Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seharusnya memilih mantan Wakil Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta, bukan mengajukan Sandiaga Uno.
Survei Opinion Leader oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia terkait Pilkada DKI Jakarta 2017 yang dirilis Senin, 1 Agustus 2016 di Jakarta setidaknya membuktikan, peringkat Sjafrie untuk direkomendasikan sebagai bakal calon DKI-1 mengungguli Yusril Ihza Mahendra dan bahkan Sandiaga Uno.
Sebagaimana diberitakan, Prabowo telah menunjuk secara resmi Sandiaga Uno sebagai bakal calon gubernur DKI, sedangkan Sjafrie dan Yusril tersisih.
Di antara ketiga nama yang digodok Partai Gerindra, nama Yusril merupakan tokoh paling tidak direkomendasikan dengan 43,8 persen, disusul Sandiaga Uno 29,78 persen dan Sjafrie Sjamsoeddin 17,3 persen.
Karena muncul sebagai "the best among the worst" di antara bakal calon dari Gerindra, Sjafrie-lah yang seharusnya dipilih Prabowo sebagai bakal calon gubernur DKI.
Dari sisi "kerajinan" ketiga bakal calon dari Gerindra itu turun ke masyarakat, harus diakui Sandiaga Uno-lah yang paling rajin. Sandiaga, misalnya, terlihat duduk sendiri di metromini atau ngotot ingin terus berdiri menggelantung di atas busway Transjakarta meski tempat duduk banyak yang kosong.
Sementara Yusril sempat terlihat di pasar modern mengenakan kaus Mickey Mouse dan naik kereta CL ke kampus UI. Sedangkan Sjafrie sesekali bergaul dengan para ulama DKI Jakarta alias mendekati kelompok Muslim.
Survei itu juga menunjukkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi sosok paling direkomendasikan untuk menjadi gubernur DKI Jakarta.
Ahok dipilih 79,74 persen pakar sebagai tokoh paling direkomendasikan. Perolehan Ahok mengungguli Wali Kota Bandung Ridwan Kamil 38,8 persen dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini 38,67 persen.
Namun demikian, nama Yusril dengan hasil paling tidak direkomendasikan itu ditentukan oleh partisan survei yang sebagian besar berlatar belakang profesor dan doktor, bukan rakyat biasa.
Timbul dugaan, jangan-jangan ada rivalitas di antara para doktor dan profesor di Universitas Indonesia, sehingga para koleganya sendiri di UI tidak menyukai sosok Yusril dan terbawa-bawa saat menjawab kuesioner survei.
Hal serupa bisa terjadi pada Ahok sebagai sosok yang paling direkomendasikan. Pasalnya, yang merekomendasikan adalah para profesor dan doktor di UI, yang sebagian boleh jadi tidak punya hak pilih karena tidak ber-KTP Jakarta. Jangan lupa pula, pemilih DKI Jakarta adalah rakyat kebanyakan, bukan profesor atau doktor.
Alhasil, hasil Survei Opinion Leader oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia itu tidak menunjukkan pertarungan para kandidat yang sesungguhnya di Pilkada DKI 2017. Terlebih lagi, pelaksanaan Pilkada itu sendiri masih berbilang waktu, yang bisa mengikis elektabilitas atau sebaliknya bisa menaikkan elektabilitas seseorang.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews