Wartawan Metro TV Hilman Mattauch dan Kode Etik Jurnalistik

Sabtu, 18 November 2017 | 05:58 WIB
0
206
Wartawan Metro TV Hilman Mattauch dan Kode Etik Jurnalistik

Wartawan Metro TV Hilam Mattauch akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya setelah namanya muncul di sejumlah media. Ia bersama Ketua DPR RI Setya Novanto ketika mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di kawasan Jalan Permata Hijau Jakarta Selatan pada Kamis 16 November 2017 sekitar pukul 19.00 WIB.

Keesokan harinya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya yang dikutip sejumlah media mengatakan, Hilman telah dikenakan Pasal 283 Juncto Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan ancaman paling lama tiga bulan kurungan penjara.

Di sejumlah media sosial, muncul pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dapat dijawab secara Kode Etik Jurnalistik. Misalnya, pertanyaannya terkait ditetapkannya Novanto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK, namun kenapa Hilman malah menjadi sopir Ketua Umum Partai Golkar dan tidak melaporkan ke pihak berwajib?

Atau, pertanyaan lainnya yang kemudian juga timbul misalnya, jangan-jangan Hilman telah melanggar Kode Etik Jurnalistik dengan menyembunyikan seorang yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai buronan? PepNews.com mencoba merangkum sejumlah Kode Etik Jurnalistik dari berbagai sumber berita yang ada.

[irp posts="4161" name="Kejanggalan atas Kecelakaan Setya Novanto, KPK Lanjutkan Pemeriksaan"]

Perlu dipahami bahwa, dalam Kode Etik Jurnalistik dipaparkan bahwa, seorang jurnalis/wartawan khususnya di Indonesia yang berbunyi, Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya.

Hal itu tertulis dalam pasal 7 Kode Etik Jurnalistik pada poin a. Dengan begitu, tindakan Hilman tidak memberitahukan keberadaan dirinya serta narasumbernya (Novanto) kepada pihak terkait terutama kepada KPK adalah tindakan yang secara Kode Etik tidak dapat dipersalahkan begitu saja.

Ia telah menggunakan fungsi jurnalistiknya secara Kode Etik, sebagaimana diberitakan dalam rilis dari Metro TV yang menyebutkan telah memberikan tugas kepada beberapa tim reporter dan kontributor untuk menemukan dan berupaya keras mendapatkan wawancara atau peliputan eksklusif dengan Ketua DPR tersebut yang saat itu tidak diketahui keberadaannya.

Di dalam rilis itu juga disebutkan, setelah dilakukan berbagai upaya oleh Metro TV untuk mencari keberadaan Novanto, akhirnya Hilman yang berstatus sebagai kontributor di media itu mengabarkan telah menghubungi Setya Novanto kepada Koordinator Peliputan Metro TV pada Kamis sore, dan di situ juga disampaikan oleh Hilman bahwa Novanto akan memenuhi penggilan KPK pada Kamis malam.

Walaupun belum ditahan, Hilman Mattauch menjadi pegangan kuat bagi keberlangsungan jurnalistik di Indonesia. Dia bisa saja membocorkan keberadaan ‘Sang Papa’ kepada KPK. Namun, karena berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistiknya tersebut, Hilman telah menunjukkan kepada kita bahwa dia bersungguh-sungguh telah menjalankan profesinya sebagai wartawan.

[caption id="attachment_4186" align="alignleft" width="410"] Wina Armada (Foto: Hariansinggalang.co.id)[/caption]

Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan wartawan Indonesia Wina Armada Sukardi pernah mengomentari kasus serupa saat Kejaksaan Agung Banten menangani kasus korupsi dana tunjuangan perumahan Ketua DPRD Banten, Dharmono Konstituanto Lawi senilai Rp 14 miliar pada April 2006 lalu.

Dalam sebuah media dia mengatakan, kegiatan peliputan tersebut merupakan hal yang wajar dan tidak bertentangan dengan hukum. Pasalnya, dalam menjalankan profesinya wartawan selalu dilindungi oleh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga tidak ada pertentangan antara kedua aturan tersebut dan kasus seperti ini sebenarnya sudah berkali-kali terjadi di Indonesia.

“Yakni hak wartawan yang karena profesinya dapat menolak menyebutkan nama atau identitas lain termasuk keberadaan sumber berita yang harus dirahasiakannya. Malahan, wartawan justru dapat dikatakan melanggar undang-undang apabila dia membocorkan informasi yang seharusnya dirahasiakan,” kata dia yang juga seorang Pakar Hukum dan Etika Pers seperti dikutip Hukumonline.com.

[irp posts="4142" name="Fredrich Yunadi, Nama Yang Jadi Fenomenal Setelah Bela Setya Novanto"]

Dengan demikian, kata Wina, seorang wartawan tidak boleh serta merta mengungkapkan keberadaan buronan yang menjadi narasumbernya walaupun permintaan tersebut berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian. “Polisi dan Jaksa sebaiknya ke depan lebih memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum dan etika pers, sehingga tidak membuat statement (pernyataan, red.) dari satu sudut pandang tertentu saja,” kata dia.

Berbedan dengan Wina, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan Dewan Pers saat ini tengah mendalami keterlibatan Hilman bersama Novanto. Hilman diduga telah melanggar etika profesi kewartawanannya terkait kebedaraannya dengan Novanto sesaat sebelum kecelakaan mobil di kawasan Permata Hijau.

[caption id="attachment_4187" align="alignright" width="524"]

Yosep Adi Prasetyo (Foto: Tigapilar.com)[/caption]

Yosep mempertanyakan mengapa Hilman mendampingin hingga menyopiri orang yang sedang dicari KPK? Ia khawatir Hilman tidak sekadar menjalankan tugas selaku jurnalis ketika bersama Novanto. Ia bahkan rela menyopiri mobil yang ditumpangi Novanto. “Wartawan tidak boleh menjadi sopir atau pengawal seorang yang tengah dicari aparat penegak hukum,” tegasnya seperti dikutip Detik.com kemarin.

Sementara, kritikus media, Andreas Harsono menilai keterlibatan Hilam seharusnya dilihat dari kepentingan khalayak (publik). Jika Hilman dirasa telah mengutamakan kepentingan tersebut, misalnya dengan mewawancarai Novanto, ia rasa tidak ada masalah dengan kode etik. Namun, kata dia, Hilman harus berani menampuh risiko pidana.

Namun, kata dia, ukuran kepentingan publik itu juga harus didalami kembali oleh Metro TV, sebagai tempat Hilman bekerja. Cuma, kata Andreas, yang menjadi pertanyaan saat ini adalah mengapa mobil yang digunakan Hilman bukan kendaraan operasional Metro TV?

"Metro TV harus membuka keterlibatan jurnalisnya sendiri. Mereka wajib mewawancara Hilman secara tradisi jurnalistik, karena aneh jika Metro tidak meliput secara independen," jelasnya.

***