You Took A Picture, You Must Pay!

Bersikap lemah lembut dan cepat menyerah di dunianya yang begitu keras bukanlah pilihan. Dia HARUS bersikap ngotot dan memaksa.

Senin, 31 Juli 2023 | 10:32 WIB
0
99
You Took A Picture, You Must Pay!
Pemuda India dengan monyetnya (Foto: dok. Pribadi)

Ketika pertama kali kami ke India di tahun 2012 salah satu tempat yang kami kunjungi adalah Taj Mahal di Agra. Jalanan ke Agra padat, bising dan semua kendaraan saling serobot. Jika Anda mengira prilaku pengendara di jalanan di kota-kota besar di Indonesia kurang ajar dan tidak disiplin, Anda perlu datang ke India. India is incredible.

Pengendara di India jauh lebih trampil dalam menyerobot. Hanya ada satu aturan di India, yaitu tidak ada aturan. Kalau kita di Indonesia bisa jengkel kalau melihat ada motor melawan arus lha di sini mobil juga melawan arus. Sungguh gendeng mangan semir.

Setiap pengendara, mulai dari pengemudi truk, mobil van, bajay, motor, sepeda, gerobak, saling membunyikan klakson utk minta hak menyerobot jalan di depannya. Dan mereka melakukannya dengan kecepatan tinggi tanpa harus menyenggol satu sama lain. Mereka begitu lihainya bermanuver sehingga kami benar-benar kagum dengan ketrampilan mereka. Jarak antar kendaraan benar-benar mepet sehingga seolah sudah menempel.

Ini seperti ikut serta dalam sebuah tim akrobat jalanan…dan tetap selamat! Pokoknya jika Anda menginginkan sebuah perjalanan yg full adrenalin saya rekomendasikan perjalanan darat New Delhi – Agra. Dijamin puas…! 

Ketika mobil kami berhenti karena macet tiba-tiba datang seorang pemuda membawa seekor monyet dan kemudian beratraksi di samping mobil kami. Karena melihat atraksi tsb kami kemudian mengambil fotonya. Tapi begitu selesai memfotonya tiba-tiba si pemuda menuntut 200 rupee utk foto-foto tsb. Dia ngotot dan bersikeras bahwa kami harus membayarnya. Pertama dia meneror teman yang duduk di kursi depan. Semula teman saya tidak mau membayar tapi dia terus diteror.

Si teman akhirnya menyerah karena tidak tahan diteror. Setelah tawar menawar dengan teman yang mengambil foto akhirnya ia mau menerima Rs 100. Selesai dengan teman saya ia kemudian mendatangi saya yang duduk di belakang menuntut sejumlah yg sama. Saya pura-pura tidak melihatnya. ‘You, Sir! You took a picture. You must pay.’ teriaknya dengan logat khas Indianya sambil mengetuk-ngetuk kaca jendela.

Saya pura-pura tidak mendengar dan melihatnya. Ia terus berteriak-teriak dan mengetuk-ngetuk entah berapa lama. ‘Mau memeras saya, heh…?!’ Kata saya dalam hati. ‘Ayo kuat-kuatan karo arek Suroboyo…!’.

Entah berapa menit adu urat syaraf berlangsung tapi akhirnya mobil berjalan, ia menyerah dan pergi. Tapi ia sudah dapat 100 rupee dari teman saya yang diterornya pertama kali. 

Peristiwa ini benar-benar membekas pada diri saya dan istri dan kami sering mengulang-ulang kalimat 'Monkey Boy' tersebut. "You took a picture... You took a picture... You must pay." dan kami ngakak bersama. 

Pokoknya kalau kami saling tuntut siapa yang harus membayar sesuatu kalau belanja atau ada tagihan maka kalimat itu yang kami keluarkan. "You took a picture. You must pay." dan kami akan ngakak bersama lagi. Pokoknya 'You must pay'. 

Kini, sebelas tahun kemudian, kami datang lagi ke India tapi kini kami ke Kashmir dan Ladakh yang indah tersebut. Kami masih mengingat peristiwa 'You took a picture, you must pay' itu dan kami membahasnya kembali sambil ngakak. 

Tapi kini kami melihat peristiwa itu dari perspektif yang berbeda. Kami melihatnya dari perspektif Si Monkey Boy tersebut. Dan kami bisa memahami mengapa dia begitu ngotot orang harus bayar padanya untuk sesuatu yang ia lakukan meski orang tersebut tidak meminta dia melakukan hal tersebut. Ia hidup dari pekerjaannya itu. Ia harus dapat uang untuk makan dan begitu juga monyet yang ia pelihara. Life is very hard in India. Kalau ia tidak ngotot demikian maka ia dan monyetnya akan tidur dengan perut kosong.

Jadi bersikap lemah lembut dan cepat menyerah di dunianya yang begitu keras bukanlah pilihan. Dia HARUS bersikap ngotot dan memaksa. Taruhannya adalah hari itu ia tidak dapat uang dan ia beserta monyetnya tidak bisa membeli makanan. Iki India, Cuk...! Ojok mbok padakno karo Wonokromo.

Jadi seandainya saya bertemu lagi dengan Si Monkey Boy ini SEKARANG maka dengan senang hati saya akan memberinya Rs 200, bukan karena pertunjukan monyetnya sangat spektakuler tapi demi kemanusiaan.

"No problem. I will pay... I will pay...!" 

Kuala Lumpur, 31 Juli 2023

Satria Dharma