Efek Prabowo Subianto di Pusaran Pilkada DKI Jakarta

Selasa, 18 Oktober 2016 | 05:12 WIB
0
186
Efek Prabowo Subianto di Pusaran Pilkada DKI Jakarta

Mau tak mau harus diakui, Prabowo Subianto termasuk salah satu tokoh paling berpengaruh di Indonesia. Terlepas kegagalannya pada Pemilihan Presiden dua tahun silam, tapi kharisma dan pamor yang dimilikinya tak lantas surut secepat angin berlalu. Maka itu, rasanya tak kalah menarik mencoba melihat efek keberadaan tokoh tersebut pada Pilkada DKI Jakarta.

Kenapa? Tentu saja lantaran ia sendiri mengutus sepasang calon gubernur-wakil gubernur, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno untuk berlaga memperebutkan kursi DKI-1. Selain menghadapi Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, utusan Prabowo itu pun harus berhadapan dengan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Seperti jamak diketahui, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai petahana menjadi kandidat yang didukung oleh partai penguasa, PDIP, sebagai elemen yang telah malang melintang dalam dunia politik Indonesia. Keberadaan Megawati Soekarnoputri yang pernah menjadi pasangan Prabowo di Pilpres masa lalu, dan faktor Joko Widodo yang menjadi rivalnya di Pilpres teranyar, adalah orang-orang yang tak bisa dilepaskan begitu saja dari kehadiran Ahok di kontes pemilihan tersebut.

Di sana, Prabowo memiliki bayangan masa lalu yang memang tak mengenakkan, baik dengan Megawati sendiri yang pernah bersamanya sama-sama menelan kekalahan atau dengan Jokowi yang memang mengalahkannya. Tak terkecuali Ahok sendiri yang belakangan acap dituding mengkhianatinya karena mangkir dari salah satu garis politik yang pernah ditetapkan Gerindra yang dipimpin eks Danjen Kopassus itu.

[irp]

Namun, terlepas ada catatan masa lalu tak mengenakkan itu, sejauh ini Prabowo terlihat sangat berhati-hati dalam mengemukakan pernyataannya. Dia menyadari jika dirinya memiliki banyak pengikut, dan para pengikut yang masuk kategori militan pun belum mengendurkan militansinya hingga kini.

Maka itu menjadi hal yang mengharukan sekaligus membanggakan, saat pekan lalu Prabowo Subianto muncul di depan media, menyatakan sikapnya, bahwa ia menentang kampanye negatif untuk menjatuhkan lawan.

"Jangan menghina agama lain dan jangan sembunyi. Masalahnya 'kan begitu, kadang sembunyi di balik isu-isu yang tidak jelas. Saya kira rakyat kita tidak sebodoh yang diperkirakan berbagai kekuatan," ujar Prabowo, seperti dilansir Kompas.com, Rabu 12 Oktober 2016 lalu.

Dari situ saja terlihat, bahwa figur Prabowo menunjukkan karakternya sebagai seorang negarawan yang tak ingin terjadinya kericuhan hingga kerusuhan yang tentu saja akan merugikan banyak pihak.

Persoalannya, sejauh mana pesan yang dapat dikatakan sangat tulus itu betul-betul sampai kepada para pengikutnya? Juga, bagaimana mereka menerjemahkan itu?

Sebab pada faktanya, seperti juga terpampang di berbagai media, ketika salah satu organisasi kemasyarakat berbasis agama mem-blow up isu sensitif berbau agama, ada beberapa figur berlatar belakang partai Prabowo hadir ke lokasi di mana demo besar-besaran sedang berlangsung, Jumat 14 Oktober 2016, atau dua hari setelah Prabowo mengeluarkan pernyataannya itu.

[irp]

Memang, dari pengakuan kalangan partainya yang turut dalam aksi itu, kehadiran mereka atas nama pribadi saja dan tidak mewakili partai. Pertanyaannya, apakah dengan klarifikasi itu akan lantas membuat Gerindra bersih dari kecurigaan sebagai masyarakat bahwa mereka turut mendalangi aksi itu?

Walaupun iya, jika melihat dari perspektif jernih, Gerindra memang tidak memiliki kebutuhan apa-apa dari aksi itu. Seperti diungkapkan Prabowo, yang juga menunjukkan bahwa dia tak menyukai cara-cara culas dalam berpolitik, maka pihaknya memang tidak berkepentingan.

Namun, dengan kehadiran kalangan yang termasuk figur penting di partainya, bisa saja diterjemahkan sebagai bukti bahwa Gerindra ada dalam aksi itu. Apakah ini sebuah contradictio yang kebetulan?

Tapi itu dapat dikatakan hanya sangkaan atau dugaan. Di sisi lain, di situ juga dapat menunjukkan satu kelemahan lainnya yang dapat menjadi bumerang bagi Gerindra, yakni adanya kesan bahwa pesan Prabowo tak diindahkan oleh orang terdekatnya sendiri. Ini sulit, apalagi jika berharap pesan bermuatan damai dan berisi ruh persatuan itu dapat tersampaikan hingga kalangan grassroot alias akar rumput.

Maka itu, dalam hemat saya pribadi, Prabowo pun perlu juga memastikan "ring satu" atau kalangan terdekat dengannya dapat betul-betul memahami pesannya, hingga membuka keran lebih besar untuk dipahami lebih baik hingga ke kalangan lebih jauh.

Kenapa itu penting? Lagi-lagi karena Pilkada DKI memang rentan dengan isu-isu bernuansa SARA, lantaran memang ada kandidat yang mewakili kalangan minoritas, dan adanya kecenderung egoisme dari kalangan mayoritas, dan potensi konflik itu ada. Saat dua kutub itu tak terkendali, maka hal-hal yang sejatinya kecil dan dapat diredam bisa membesar dan melahirkan konflik mahahebat.

[irp]

Apakah kecemasan atas potensi itu terasa berlebihan? Mungkin, tapi juga bukan tak mungkin itu terjadi, jika komponen-komponen penting dan punya pengaruh kuat seperti Prabowo gagal memastikan pesan bermuatan prioritas pada sikap berpolitik dengan cara terhormat, sampai hingga elemen terkecil di barisan pendukungnya.

"Yang penting bagi kita, kampanye kita harus sopan, adiluhung, terhormat," pesan Prabowo pekan lalu, dan akan luar biasa jika pesan itu terejawantah dalam aksi di tingkat akar rumput. Pasalnya, di sanalah yang paling rentan mengering dan rawan terbakar, dan dapat menghanguskan nilai-nilai kebangsaan yang susah payah dibangun puluhan tahun.

Tapi pada intinya, ekspektasi Prabowo mewakili impian rakyat DKI yang menginginkan perjalanan menuju Pilkada hingga pesta demokrasi itu tuntas, berjalan dengan damai. Semoga.

***

[irp]