Berita Medsos vs Situs Berita

Berkaca diskripsi di atas, saya ingin mengatakan bahwa trend netizen mencari berita di media sosial itu sudah terjadi, bahkan lebih dahulu menjadi prilaku para generasi milineal dan alpha kita.

Senin, 26 Juli 2021 | 09:38 WIB
0
288
Berita Medsos vs Situs Berita
Berita Medsos vs Situs Berita

Mungkin sudah setahun lebih saya tidak pernah lagi membaca dan menyentuh lembaran koran dan majalah. Bukan karena  pengaruh  pandemi Covid-19 seperti saat ini. Tapi karena memang informasi dan hiburan yang dibutuhkan lebih dari cukup diperoleh  hanya melalui smartphone.

Akses internet dari ponsel pintar dirasa yang lebih praktis , cepat,  mudah  dan murah. Bahkan keluarga lebih bebas dan aman dari ancaman virus corona dibanding harus  memasukan koran dan majalah  dari    luar rumah.

Dengan smartphone informasi dan hiburan  bisa dibaca, ditonton dan didengar dimana dan kapan saja. Bisa sambil berkendara, memasak dan aktivitas lainnya. Bisa   di kamar mandi, di toilet,  di kamar tidur, atau dimanapun tidak menghalangi kita menggunakan smartphone.

Itulah sebabnya mengapa media konvensional seperti koran, majalah, televisi dan radio kini mulai diabaikan.    GlobalWebIndex mendatakan dari tahun ke tahun, jumlah penonton televisi, pendengar radio, pembaca koran dan majalah mengalami kemerosotan signifikan.

Kita mungkin  mempunyai pengalaman sama. Tidak lagi membaca koran dan majalah. Tidak  menonton televisi dan mendengar radio. Kalau pun masih, waktu - waktu yang kita habiskan tidak sebesar bersama gadget atau  smartphone.

Bicara  soal  akses  informasi berita di smartphone, pilihanya pasti situs  berita online atau aplikasi portal berita. Terutama dari media pers terkenal, baik lokal, nasional dan internasional.

Nah, khusus berita berita lokal atau daerah,     kebiasaan saya memperolehnya  mulai berubah selama pandemi ini. Pilihannya bukan hanya situs berita online atau aplikasi portal berita  saja, tapi mulai terbagi pada platform akun berita di media sosial. 

Jika dulu, saya lebih sering membuka bahkan bisa dibilang  sangat tergantung pada portal atau situs media online, tapi dalam setahun ini,    akun   berita daerah di  media sosial seperti Instagram, menjadi pilihan yang relevan buat saya. Kanal berita di media sosial menawarkan one stop service, serasa lebih praktis, mudah dan beragam dibanding  website berita.

Kelebihan lainnya,  berita lokal yang ada  di akun berita media sosial tidak terikat pada   berita teks dan gambar aja,  tapi  banyak menyajikan  peristiwa update di lapangan dalam bentuk video. Mulai dari yang receh sampai yang tegang merentang.

Hiburan yang disajikan pun  merupakan rekaman video dari  peristiwa   menggelitik  yang terjadi apa adanya  di masyarakat.   Beda misalnya dengan portal berita online , yang lebih cenderung terikat dan terbatas  pada  berita teks dan gambar. Jikapun ada hiburan format video, pasti  memerlukan ruang dan  akses data yang  cukup besar, dan itu tidak se-update  di media sosial.

Memang harus kita akui,  namanya  media sosial, apalagi jika adminnya tidak punya dasar-dasar  jurnalistik sama sekali, tak jarang   malah   berita hoaks yang tersiar karena sumber berita tidak terverifikasi.

Makanya, kita juga harus selektif untuk mem-follow akun-akun berita seperti ini. Lazimnya  akun berita, tentu berbeda dengan akun-akun anonim atau pribadi lainnya di media sosial. Banyak juga akun berita lokal yang benar-benar  menjaga integritas, kode etik dan kepercayaan follower mereka. Ada rasa tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar, membangun narasi yang seimbang dan menghindari berita-berita hoaks.

Kondisi ini  barang tentu bakal meningkatkan  keterbiasaan masyarakat menggunakan media sosial sebagai sumber informasi berita  yang terpercaya. Jangan lupa! bahwa   pengguna media sosial di negeri ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sebuah laporan pada Januari 2021 menunjukkan pengguna aktif media sosial di Indonesia  61,8 persen  atau sekitar 170 juta dari total 274,9 juta penduduk.  Angka ini  bergerak naik 6,3 persen dibanding tahun sebelumnya.

Belanja iklan perusahaan  di media sosialpun mulai diperhitungkan. Survei yang dilakukan perusahaan platform otomatisasi periklanan sosial Smartly.io menyebutkan  perusahaan mulai menargetkan setidaknya 30  persen anggaran pemasaran  mereka untuk media sosial.

Berkaca diskripsi  di atas, saya ingin mengatakan bahwa trend netizen mencari berita di media sosial itu sudah terjadi, bahkan lebih dahulu  menjadi prilaku  para generasi milineal dan alpha kita. Ini bisa menjadi warning bagi portal-portal berita online yang ada saat ini. Apa yang terjadi pada  media konvensional bisa saja berulang kepada media online.

Apalagi jika kelak diterapkan kebijakan satu akun satu NIK (Nomor Induk Kependudukan). Setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap media sosial. Pasti itu akan menghilang stigma media sosial sumber hoaks.  Orang akan berfikir 1000 kali  lagi menyebar berita hoaks di media sosial. Akhirnya, media sosial benar benar akan  menjadi platform "  terpercaya "bagi kita semua.

Tommy Manggus