"Sudah lama saya janji mau datang ketemu Pak Prabowo. Kemarin akhirnya bisa dan saya diberikan topi. Lalu mencoba kuda putih yang gagah namanya Salero. Kata Pak Prabowo kuda saya senang karena bebannya ringan. Kudanya juga senyum-senyum," kata Presiden Joko Widodo usi bertemu Prabowo Subianto, Senin 31 Oktober 2016 lalu sebagaimana dikutip Biro Pers Setpres.
Jokowi sempat mengungkapkan kesan menunggangi Salero. Sebagaimana yang diberitakan Kompas.com, ia merasa kuda tersebut terlalu besar, tidak sebanding dengan badannya yang kurus. "Ya, kan kudanya besar sekali. Saya kan ringan. Saya lihat kudanya senyum-senyum," kata Jokowi disambut tawa Prabowo dan yang lainnya.
Sementara Prabowo memuji kemampuan Jokowi berkuda. Tubuh Jokowi yang kurus, justru menjadi kelebihan tersendiri. "Beliau (Jokowi) ini rupanya punya bakat naik kuda, soalnya beliau punya kelebihan badannya ringan, jadi kuda suka yang ringan-ringan," balas Prabowo.
Ini gurauan khas Jokowi, panggilan akrab Presiden ke-7 RI yang biasa bertemu dengan siapa saja, tidak terkecuali dengan rival utamanya saat Pilpres 2014 lalu, Jenderal Prabowo Subianto.
Tidak disebutkan adanya humor balasan balik dari Prabowo menanggapi guyonnya itu, misalnya protes begini, "Memangnya selama ini kuda-kuda saya menderita karena badan saya yang lebih besar dari Pak Jokowi!?"
Kalaupun itu terlontar, tentu saja guyonan akrab yang tidak usah diambil hati. Kebersamaan Jokowi yang mendatangi Hambalang, tempat Prabowo mukim, yang bahkan dipinjami salah satu kuda oleh Prabowo, menandakan adanya kebersamaan di antara dua elemen bangsa yang pernah "berseteru" pada Pilpres lalu itu.
[irp]
Berhubung pertemuan itu menjelang bakal digelarnya demo besar pada 4 November 2016 nanti, mau tidak mau pertemuan Jokowi-Prabowo dikaitkan dengan upaya meredam isu akan adanya demo besar-besaran usai salat Jumat di Istiqlal itu.
Kalau sasarannya cuma meredam demo, selayaknya Prabowo tersinggung. "Memangnya demo itu gue yang gerakin," demikian kira-kira kalau diungkapkan, yang tentu saja tidak demikian.
Namun begitu, bisa saja "diplomasi nunggang kuda" antara keduanya itu ingin mengabarkan kepada masyarakat luas, tidak ada tunggang-menunggangi di antara mereka dalam aksi unjuk rasa nanti selain semata-mata menunggang kuda betulan di Hambalang. Entah pihak lain yang tidak diajak naik kuda bersama!
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menganggap langkah Jokowi menemui Prabowo sebagai salah alamat jika tujuannya untuk mengantisipasi demo besar 4 November itu. "Apa hubungannya dengan Pak Prabowo?" katanya dengan nada bertanya.
Pun Ketua PKS Mardani Ali Sera mengungkapkan hal senada. Menurut bakal calon wakil gubernur DKI yang gagal ini, Jokowi seharusnya menemui organisasi-organisasi massa yang mau mengadakan unjuk rasa itu.
Ya, baik Sufmi maupun Ali benar. Tetapi lagi-lagi ini gaya komunikasi politik Jokowi yang seperti biasa bisa dikait-kaitkan dengan isu aktual.
Menjadi pertanyaan besar, mengapa harus Prabowo yang didatangi seolah-olah Prabowo punya kartu trup untuk menghentikan atau meredam aksi demo. Salah-salah orang menganggap, jangan-jangan Prabowo yang menggerakkan demo itu. Bisa begitu, bukan?
Dugaan lain muncul, Prabowo berkepentingan meredam Basuki Tjahaja Purnama dengan mendukung baik langsung maupun tidak langsung demo tersebut. Mengapa Prabowo berkepentingan, karena dia punya jagoannya sendiri, Anies Baswedan yang berpasangan dengan Sandiaga Uno, sehingga wajar jika Ahok harus dihentikan di jalan jangan sampai melenggang ke Pilkada DKI Jakarta.
[irp]
Sebagaimana publik pahami, aksi unjuk rasa besar itu tidak lain dari demo "Anti Ahok" yang dinilai menista agama karena diangap telah melecehkan kitab suci. Dengan tumbangnya Ahok sebelum masuk gelanggang atas tekanan massa, tinggal selangkah lagi untuk mendorong jagoan Prabowo menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Kalau urusan demo itu terkait Pilkada DKI dengan pesan jelas menghentikan Ahok, mengapa Jokowi tidak menemui Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas sekalian? Bukankah bisa tumbuh anggapan SBY juga berkepentingan dengan demo besar itu agar Ahok benar-benar terhenti di tengah jalan akibat tekanan? Jika Ahok terhenti, tinggal setengah langkah lagi menyorong anaknya, Agus Harimurti, menjadi Gubernur DKI, bukan?
Itu semua anggapan yang tentu saja tidak benar, baik untuk Prabowo maupun SBY terkait adanya demo besar 4 November nanti. Tetapi mungkin saja ada permintaan Jokowi untuk menemui Presiden ke-6 RI itu di Cikeas. Namun berhubung ada kesibukan lain yang lebih penting, SBY tidak bersedia menerima kedatangannya di Cikeas. Atau bisa juga sebaliknya, Jokowi enggan atau sengaja tidak menemui SBY dengan satu pesan politik yang jelas untuk publik!
Lagi pula, di Cikeas tidak ada kuda-kuda yang bisa ditunggangi seperti di Hambalang, sehingga tidak ada unsur leisure dan hiburan bagi Jokowi. Jarang-jarang 'kan Presiden naik kuda?
Pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra itu dinilai sebagai upaya meredam suhu politik menjelang Pilkada DKI Jakarta yang mulai memanas. Pertemuan selama dua jam antara kedua tokoh di Padepokan Garuda Yaksa di Kabupaten Bogor itu dinilai tepat. Selain ketua partai yang dianggap oposisi terhadap pemerintah, niat Jokowi menemuinya ingin menunjukkan bahwa antara keduanya tetap berhubungan baik.
***
[irp]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews