.
Mungkin dipilihnya Aher sebagai calon wakil gubernur dianggap sudah berpengalaman sebagai gubernur Jawa Barat dua periode. Dan ini sama saja seperti yang dicita-citakan oleh PKS, yaitu merayap untuk menguasai DKI Jakarta dan bisa jadi menguasai pemerintahan kelak.
Akan tetapi untuk menjadi wakil gubernur yang ditinggalkan oleh Sandiaga Uno tidaklah semudah yang diinginkan oleh PKS. Karena ada aturan yang berbeda dengan dulu waktu Basuki Tjahaja Purnama dari wakil gubernur menjadi gubernur dan memilih wakil gubernur yang baru.
Pada waktu itu Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur bisa memilih langsung wakil gubernur yang diajukan oleh kedua partai pengusung yaitu PDIP dan Gerindra pada waktu itu dan Djarot Saiful Hidayat yang dipilih oleh Basuki Tjahaja Purnama.
Dulu memakai UU Nomor 1 tahun 2015 dan PP Nomor 102 tahun 2014. Dan undang-undang ini sudah dicabut diganti dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemelihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Dan berdasarkan undang-undang yang baru yang berhak memilih wakil gubernur adalah DPRD DKI berdasarkan usulan dari partai koalisi, yaitu PKS dan Gerindra. Bukan oleh gubernur DKI atau Anies Baswedan.
Dan partai pengusung atau koalisi harus mengajukan dua calon wakil gubernur untuk dipilih oleh DPRD DKI Jakarta.
Sedangkan DPRD Jakarta dikuasai oleh kubu atau partai pendukung Jokowi. Artinya kalau PKS ingin memaksakan Ahmad Heryawan menjadi wakil gubernur DKI, maka PKS harus melakukan lobi-lobi politik kepada ketua DPRD yaitu Prasetyo dan partai-partai lainnya.
Makanya kenapa dulu PKS yang ngotot kadernya harus menjadi cawapres terus sekarang diam dan menerima Sandiaga Uno sebagai cawapres, karena ada tukar guling atau barter jabatan untuk menjadi wakil gubernur DKI.
Namun ada kabar kurang mengenakkan dari Kementrian Dalam Negeri, bahwa Aher sudah tidak bisa lagi mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Sandiaga Uno sebagai Wagub DKI Jakarta. Mungkin terbentur fatsoen atau etika politik. Masak sudah dua kali menjabat Gubernur Jawa Barat masih mau turun derajat jadi sekadar Wakil Gubernur DKI Jakarta.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews