Deddy Corbuzier Lupa Kacang akan Kulitnya?

Ada perorangan seperti Deddy Corbuzier, media online, radio siaran, televisi siaran dan warga biasa yang berlomba-lomba membuat konten menarik dengan harapan ditonton dan dilanggan pengguna yang masif.

Senin, 3 Januari 2022 | 12:00 WIB
0
2094
Deddy Corbuzier Lupa Kacang akan Kulitnya?
Iklan Podcast Deddy Corbuzier (Foto: Facebook.com)

Di sejumlah sudut kota negeri ini sedang "mewabah" iklan dalam bentuk spanduk dan baliho besar-besaran, seolah-olah tidak mau kalah dengan baliho para politikus yang ingin menjadi Presiden RI.

Pemasang iklan luar ruang dalam rupa spanduk dan baliho ini adalah Deddy Corbuzier atau perusahaan yang menaungi podcast sosok yang dulu dikenal sebagai pesulap dan mentalis itu.

Para pelewat jalan yang matanya terantuk pada iklan itu tentu bertanya-tanya, ada apa ini?

Beberapa spekulasi yang muncul tentu saja Deddy Corbuzier ingin semakin memperkenalkan sosok dirinya, podcast-nya, di dunia nyata karena selama ini ia bekerja di media sosial (YouTube) di Internet.

Dengan semakin dikenal, semakin banyaklah orang yang ingin menonton podcast-nya di YouTube dan berharap mendapat subscriber (pelanggan) baru di salurannya. Banyaknya penonton dan subscriber berkorelasi dengan penghasilan. Ini wajar, memancing ikan besar harus dengan umpan yang juga besar.

Spekulasi lain, sebagaimana Raffi Ahmad, podcast Deddy Corbuzier sudah mendapat suntikan dana investor yang berlimpah, sehingga dikelola secara lebih profesional dengan pendekatan bisnis yang layak dan semestinya.

Tetapi coba simak narasi yang terdapat dalam iklan di spanduk dan baliho itu? Tidakkah itu sangat menohok dan membuat sakit hati para awak dan pengelola televisi.

Terbaca: "Masih Nonton TV?" Lalu di bawahnya ada tanda pagar #CLOSETHEDOOR yang merujuk pada nama acara podcast-nya di YouTube.

Sangat provokatif!

Orang-orang pun bergumam, wah Deddy sudah lupa kacang akan kulitnya rupanya!

Mengapa begitu? Ya, bukankah pria bernama lengkap Deodatus Andreas Deddi Cahyadi Sunjoyo kelahiran 28 Desember 1976 ini dulunya besar dan di dibesarkan televisi? 

Salah satu program televisi yang paling berhasil menyita perhatian penonton adalah "Hitam Putih". Harus diakui, dari sinilah Deddy Corbuzier lebih dikenal publik dan kemudian bersinar terang setelah membuat podcast dengan penghasilan fantastis!

Sekadar gambaran, pada Desember 2021, saluran podcast YouTube-nya memiliki lebih dari 16,7 juta pelanggan dan videonya memiliki lebih dari 3.160.638.445 penonton.

Amazing!

Layakkah awak, pemilik, pengelola dan pegiat televisi tersinggung dengan iklan Deddy Corbuzier yang bernada provokasi tersebut?

Tersinggung boleh, asal jangan baper!

Sebaliknya, baliho Deddy Corbuzier itu peringatan keras bagi dunia dan bisnis pertelevisian yang sudah berada di ambang senjakala. Harus dicari segala cara agar bisa tetap survive dan tidak tergelincir dalam gelapnya malam bisnis yang makin suram ini.

Untuk bertahan hidup sebenarnya saluran televisi siaran sudah melakukan berbagai cara, salah satunya mengoptimalkan media onlinenya dan mengaktifkan saluran khususnya di YouTube. Potongan-potongan acara yang berlimpah dikemas ulang untuk kemudian disajikan dalam format baru. Harapannya menjaring penonton baru penghuni jagat YouTube.

Beberapa media online yang cerdik seperti Tribunnews.com memiliki salurannya sendiri di YouTube, seolah-olah memiliki Newsroom yang memproduksi siaran beritanya sendiri, padahal tidak lain menjadikan teks berita sebagai suara dengan diberi potongan gambar atau video yang banyak dihasilkan warga biasa.

Kompas.com meski tidak meniru format Tribunnews dalam mengemas ulang beritanya di YouTube, tetapi memiliki slideshow potongan berita yang dikemas menarik; menggabungkan teks, foto, suara, gambar, grafik dan video. Kemudian potongan slideshow itupun ditaruh di channel YouTube-nya dan penghasilan tambahan mengalir dari "sumur" baru ini.

Terlihatlah bahwa semakin ke sini, semua aktivitas pembuatan konten mengerucut pada satu titik: YouTube.

Ada perorangan seperti Deddy Corbuzier, ada media online, ada siaran radio, ada televisi siaran, ada pesehor dan warga biasa yang berlomba-lomba membuat konten menarik dengan harapan ditonton dan dilanggan pengguna yang masif.

Baca Juga: Menjawab Tuduhan Deddy Corbuzier tentang Santa Claus

Jangan salahkan pembuat konten (content creator) yang perlahan-lahan menggeser nama besar presenter dan bahkan wartawan kawakan.

The world is flat, dunia itu datar sebagaimana dikemukakan Thomas L. Friedman, menemukan pembenarannya di sini, bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama di Interner asalkan mau bergerak dan berkreasi.

Anda bilang konten mereka di YouTube itu ecek-ecek dan tidak penting?

Nanti dulu, orang di luar Anda itu jumlahnya jutaan, bahkan miliaran!

Jadi, mohon jangan merasa diri penting, ini (medan) Internet, Bung!

***