Memperhatikan orang-orang yang begitu bernafsu ingin jadi presiden, akankah akal waras kita membiarkan negeri ini di mangsa manusia-manusia serigala haus kekuasaan yang berorientasi kekayaan?
Lihat saja para calon pemangsa yang ada, caranya, gayanya, ucapannya, ancamannya, gerombolannya, akhlaknya, tidak ada satupun masuk pada kriteria presiden Indonesia setelah kita hampir 5 tahun dipimpin Jokowi. Manusia yang lahir di bantaran kali ini menadirkan semua politikus yang selama ini malang melintang di belantara perpolitikan yang dibangun puluhan tahun dengan cara yang jauh dari benar.
Mereka menyamar bak penyamun berpenampilan santun, namun sejatinya niatnya adalah memangsa, karena nyaris semuanya adalah produk orba yang masih tersisa.
Negeri ini praktis berjalan satu kaki selama hampir 5 tahun terakhir dalam kepemimpinan Jokowi. Bagaimana tidak, berjalannya roda pemerintahan nyaris sarat gangguan dari mulai DPR yang terus mengganggu dengan segala akal busuknya, belum lagi individu, ormas yang dikemas oleh tangan-tangan dibelakang layar. Konspirasi busuk berkedok agama, memakai simbol agama dengan mengangkat orang yang harusnya terhina malah dijadikan ulama.
Teriakan ganti presiden yang dimotori suara orang partai pendukung HTI, ormas anti Pancasila dan penggagas khilafah makin head on dan terang-terangan bahwa mereka mengambil posisi menjadi musuh rakyat Indonesia.
Penghasutan, fitnah, caci maki terhadap sebuah proses pendudukan atas kebenaran dan kebaikan agar keadilan bisa dirasakan rakyat Indonesia malah dijegal dengan segala cara. Lumpuh akal sehat kita melihat segerombolan manusia yang terus meneror sebuah kedaulatan negara, bila mereka dibiarkan eksistensinya maka negara ini benar-benar bisa tinggal nama, apakah kita mau kelak tertulis " bekas negara Indonesia ".
Kejujuran, kebaikan, rasa keadilan dari seorang pemimpin adalah sebuah hadiah besar dari Tuhan. Dan hal itu dialirkan melalui orang pilihan, bukan orang rendah akal dan berakhlak murah.
Jokowi adalah sebuah pilihan, dia meletakkan pondasi baru untuk Indonesia, membuat nilai baru untuk ukuran sosok pemimpin yang bisa mensejahterakan rakyat Indonesia bukan sebaliknya. Maka kita wajib menjaganya. Karena kita telah mendapat standar baru ukuran sosok pemimpin, bukan sekedar ada seperti kucir rambut upin-ipin.
Urutan manusia yang nafsunya ke ubun-ubun untuk berkuasa, lihat dan rasakan;.
1. PS, segudang masalah dipatrikan, namun orang mengelu-elukan seorang pecundang mau di jadikan pahlawan. Dan kita dipaksa memilihnya.
2. AR, manusia ganti selera, teriakannya seperti orang gila, menyampaikan yang tak ada, tua makin celaka.
3. SBY, bekas penguasa yang tak bisa apa-apa , yang tak pernah reda nafsu berkuasanya sekarang sedang memaksa kita menerima anaknya. Dia pikir Indonesia ini kerajaan yang dipaksakan ada.
4. GN, penerus cita-cita orba, jendral yang lupa sapta marga. Temannya kita tau siapa, sekarang sedang mendekati Amerika, kita harus waspada.
5. ZH, AB, JK, DST. Manusia setengah badan yang terus mengendus dan siap berpasangan dengan siapa saja yang penting berkuasa. Ngurus mulutnya saja tak bisa, bagaimana mau bekerja.
Coba diamati dengan hati dan nadi, kelas manusia seperti mereka, dengan rekam jejak pemangsa apa pantas menjadi pemimpin Indonesia, apa prestasinya, bagaimana prilakunya, apa tetap mau dicoba.
Cobalah, kalau kita sudah sama gilanya dengan mereka, dan menarik kembali Indonesia terus-terusan menjadi negara berkembang dan akhirnya menjadi negara terbelakang.
Jokowi adalah pemimpin dengan visi misi dan tindakan untuk masa depan. Kenapa tiba-tiba kita dipaksa berpaling ke belakang untuk menerima sekelompok manusia yang menjanjikan perubahan. Apa yang mau mereka ubah karena semua yang pernah mereka luluhlantakkan sekarang sedang dibangunulang.
Jokowi Bapak Pembangunan masa depan, "yang sono" baru sebatas angan-angan. Jagalah manusia pilihan yang jelas punya ukuran, jangan cuma yang diakur-akurkan.
Tidak ada serigala bisa menjaga domba, yang ada pasti akan dimangsanya.
***
Iyyas Subiakto, Roma 8718.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews