Jika Jokowi Menolak, Selamat Datang Calon Tunggal Pilkada Jatim!

Rabu, 13 Desember 2017 | 07:20 WIB
0
190
Jika Jokowi Menolak, Selamat Datang Calon Tunggal Pilkada Jatim!

Konstelasi politik dalam menghadapi gelaran Pilkada Jatim 2018 tampaknya akan terus memanas. Menggelinding bak bola salju yang semakin membesar dan bergerak liar hingga tidak keruan arahnya, sampai ditetapkan oleh KPU Jatim nanti.

Berapa pasangan calon peserta Pilkada Jatim barulah akan terlihat. Satu pasang, dua pasang, tiga pasang atau lebih, saat ini masih menjadi misteri. Hal ini tak lepas dari persoalan menggantungnya kepastian dan nasib Khofifah Indar Parawansa.

Hingga tulisan ini dibuat, Khofifah belum mendapat “jawaban” dari Presiden Joko Widodo atas surat yang dikirimnya untuk mengikuti kontestasi Pilkada Jatim 2018 nanti. Bagi Jokowi sendiri tentunya tak mudah untuk melepas Menteri Sosial tersebut.

Apalagi, Khofifah termasuk menteri yang sangat bisa diandalkan dalam Kabinet Kerja yang sudah dicanangkan sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden RI pada Oktober 2014. Siapa yang akan menggantinya nanti, tentunya juga jadi pertimbangan Jokowi.

Ditambah lagi, belum adanya tanda-tanda munculnya calon peserta lainnya yang diusung partai-partai politik tersisa yang hingga kini belum menentukan sikapnya: mengusung calon sendiri atau berkoalisi dengan parpol-parpol pendukung dan pengusung calon tertentu yang sudah mengemuka di permukaan saat ini.

Dengan indikasi seperti ini, praktis hanya baru ada satu pasangan calon saja yang benar-benar siap mengikuti gelaran Pilkada Jatim tersebut: pasangan Saifullah Yusuf dan Abdullah Azwar Anas. Mereka diusung oleh PKB dan PDIP.

Menyusul kemudian untuk berkoalisi kemungkinan besar adalah PKS. Dikatakan demikian, karena hingga kini hitam di atas putih dari PKS untuk pasangan tersebut belumlah jelas atau belum terpublikasikan. Tapi, tanpa PKS pun pasangan ini sudah memenuhi syarat mengikuti Pilkada Jatim 2018.

Wajar saja jika pasangan calon itu merasa di atas angin saat ini. Harmonis dan kemesraan di antara keduanya di publik, seakan ditunjukkan dengan berbagi tugas untuk mempromosikan diri mereka sendiri sebagai pasangan calon.

Jika Saifullah Yusuf berjalan ke bagian barat Jatim, Abdullah Azwar Anas akan berpromosi di kawasan timur Jatim. Terlihat berpisah, tapi sebenarnya untuk saling melengkapi. Praktis hampir tidak ada gangguan bagi mereka, karena tidak diganggu oleh permasalahan internal.

Lain halnya dengan Khofifah sendiri. Meski sudah mengumumkan akan berpasangan dengan Emil Dardak dan mengantungi rekomendasi dari Partai Demokrat, Golkar dan Hanura, mereka masih diganggu oleh sejumlah permasalahan.

Selain masih menunggu kepastian rekomendasi dari  DPP Nasdem dan PPP yang ketika itu belum berpasangan dengan Emil Dardak sudah mengisyaratkan berkoalisi mendukung atau mengusung Khofifah, hingga tulisan ini dibuat, bacagub Jatim itu belum mengantungi izin dari Presiden RI.

Izin itu berkaitan dengan diperbolehkannya mengikuti gelaran Pilkada Jatim 2018 dan arahan mengenai pos Khofifah saat ini yang menjabat sebagai Menteri Sosial RI. Belum lagi dari sisi Emil Dardak yang baru 2 tahun menjabat Bupati Trenggalek.

Selain telah dipecat oleh PDIP, partai utama yang mengusungnya ketika maju dalam gelaran Pilkada Kabupaten Trenggalek pada 2015 lalu, kemarahan warga Trenggalek dan solidaritas rakyat di kawasan Mataraman, membuat ia harus berpeluh-keringat menuntaskannya.

Belum lagi tekanan yang harus Emil Dardak alami dari para anggota PDIP di wilayah Jatim sendiri yang menganggapnya sebagai seorang pengkhianat. Karena, PDIP sendiri bersama PKB sudah mencalonkan Wagub Jatim dan Bupati Banyuwangi itu.

Simalakama Jokowi

Permasalahan pasangan Khofifah-Emil ini praktis merambat pada Presiden Jokowi. Sebagai kader PDIP dan Presiden, Jokowi bak menelan buah simalakama. Jika mengizinkan Khofifah tetap berpasangan dengan Emil akan membuat Jokowi akan semakin tersudut.

Jokowi ikut diserang oleh PDIP! Sementara, jika tak mengizinkan Khofifah untuk ikut dalam gelaran Pilkada Jatim 2018, akan menunjukkan bahwa Jokowi tak bijak; terlalu patuh dengan keputusan parpol yang membesarkan namanya tersebut dan mengekang “hak konstitusional” Ketua PP Muslimat NU tersebut.

Jika dia ingin bijak, agaknya Jokowi harus dapat “memaksa” Khofifah untuk melepas Emil Dardak agar Menteri Sosial itu bisa bertarung dalam gelaran Pilkada Jatim. Tentu akan lebih bijak lagi jika permintaan untuk melepas Emil Dardak itu disertai dengan memberikan arahan alternatif pilihan bacawagub Jatim untuk Khofifah dan membantunya untuk “berkomunikasi” dengan para pimpinan parpol pendukung Menteri Sosial RI itu.

Dan tak lupa pula, Jokowi memberikan surat izin bagi Khofifah sebagai “syarat” untuk maju dalam tahapan Pilkada Jatim 2018 mendatang. Hal ini tentu tidaklah mudah dan pasti menjadi dilema tersendiri bagi Khofifah.

Sehingga, dengan demikian posisi Khofifah menjadi lebih jelas: tetap menjadi Menteri Sosial dan melupakan Pilkada Jatim 2018, karena tak mendapatkan izin dari Presiden Jokowi untuk “bertarung” dan keengganannya “melepas” Emil Dardak;

Atau tetap ikut maju Pilkada Jatim dengan pasangan calon baru berdasarkan arahan Jokowi. Sementara, bagi Partai Gerindra dan PAN, yang hingga kini belum jelas arahnya mau gabung dengan siapa pada Pilkada Jatim 2018 nanti, akan membuat kedua parpol ini memiliki porsi tawar yang cukup lumayan.

Jika dapat memainkan momentum, mereka dapat memunculkan pasangan calon alternatif yang dapat menjadi magnet dalam memenangkan Pilkada Jatim. Bahkan, jika pasangan calon alternatif itu memiliki popularitas dan elektabilitas yang signifikan, bukan tidak mungkin akan “mencuri” perhatian parpol-parpol lain untuk “membelot”.

Calon alternatif seperti Dahlan Iskan, diyakini dapat mengemban misi itu. Kecerdikan dan kejelian Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dibutuhkan di sini, dengan tetap harus menyelesaikan masalah munculnya klaim La Nyala Mattaliti sebagai cagub Jatim dari Gerindra.

Atau, Moh. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah menjadi Ketua Tim Prabowo Subianto saat Pilpres 2014 lalu. Diyakini pula, nama Mahfud sangat layak untuk berhadapan dengan Saifullah Yusuf mapun Khofifah.

Namun, jika baik Khofifah maupun Gerindra dan PAN tidak dapat menemukan solusi atas permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini, ucapkan saja, “Selamat Datang Pilkada Jatim dengan Calon Tunggal!”

Isyarat Calon Tunggal toh yang jauh-jauh hari sudah ditegaskan oleh Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, yang sejak awal menghendaki kemunculan pasangan calon Saifullah Yusuf dan Abdullah Azwar Anas. Sebab hanya merekalah yang sudah siap benar.

Parpol lain pun mau tidak mau harus berkoalisi dengan pasangan calon ini. Sebab, telah habis energi mereka dalam menyelesaikan permasalahan saat ini dan juga tidak memungkinkan lagi untuk memunculkan pasangan calon yang mampu “bertarung” melawan pasangan calon dari PKB dan PDIP tersebut.

***