Hubungkan Kembali Politik dan Bisnis dengan Spiritualitas!

Minggu, 8 April 2018 | 05:05 WIB
0
658
Hubungkan Kembali Politik dan Bisnis dengan Spiritualitas!

Ketiga kata ini, yakni politik, bisnis dan spiritualitas, hampir tak pernah dihubungkan. Ketiganya menempati dunia yang berbeda. Politik dan bisnis memang cukup sering disandingkan. Namun, kata spiritualitas amatlah asing bagi kedua dunia tersebut.

Politik dan Bisnis

Politik kerap dipahami sebagai perebutan kekuasaan. Politik disempitkan ke dalam pengertian yang dirumuskan oleh Thomas Hobbes di dalam bukunya Leviathan, yakni perang semua melawan semua (bellum omnia contra omnes). Di dalam politik, manusia adalah serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Kepentingan dan bahkan nyawa orang lain dikorbankan, demi mempertahankan dan memperbesar kekuasaan politik.

Tak heran, jika politik dipahami dengan cara seperti ini, krisis politik pun terus terjadi. Kebencian dan prasangka menjadi udara yang dihirup bersama. Fitnah dan kedangkalan berpikir menjadi warna kehidupan sehari-hari. Buahnya adalah sistem politik yang dipenuhi dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, seperti kita lihat di banyak negara sekarang ini.

Bisnis pun juga dianggap sebagai sesuatu yang jauh dari spiritualitas. Bisnis dipahami secara sempit sebagai upaya untuk menghasilkan keuntungan sebesar mungkin dengan pengeluaran sekecil mungkin.

Berbagai cara ditempuh untuk mencapai hal ini, bahkan dengan merugikan orang lain dan melanggar hukum yang berlaku. Di dalam upaya memperkaya diri secara tidak sehat, para pelaku bisnis seringkali bekerja sama dengan politisi dan militer.

Bisnis semacam ini juga akan terus terjatuh ke dalam krisis. Kesenjangan sosial antara si pemilik modal dan si pekerja juga akan semakin besar. Beragam masalah pun muncul, sebagai akibat dari kesenjangan sosial tersebut, mulai dari kriminalitas sampai dengan konflik berdarah. Tidak hanya itu, banyak juga lingkungan alami, seperti hutan tropis, yang rusak, akibat sepak terjang para pebisnis rakus.

Salah Paham Spiritualitas

Berbicara tentang spiritualitas pun tak lepas dari salah paham. Orang mengira, spiritualitas adalah soal agama. Mereka mengira, dengan melakukan ritual dan melaksanakan aturan agama secara buta, mereka menjadi manusia spiritual. Anggapan ini salah.

Agama adalah institusi sosial yang diciptakan manusia. Di dalamnya, ada hubungan kekuasaan yang menentukan isi sekaligus kebijakan agama tersebut. Di abad 21 ini, banyak agama terjatuh ke dalam formalisme. Ia hanya mementingkan tampilan luar, seperti melaksanakan ritual dan aturan, namun melupakan pesan luhur utama dari agama tersebut.

Ketika agama terjebak ke dalam formalisme, ia dengan mudah digunakan sebagai alat politik. Ia juga dengan mudah digunakan sebagai pembenaran untuk kebodohan, kebencian dan kemalasan berpikir. Jika ini terjadi, agama justru kehilangan keluhurannya. Ia justru menjadi sumber intoleransi dan kekerasan yang menghambat kemajuan masyarakat.

Memahami Spiritualitas

Semua ini bisa dihindari, jika politik, bisnis dan agama dihubungkan kembali dengan spiritualitas. Semua upaya politik, seperti pembuatan kebijakan dan pendidikan politik masyarakat, akan percuma, jika tidak ada spiritualitas di dalamnya. Ini seperti membangun gedung tinggi dengan fondasi yang amat lemah. Ia akan runtuh, ketika goncangan terjadi.

Namun, apa itu spiritualitas? Spiritualitas adalah sebuah sudut pandang yang melahirkan cara hidup tertentu, dimana kebutuhan tubuh dilihat hanya sebagai satu bagian dari keseluruhan hidup itu sendiri. Pendek kata, hidup itu lebih luas dari sekedar makan, pergi jalan-jalan, tampil sok religius di depan umum, membeli pakaian bagus, rumah bagus dan kendaraan mewah. Jika ini tak dipahami, orang akan terjebak pada hidup yang sia-sia dan penuh derita.

Spiritualitas juga menyibak fakta dengan jati diri asali manusia. Tubuh akan tumbuh, sakit, menua dan kemudian mati. Namun, ada sesuatu yang abadi di dalam diri manusia. Ia tak pernah diciptakan, dan tak akan pernah hancur.

Sesuatu itu adalah energi semesta, atau energi kehidupan, yang melahirkan segala sesuatu. Dalam arti ini, manusia adalah satu dan sama dengan seluruh alam semesta.

Hidup dengan spiritualitas berarti menyadari betul hal ini. Hidup pun lalu dilihat dari sudut pandang kesatuan dengan semesta ini. Tidak ada yang disebut “orang lain” atau “mahluk lain”, karena pada tingkat paling dalam, kita semua adalah sama. Tidak ada pula yang disebut sebagai “diri” dengan segala ambisi, ketakutan dan kerumitan emosionalnya. Dari sudut pandang ini, hidup adalah keutuhan, kedamaian dan kejernihan dari saat ke saat.

Hidup tanpa spiritualitas adalah hidup yang penuh dengan ketakutan. Orang melihat dirinya sendiri sebagai sesuatu yang kecil dan rapuh. Namun, ini semua kesalahpahaman yang lahir dari pola didik dan pola pikir yang salah. Ketika spiritualitas sungguh didalami dan menjadi bagian dari kehidupan, ketakutan akan sirna dalam sekejap mata.

Politik, Bisnis dan Spiritualitas

Lalu bagaimana dengan karir? Bagaimana dengan uang? Bagaimana dengan nama baik? Bagaimana dengan kesuksesan?

Hidup yang spiritual jauh dari kerakusan. Semua hal di atas dicari dan digunakan seperlunya saja. Ketika orang memasuki pintu spiritualitas, ketertarikannya pada kekuasaan dan kenikmatan hidup pun akan secara alami menurun. Mereka sadar, bahwa semua itu sementara, dan akan menciptakan banyak masalah, jika dikejar secara buta. Orang pun akan memilih jalan hidup yang bisa memberikan nilai kedamaian dan kebijaksanaan tertinggi bagi dirinya dan orang lain.

Politisi yang spiritual akan mencari kekuasaan seperlunya, guna menciptakan kebaikan bersama. Pelaku bisnis yang spiritual akan mencari keuntungan seperlunya, guna membangun organisasi yang baik dengan pekerja yang hidup sejahtera dan bermartabat. Agama yang spiritual akan membawa kedamaian, baik di dalam diri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Jelaslah, bahwa spiritualitas harus kembali ditanamkan di dalam bisnis, politik dan agama.

***

Editor: Pepih Nugraha