Puisi Sukmamati yang Memaksa Guntur Tampil, Menjaga Puti?

Senin, 9 April 2018 | 03:36 WIB
0
871
Puisi Sukmamati yang Memaksa Guntur Tampil, Menjaga Puti?

Dampak puisi “Ibu Indonesia” karya Sukmawati Soekarnoputri telah menggugah Guntur Soekarnoputra dari tidurnya selama ini. Guntur langsung klarifikasi perihal “Aku tak tahu Syariat Islam” yang disampaikan Sukma dalam puisinya tersebut.

Terlebih, Puti Pramathana Puspa Seruni Paundianagrani Guntur Soekarnoputra adalah putri dari Guntur Soekarnoputra yang kini menjadi Calon Wakil Gubernur mendampingi Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang maju sebagai Calon Gubernur pada Pilkada Jatim 2018.

Guntur adalah kakak tertua Sukma dari Putra-Putri Proklamator RI Soekarno. Puisi Sukma yang dinukil dari bukunya yang terbit pada 2006 ini dianggap sebagai penistaan atas Syariat Islam. Inilah yang membuat Guntur tampak was-was akan Puti Guntur.

Rasa was-was itu tercermin dari sikap Guntur yang selama ini dikenal selalu tertutup dari pers. Namun secara mengejutkan beredar penjelasan Guntur di jejaring media sosial terkait tudingan penistaan agama yang dilakukan adiknya tersebut.

”Sebagai anak tertua, saya saksi hidup, bahwa seluruh anak Soekarno dididik sesuai ajaran Islam,” ungkap Guntur. Bahkan Guntur menegaskan, puisi hasil karya adiknya yang banyak menyinggung perasaan umat Islam adalah sikap pribadi.

“Bukan mencerminkan sikap keluarga Bung Karno,” tegasnya. Sikap Guntur yang selama ini selalu tutup mulut dalam segala hal. Namun, dengan kejadian puisi ”Ibu Indonesia” Sukma itu sikapnya berbeda, klarifikasi perihal pendidikan Islam Bung Karno.

Banyak pihak menganggap, sikap was-was Guntur ini terkait dengan karier putrinya yang sedang bertarung berebut jabatan pada Pilkada Jatim 2018 berhadapan dengan pasangan calon Khofifah Indar Parawansa – Emil Alestianto Dardak.

Sikap was-was ini kemungkinan juga dirasakan Gus Ipul – Puti Guntur. Ini mengingat Jatim dikenal sebagai kantong kekuatan pemilih muslim terbesar di Indonesia. Dikhawatirkan puisi yang ditulis dan dibacakan Sukma itu bisa mengganggu perolehan suara nanti.

“Ibu Indonesia”

Aku tak tahu Syariat Islam

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu....

Aku tak tahu Syariat Islam

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok

Lebih merdu dari alunan azan mu....

Setelah menimbulkan reaksi di kalangan umat Islam, Sukma akhirnya minta maaf atas puisi “Ibu Indonesia” ciptaannya yang telah memantik kontroversi ini. Dia menyebut puisinya itu sama sekali tidak berniat untuk menghina umat Islam.

Pernyataan tersebut disampaikan Sukma dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018). Dia didampingi Halida Nuriah Hatta, putri bungsu Mohammad Hatta. “Dari lubuk hati paling dalam, saya mohon maaf lahir dan batin kepada umat Islam Indonesia,” ucapnya

Menurut Sukma, puisi “Ibu Indonesia” tersebut adalah pandangan pribadinya sebagai seorang seniman dan budayawati. Puisi “Ibu Indonesia” itu adalah salah satu puisi yang ditulis Sukma menjadi bagian dari buku Kumpulan Puisi Ibu Indonesia yang telah diterbitkan pada 2006.

“Puisi 'Ibu Indonesia' ini ditulis sebagai refleksi dari keprihatinan saya tentang rasa wawasan kebangsaan yang saya rangkum semata-mata untuk menarik perhatian anak-anak bangsa untuk tidak melupakan jati diri Indonesia asli,” begitu ungkap Sukma.

Saya mewakili pribadi tidak ada niatan untuk menghina umat Islam Indonesia dengan puisi 'Ibu Indonesia'. Saya adalah muslimah yang bersyukur dan bangga akan keislaman saya, putri seorang proklamator Bung Karno, yang dikenal juga sebagai tokoh Muhammadiyah,

Dan juga tokoh yang mendapatkan gelar dari Nahdlatul Ulama sebagai waliyyul amri addlaruri bissyaukah, pemimpin pemerintahan di masa darurat yang kebijakan-kebijakannya mengikat secara de facto dengan kekuasaan penuh.

Sikap gentle Sukma dengan meminta maaf kepada umat Islam Indonesia, patut diapresiasi. Pasalnya, jarang ada tokoh nasional yang legowo seperti Sukma. Puisi Sukma itu diketahui memuat kata-kata “syariat Islam”, “cadar”, dan “azan”.

Puisi ini lalu menuai polemik karena dianggap membawa unsur SARA oleh beberapa pihak. “Sebagai anak tertua, saya saksi hidup bahwa seluruh anak Soekarno dididik oleh Bung Karno dan ibu Fatmawati Soekarno sesuai ajaran Islam,” kata Guntur.

Dan, “Kami diajarkan syariat Islam dan Bung Karno pun menjalankan semua rukun Islam, termasuk menunaikan ibadah haji,” lanjut Guntur, seperti dilansir berbagai media, Selasa (3/4/2018).

Atas nama keluarga besar Bung Karno, Guntur menyesalkan kemunculan puisi Sukma yang dibacakan di gelaran Indonesia Fashion Week 2018. Saat itu digelar acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya.

Menurut Guntur, puisi yang dibuat Sukma itu sama sekali tidak terkait dengan pandangan dan sikap keluarga Bung Karno, mengenai ajaran agama Islam. “Itu pendapat pribadi Sukmawati, tidak ada urusannya dengan pandangan dan sikap keluarga,” kata Guntur.

“Saya juga yakin puisi Sukma tersebut tidak mewakili sikap keimanannya sebagai seorang muslimah, dan saya ingin Sukma segera meluruskannya,” tutup Mas Tok panggilan akrab Guntur Soekarno.

Sikap Guntur tentu patut diapresiasi juga karena sudah minta Sukma segera meluruskannya. Apalagi, putri tunggalnya Puti Guntur kini sedang bersiap untuk menghadapi Pilkada Jatim 2018. Sikap Guntur dan Sukma ini mestinya juga dilakukan Megawati Soekarnoputri.

Pidato politik Ketua Umum PDIP pada perayaan HUT ke-44 PDIP di Denpasar awal Januari 2017 dinilai telah menghina semua hal yang terkait dengan Islam. Bahkan, dianggap sebagai penistaan yang sangat menusuk iman Islam. Megawati pun cuek dan tidak minta maaf.

Seperti halnya Sukma, mungkin saja Megawati menganggap, “Aku tak tahu  Syariat Islam”. Sehingga dalam pidatonya dia tidak percaya akhirat. Akibat pidato itu Megawati pun sempat dilaporkan ke Mabes Polri oleh LSM Aliansi Anak Bangsa Gerakan Anti Penodaan Agama.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rikwanto, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dilaporkan terkait ceramah yang dia sampaikan saat HUT ke-44 PDI-P pada 10 Januari 2016.

Pelapor, kata Rikwanto, menganggap isi ceramah Megawati saat itu mengandung unsur penodaan agama. “Isinya laporan tersebut dalam kaitan pidato di acara HUT PDI-P melalui televisi,” ujar Rikwanto di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/1/2017).

Pernyataan yang dianggap menodai agama, yaitu “para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fulfilling propechy', para peramal masa depan”.

Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana. “Padahal, notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya,” begitu kutipan laporan LSM tersebut.

Meski laporan tersebut sudah masuk ke Mabes Polri, hingga kini ternyata tidak ada kabarnya lagi. Bisa jadi, Polri menerapkan restorative justice dalam kasus Megawati. Suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.

Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pendekatan ini akan digunakan terkait laporan penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Sukmawati Soekarnoputri.

***

Editor: Pepih Nugraha