Kritik Keras AHY terhadap Jokowi dan Gaya "Playing Victim" SBY

Senin, 25 Juni 2018 | 08:56 WIB
0
489
Kritik Keras AHY terhadap Jokowi dan Gaya "Playing Victim" SBY

Dalam orasi bertajuk “Mendengar Suara Masyarakat” Agus Harimurti mengkritik program revolusi mental presiden Jokowi. Agus Harimurti mangatakan jangan hanya pembangunan fisik jalan saja yang dibangun, tetapi mental atau perilaku masyarakat juga perlu dibangun.

Tentu kritikan ini terkait pilpres dan untuk menaikkan pamor sang Pangeran Cikeas yang setelah kalah dalam pilkada DKI, ingin mencoba peruntungan dalam Pilpres 2109.

Seharusnya yang perlu direvolusi mental adalah Agus Harimurti itu sendiri. Kenapa? Karena ia bagian dari politik dinasti, yaitu praktis hanya berselang setelah bapaknya tidak menjadi presiden, ia ingin mengundi nasib dalam pilpres 2019. Dan ia tidak bisa lepas dari bayang-bayang bapaknya yang seorang mantan presiden dan seorang ketua umum partai. Anak papi-mami banget.

Sampai-sampai harus mengaku-aku masih keturunan Raja Majapahit keturunan Raden Wijaya, nah ini termasuk mental-mental yang harus direvolusi. Hanya demi pilpres dan menjadi seorang presiden harus mengungkit-ungkit leluhurnya. Yaaa... kalau benar sumber beritanya, kalau hanya ngarang kan malah pada tertawa mendengar ceritanya.

Kembali ke kritik Agus Harimurti kepada Presiden Jokowi.

Kritik Agus Harimurti ini seakan ingin menegaskan bahwa kemungkinan Partai Demokrat tidak akan mendukung Jokowi sebagai petahana. Karena pada dasarnya Demokrat masih ingin membuat poros baru di luar Jokowi dan Prabowo.

Partai Demokrat masih berjuang sekuat tenaga dengan otak-atik pasangan yang kira-kira bisa menjadikan Agus Harimurti menjadi capres atau cawapres.

Bahkan rumor yang beredar ingin melobi Jusuf Kalla untuk berpasangan dengan Agus Harimurti dengan posisi sebagai cawapres untuk berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Padahal Partai Golkar sendiri sudah mendukung atau mendeklarasikan Jokowi sebagai capres dari partai Golkar. Dan Jusuf Kalla sendiri sudah memberikan sinyal ingin pensiun dari bursa capres atau cawapres. Karena peluangnya juga kecil.

Di satu sisi Partai Demokrat untuk Pilpres 2019 tidak akan abstain seperti tahun 2014. Artinya kalau poros ketiga tidak bisa terbentuk, maka mau tidak mau-suka tidak suka, Partai Demokrat akan memilih dari dua calon, yaitu kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Tentu ini pilihan yang sulit dan terpaksa.

Malah Sandiaga Uno yang merupakan petinggi Partai Gerindra memberikan sinyal kalau Partai Demokrat kemungkinan akan mendukung atau berkoalisi dengan Gerindra atau Prabowo. Tetapi langsung dibantah oleh jajaran DPP Demokrat bahwa apa yang dikatakan Sandiaga Uno bisa merugikan Partai Demokrat dan tidak benar.

Seandainya Agus Harimurti dengan pangkat terakhir Mayor bukan anak dari mantan presiden SBY dan anak dari pemilik saham mayoritas partai Demokrat, tentulah Agus Harimurti bukanlah siapa-siapa dan tidak akan diperhitungkan dalam panggung politik.

[irp posts="17466" name="Rumah Demiz Digeledah, SBY Sebut BIN, TNI, dan Polri Tak Netral"]

Dan sepertinya Partai Demokrat akan semakin menjauh atau tidak akan berlabuh dalam gerbong untuk mendukung Jokowi. Tetapi lebih cenderung ke Prabowo, kalau poros ketiga tidak terwujud.

Akhir-akhir ini Partai Demokrat lewat ketua umunya SBY mulai sering mengkritik pemerintah, tentu kritik ini bagian dari untuk menaikkan pamor Partai Demokrat dan pamor anaknya, yaitu Agus Harimurti. Bagaimanapun tidak mungkin seorang bapak akan membiarkan anaknya yang gantengnya bikin emak-emak histeris menjadi olok-olok dari pihak atau partai lain. SBY akan berjuang sekuat tenaga, gara-gara dirinya Agus Harimurti keluar dari TNI, hanya karena ingin menjadi gubernur DKI Jakarta.

Bahkan SBY menuduh ada pihak dari BIN, TNI dan POLRI yang tidak netral dan ingin mengkriminalisai Partai Demokrat akibat pernyataannya ini ia siap diciduk oleh aparat.

Jangan-jangan waktu SBY menjadi Presiden menjadikan BIN, TNI dan POLRI menjadi tidak netral, sampai kebawa-bawa sampai sekarang dengan menuduh aparat tidak netral dan ingin mengkriminalisasi partainya.

SBY ingin menjadi pihak yang selalu di dzolimi, siapa tahu dengan cara ini masyarakat bersimpati dengan dirinya dan partainya, hampir mirip menjelang pilkada DKI Jakarta. Menuduh sana-sini demi anak lanang sing bagus dewe.

Harus kita pahami, dalam politik setiap usaha "halal" sah-sah saja dilakukan, termasuk "politik terzolimi".

***