Mungkinkah Facebook Mempersonanongratakan Seseorang?

Media sosial Facebook tetaplah sebuah sistem. Ia cerdas tapi sekaligus idiot. Terlalu banyak jalan untuk tetap eksis di dalamnya.

Sabtu, 15 Februari 2020 | 06:55 WIB
0
442
Mungkinkah Facebook Mempersonanongratakan Seseorang?
Ilustrasi Facebook (Foto: Merdeka.com)

Nyatanya bisa! Dan sudah....

Seorang sahabat, yang sudah saya anggap sebagai kakak, saya sering memanggilnya "Akang Senior". Tiba-tiba menghilang dari linimassa saya. Kami satu SMA Negeri yang sama, dibesarkan dalam kultur yang sama. Walau berbeda angkatan yang cukup jauh. Beliau angkatan 1971, saya 1986. Jarak yang nyaris setengah generasi. Tapi kita dipertautkan oleh spirit yang sama, yang beliau selalu sebut: Charater is More....

Sesungguhnya ini semacam olok-olok, daripada sebuah jargon yang membebani. Karena kalimat awalnya adalah Knowledge is Power. Kredo yang ditanamkan dari generasi ke generasi, tetapi juga punya pemaknaan yang berubah-ubah sesuai perkembangan zamannya. Tidak selalu linier dari masa ke masa tentu adalah sebuah resiko.

Ketika rasa penasaran karena "kehilangan" sedemikian rupanya. Daripada banyak bertanya, yang ujungnya makin tersesat. Saya coba hubungi langsung secara personal. Toh saya menyimpan nomer kontaknya. Bertanya apa yang terjadi? Kang Iwan, dulu di Facebook (FB) memiliki nama lengkap Iwan H. Suriadikusumah (H disini singkatan Hernawan), rupanya tidak sekedar disuspend, tetapi betul-betul telah dikucilkan oleh admin Facebook.

Akun lama-nya benar-benar dihapus, diblokir. Semua tulisan, foto, data pertemanan juga hilang, atau lebih tepatnya dilenyapkan. Dan bagian terburuknya adalah ia tak bisa lagi membuat akun baru dengan nama yang sama. Bahkan jika pun dirubah, tapi dengan foto-foto yang real dirinya. Tak akan berusia lama, pasti akan tiba-tiba menghilang lagi. Sedemikian terus sampai kira-kira akhir Januari 2020 ini.

Seberapa berdosakah Kang Iwan?

Justru masalahnya disini. Ia adalah sedikit dari kaum sepuh yang masih berani bersuara secara independen. Ia telah memiliki akun FB sejak 2009, nyaris 10 tahun hingga ia dianggap sebagai "public enemy".

Sepanjang rentang satu dasawarsa itu, ia tak berhenti menulis. Hingga pernah suatu saat, ia masuk 10 besar jajaran orang yang dianggap musuh para kampret. Kadrun belum lagi lahir, ia baru belakangan muncul ketika ternyata para petinggi kampret bermetamorfosa jadi cebong. Kawin paksa yang aneh dan tidak aneh kalau gagal....

Lalu apa masalahnya? Kena pasal apakah?

Lagi-lagi justru di sinilah yang aneh, ia aktifis kemanusiaan yang selalu mencoba menyuarakan kebenaran. Aktivitasnya tidak melulu sebagai pembela Jokowi dalam dua kali masa kampanye. Walau perlu juga dicatat ia adalah Ahokers garis keras. Sependek yang saya tahu: ia bahkan menjadi orang yang aktif melakukan advokasi dan mencari jalan tengah ketika terjadi pengucilan orang tua murid yang tidak setuju di ikut gerakan untuk membenci Ahok di sekolah Al Azhar. Padahal yang dihasut itu baru sebatas anak-anak TK. Anak TK diajak berpolitik?

Ia juga aktif ketika muncul kasus Meliana di Tanjung Balai, menjadi teman bicara untuk menginisiasi kasus ini hingga mendapat titik paling benderang. Sesuatu yang pada akhirnya justru sangat hiperbolik, di luar dugaan. Apa itu? Gak penting, toh si ibu sekarang sudah punya rumah makan baru....

Sebagai seorang muslim, ia kukuh pada garis Islam konservatif dan "bukan yang hari ini". Bukan yang suka menganggap di luar dirinya adalah khafir, tidak kaffah, atau auto-neraka itu. Ia selalu bereaksi keras kepada setiap isu yang membuat Islam tidak lagi bercita rasa "rahmatan lil alamin".

Baca Juga: Jokowi, Facebook dan Twitter

Dan rupanya inilah masalahnya.... Ia dianggap terlalu keras untuk media sosial sejenis FB. Ia terlalu jujur untuk membuka kedok-kedok orang yang wajahnya sudah nyaris seperti labirin, karena berlapis-lapis selaputnya. Tapi kenapa FB juga sedemikian rupa ikut memusuhinya? Inilah yang menjadi sisi absurd dan rumitnya....

Kang Iwan sendiri menganggap admin FB sudah tersusupi. Ia tidak sekedar bekerja dengan Artificial Intelegence secara teknologis. Ia juga bekerja diatur oleh manusia dengan kepala jidat hitam. Buktinya: terakhir akunnya hilang, saat ia memposting status yang mendeskripsikan bagaimana seorang petinggi ISIS dari Inggris, bercerita seberapa banyak laki-laki yang dibunuhnya, dan perempuan yang diperkosanya.

Sebuah standar moral yang ya gitu deh Ia merasa dikerjai oleh terutama ada oknum-oknum bernyawa, berpakaian, dan barangkali bercelana cingkrang yang juga sudah duduk di dalam admin efbe Indonesia. Cingkrang yang bukan fashion, tapi ideologis. Dan ia tentu dengan sigap akan mendismiss, seseorang bersalah tanpa pernah perlu pengadilan, apalagi pembelaan. Ia dipersona non-gratakan....

Konon pengguna FB di seluruh dunia ada 4,2 Milyar. jauh melebihi jumlah populasi riil manusia yang hidup di muka bumi saat ini. Saya tidak tahu seberapa banyak yang menikmati "previlege" seperti Kang Iwan ini: ditandai, dikucilkan, dienyahkan. Tidak boleh ikutan kost atau minimal numpang ngopi di rumah besar FB....

Sayangnya FB itu juga tetap sebuah sistem. Ia cerdas tapi sekaligus idiot. Terlalu banyak jalan untuk tetap eksis di dalamnya.

Bukankah begitu Kang Iwan....

***