Sangar. Itu sudah menjadi semacam brand yang melekat pada organisasi bernama Front Pembela Islam. Mereka juga acap dianggap sebagai organisasi yang identik dengan kekerasan. Ah, padahal mereka juga punya selera humor yang mampu dipentaskan dengan sangat serius, kok.
Ya, Fitsa Hats menjadi salah satunya. Nama itu sejatinya melekat dengan satu gerai pizza yang tersebar luas di Indonesia, namun meluncur di pengadilan seserius kasus yang digadang-gadang beraroma penodaan agama.
Sontak Fitsa Hats menjadi viral. Orang-orang membicarakannya di mana-mana. Termasuk saya.
Yang berbeda, saya lebih tertarik melihat itu dari kacamata humor, alias kacamata yang bisa bikin siapa saja nyengir jika mungkin sedang puasa tertawa. (Tapi, tetap lebih dianjurkan untuk memilih tertawa, karena guncangan tawa lebih membantu untuk menjatuhkan kacamata kuda).
Bagaimana tidak, gara-gara terlalu serius berbicara "penistaan agama" yang dilemparkan kepada Basuki Tjahaja Purnama yang dituding sebagai pelaku, Jakarta dan bahkan Indonesia seperti para penderita sakit gigi. Nyaris tak ada senyum, bahkan dalam obrolan di media sosial.
[irp posts="2384" name="Jakob Oetama, Nama Yang Melegenda dalam Dunia Jurnalistik dan Media"]
Lagi, termasuk saya. Ya, yang mirip penderita sakit gigi itu. Jadi bukan Anda saja.
Bagaimana tidak sakit gigi, jika guyon-guyon saya di media sosial terkadang berujung pada berbagai rekomendasi-rekomendasi yang berpotensi bikin sakit hati.
"Mungkin kamu sakit jiwa!"
"Sepertinya kamu sudah gila!"
"Akidahmu dangkal!"
"Kamu sudah menjual agama!"
"Kamu sesat!"
"Kamu liberal!"
"Kamu murtad"
"Kamu harus melakukan syahadat ulang!"
Entah sudah berapa banyak saya menerima pesan-pesan itu, nyaris tak terhitung. Penyebabnya, karena saya memilih posisi sebagai penyeimbang, bahwa dalam kasus apa pun, mbok ya, kita umat muslim yang kita klaim "berbody besar", berjumlah besar, kuat, tak perlulah unjuk kekuatan dan pamer kemarahan.
Ajakan itu acap diklaim sebagai bukti bahwa saya sudah menggadaikan akidah. Ini yang sering bikin saya ingin mengajak orang-orang yang gemar menuding itu untuk bertandang sesekali ke Kantor Pegadaian, yang dapat dipastikan tak menerima "akidah" sebagai sesuatu yang dapat digadaikan.
Itu analogi. Begitulah selayaknya diumpamakan.
[caption id="attachment_2390" align="alignleft" width="300"] Gbr: Newsth.com[/caption]
Gara-gara marah, karena tersinggung, akibat sakit hati, jangankan yang berbeda agama yang tak lagi merasa tenang berada di tengah umat muslim, yang sesama muslim pun tidak bisa selayaknya saudara seagama yang bisa berdebat secara santun dan berakhlak.
Terlalu banyak yang memilih menempatkan orang-orang yang bersikap netral sebagai orang yang tak memiliki semangat keislaman. Alhasil, saat Fitsa Hats booming pun, yang bersedia mengenalkan lagi "merek" yang belum terdaftar tersebut digoblok-gobloki dan dikafir-kafirkan.
Padahal, andai mereka bisa menenangkan emosi sejenak, tak hanya mereka akan tercegah dari darah tinggi dan potensi stroke, melainkan mereka juga bisa menemukan ilham dan ide untuk bisnis baru.
[irp posts="2378" name="Kaleidoskop 2016: Dari Kasus Yuyun, Jessica, hingga Ahok"]
Misal, nih, buka kek gerai baru bernama Fitsa Hats untuk menyaingi pizza yang konon milik kafir. Rekrut saja karyawan muslim yang selama ini telah bekerja di Pizza Hut agar mereka tidak "menggadaikan" akidah seperti selama ini kerap dilempar kepada yang memilih realistis.
Siapa tahu, karena kita umat muslim mampu mendatangkan jutaan umat dalam sekejap, hanya lewat pamflet kecil dan media sosial, gerai Fitsa Hats itu kelak maju jaya dan menguasai pasar pizza di Indonesia.
Kemudian, karyawan yang tadi terancam "menggadaikan akidah" karena bekerja di tempat milik kafir, kini bekerja di Fitsa Hats, sebagai sebuah perusahaan yang punya hubungan dengan aksi bersejarah 212, kan bisa digaji dua-tiga kali lipat.
Itu prestasi. Ada potensi agar umat Islam di negeri ini bisa terdorong untuk lebih berprestasi, paling tidak bisalah menyejahterakan kalangan sendiri dulu, alih-alih berpikir seperti "perusahaan kafir" yang selama ini mempekerjakan orang dari semua kalangan.
[irp posts="2305" name="Polisi Hebat Itu Bernama Aiptu Sutisna, Melawan Kekerasan dengan Diam"]
Sayangnya, kita yang sama-sama ber-KTP Islam di negeri ini, pada hari ini, lebih banyak mengumbar emosi daripada prestasi. Sementara kita sejatinya sadar, apa yang tertulis di KTP itu tidaklah cukup menjadi bekal saat kelak berdiri di depan Tuhan, dipertanyakan tanggung jawab.
Saya, sebab kita yang menjadikan pilar "percaya pada hari akhir" sebagai bagian dari rukun iman, semestinya perlu juga mengingat, "Seberapa bermanfaat hidupmu pada sesama manusia sepanjang hidupmu?"
Atau jika tidak, "Menurutmu, sikapmu semasih hidup dulu, benar-benar bikin umat manusia jadi lebih dekat kepada-Ku, atau kamu yang justru bikin mereka makin jauh dari-Ku karena kamu cuma mendikte mereka bahwa Aku cuma bisa marah-marah?"
Apa yang bisa kita jawab nanti? Apa kita juga akan menuduh-Nya ikut-ikutan membela kafir?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews