Soalnya jika nasib benar-benar tertukar, yang saya pamerkan pasti lebih dari sekadar lirikan mata laki-laki.
Saya mengunggah foto Presiden Joko Widodo sebagai status fesbuk. Untuk lucu-lucuan saja, menghangatkan suasana yang cukup dingin. Zaman Soeharto berkuasa, mana berani saya unggah foto Soeharto sekalipun adegannya sedang mancing di Teluk Jakarta. Lagipula, dulu 'kan belum ada fesbuk.
Yang saya unggah itu foto lama. Ada adegan di mana Pakde Jokowi berfoto berdua artis "Sang Penari", Prisia Nasution. Bukan adegan biasa.
Natural. Tanpa rekayasa.
Tetapi, ini bisa saja kepiawaian sang fotografer saat mengabadikan momen itu, momen di mana Jokowi punya lirikan maut kepada seorang perempuan muda; lirikan mata laki-laki.
Ramailah komentar di bawahnya...
Beberapa teman membagikannya kembali dengan narasi masing-masing. Teman saya ngasih narasi pendek di atas foto yang dibagikannya itu: cc. Iriana.
Saya ketawa dibuatnya. Ternyata lucu itu ga harus berpanjang-panjang kata.
"Bukti bahwa President Indonesia -ternyata orang normal, ngga ada yang aneh," komentar teman lainnya. Ada lagi komen yang masih membawa-bawa residu Pilpres, "Kalau si anu mah nggak mungkin melirik...?" yang kemudian ditimpali teman lainnya, "Melirik bobby the cat!"
Paham 'kan maksud "si anu" di sini? Mengerti toh yang dimaksud "bobby the cat" itu? Ah sutralah... jangan lagi bicara cupras-capres, bagusnya bersih-bersih residu Pilpres!
Tetapi, tetap saja kelugasan teman-teman bernarasi --mungkin secara tidak langsung dipaksa berlatih oleh fesbuk tiap hari-- menerbitkan kelucuan tersendiri. Di sinilah saya merasakan manfaat terbesar fesbuk yang diciptakan Mark Zuckerberg; menghibur diri!
Kembali ke lirikan mata Pakde Jokowi!
Apakah lirikan itu karena Prisia bermarga sama dengan menantunya yang bernama Bobby Nasution (oh ya, "Bobby the cat" itu bukan dia loh ya) sehingga ia serasa menatap anak sendiri? Atau Pakde memang lelaki normal sebagaimana narasi yang saya sematkan di atas foto itu, yang punya prinsip "10 langkah dari rumah setiap lelaki normal adalah bujangan"?
Saya kok milih yang terakhir dari dua kemungkinan itu ya, bahwa Pakde Jokowi adalah presiden laki-laki yang normal. Jangan bandingkan dengan Pak Karno, Presiden pertama RI yang flamboyan, yang kita tahu bukan sebatas lirikan mautnya saja, tetapi sampai menikahi sejumlah perempuan. Lirikan mata Jokowi pasti ga seujung kukunya hasrat Pak Karno untuk yang satu ini.
Alhasil, saya kok jadi sibuk sendiri nyari-nyari dokumentasi foto apakah Pak Harto juga punya adegan yang sama saat menatap wajah Waljinah, misalnya. Tapi yang saya cari nihil. Pak Harto ternyata ga "senakal" Jokowi atau memang para fotografernya tahu diri; punya fotonya tapi ga mungkin berani memuatnya di koran, kecuali kalau mau besoknya korannya itu dibredel Pak Harmoko.
Tuhan maha adil dan maha bijak dalam menjaga keseimbangan semesta, yang tidak menukar posisi saya dengan Jokowi dalam kehidupan nyata; saya jadi presiden, Jokowi jadi saya. Ga ada istilah "Presiden yang tertukar" itu.
Soalnya jika nasib benar-benar tertukar, yang saya pamerkan pasti lebih dari sekadar lirikan mata laki-laki.
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [25) Narasi Radikal
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews