Harianto Badjoeri [30]: Persija Makmur Sejahtera di Tangannya  

Inilah keluarga besar Persija, yang selalu merindukan kemunculan sosok manajer seperti seorang HB di kemudian hari.

Kamis, 21 November 2019 | 15:28 WIB
0
476
Harianto Badjoeri [30]:  Persija Makmur Sejahtera di Tangannya   
Tauhid Indrasjarief alias Ferry (Foto: dok. pribadi)

Sepak terjang Harianto Badjoeri yang akrab disapa HB tidak sekadar dalam lingkungan birokrasi dan organisasi kepemudaan, namun meluas sampai ke dunia olahraga, khsususnya sepak bola. Persija Jakarta adalah klub yang pernah mendapat sentuhannya pada empat periode, 2006-2010.

Meskipun tiada torehan pestasi sebagai juara, Persija secara klub relatif makmur dan sejahtera di bawah HB selaku manajernya. Tidak pernah terdengar keluh kesah tentang kesejahteraan dari para pemainnya.

“Malah boleh dibilang kami ini makmur sejahtera waktu itu,” ujar Tauhid Indrasjarief, mantan asisten manajer dari Harianto Badjoeri, namun sekarang menjadi Ketua Umum The Jackmania –suporter Persija Jakarta.

Ferry, demikian sapaan Tauhid Indrasjarief, mengenal betul karakter seorang HB dalam manajemen kerja. HB yang tidak banyak cakap dan wacana ini lebih menonjolkan  pendekatan kesejahteraan dalam memimpin. Ibarat petani, HB mengelola lahan dan tanaman menggunakan kecukupan pupuk agar hasil panen maksimal.

Demikian juga ketika HB menjadi manajernya Persija. Di mata Ferry, HB adalah seorang manajer yang bisa menghadirkan kegembiraan kepada tim. Segala kebutuhan tim dipenuhi sampai batas optimal, bahkan boleh dibilang di atas rata-ratanya klub lain di Indonesia.

Banyak bonus dan hadiah di luar logika yang ditebar HB kepada tim, khususnya pemain. Pernah suatu saat, Persija bertanding di kandang Persipura, Jayapura, di Papua. Waktu itu, Persija kalah oleh Persipura. Meskipun begitu, HB masih juga menggelontorkan bonus kepada tim. Bukan atas dasar prestasi kemenangan tetapi atas dasar rasa kasihan.

“Udah Fer, kamu kasih bonus tuh anak-anak. Kasihan dia sudah bertanding jauh dari keluarganya,” ujar Ferry menirukan perintah HB untuk memberi bonus kepada pemain Persija.

Padahal, manajeman Persija punya aturan bahwa bonus kepada pemain hanya diberikan manakala menang di kandang maupun di tandang atau seri di tandang. Kalah di tandang atau seri di kandang, bonus tidak akan diberikan kepada pemain.

Pemberian bonus ini tentu saja mengagetkan pemain. Mereka tidak menduga kegembiraan akan dihadirkan oleh HB kepada tim. Bila diselami alasan HB mencairkan bonus kepada pemain meskipun waktu itu kalah adalah karena prinsip yang dia anut: bahwa kegembiraan dan kebahagiaan adalah hak setiap manusia!

“Manusia apapun keadaannya harus diberi kebahagiaan dan kegembiraan agar hidupnya menjadi damai dan tenteram,” demikian HB berprinsip.

Cerita hadirnya kegembiraan ini bukan berhenti di sini. Masih ada lagi kegembiraan yang dihadirkan HB kepada pemain Persija. HB pernah menyewa satu pesawat komersial dari Palembang ke Jakarta hanya untuk mengangkut pemain yang baru selesai bertanding melawan Sriwijaya FC di Stadion Jakabaring, Palembang.

Hanya dengan mengangkut sekitar 30 orang anggota tim Persija, banyak bangku kosong di dalam pesawat. “Beberapa pemain sampai main kartu di lantai pesawat yang kosong itu,” ungkap Ferry.

Masih ada lagi kegembiraan yang dihadirkan HB kepada anggota tim. Misalnya ketika ada pemain yang berulang tahun, HB selalu memberi hadiah-hadiah istimewa bernilai dan berharga tinggi yang di luar kewajaran.

“Pemain yang kelelahan sehabis bertanding sudah pasti dibawa ke spa untuk mendapat kebugaran fisiknya kembali,” kata Ferry.

Ada lagi kebiasaan yang dijalankan HB ketika tim akan bertanding. Dia selalu menjamu timnya untuk makan istimewa di restoran steak terkenal dan terenak di Jakarta.

“Kebiasaan makan bersama inilah yang sekarang hilang. Padahal, makan bersama  sangat bagus untuk membangun komunikasi dan kebersamaan tim,” kata Ferry.

Keistimewaan lain dari seorang HB dalam mengelola Persija adalah tegas dan piawai berkomunikasi, layaknya seorang ayah kepada anak-anaknya. Meskipun baru berkenalan, HB langsung bisa berkomunikasi secara pribadi dengan baik.

“Bapak Harianto Badjoeri juga orang yang tegas dalam menolak suap-menyuap untuk meraih kemenangan dalam pertandingan,” kata Ferry.

Bagi HB, menjalankan suap untuk meraih kemenangan adalah haram, karena merusak tatanan dan hanya menghadirkan kesenangan semu yang menipu. HB lebih suka menggunakan sumber daya keuangannya untuk diberikan kepada pemain sebagai bonus daripada digunakan untuk tindakan tidak terpuji yang mencederai moral dan hukum.

Meskipun HB jarang berkumpul dengan pemain karena kesibukannya sebagai pejabat teras di Pemerintah Provinsi DKI, ia masih menjalankan relasi yang intensif. Dia secara diam-diam sering memanggil pemain untuk diajak berdiskusi dan situasi tim.

“Apa sih yang menjadi kendala sehingga kok kalah? Apa yang kurang dari manajemen,” ungkap Ferry menirukan sebagian komunikasi HB dengan pemain.

Untuk hubungan personal, Ferry mengagumi HB sebagai seorang “ayah” bukan lagi atasannya. HB yang galak tapi juga baik hati kepada bawahannya. Kegalakan HB setelah diselami sebenarnya mirip galaknya ayah kepada anaknya. Kalau orang jawa bilang, “tego lorone ora tego patine” yang artinya: tega sakitnya tidak tega matinya. Segalak-galaknya ayah, dia tidak akan tega membunuh.

Sebagai orang baru di lingkungan HB, Ferry termasuk beruntung. Dia diberi mandat penuh oleh HB dalam beberapa kali negosiasi dengan pihak lain dalam merekrut pemain incaran Persija. Salah satu peristiwa yang dia akan ingat sepanjang masa adalah ketika HB menugaskan Ferry untuk mengajak pelatih tim nasional waktu itu Rahmad Darmawan dan beberapa pemain nasional salah seorang di antaranya kipper Andritany Ardhiyasa yang sedang pemusatan latihan di Solo, Jawa Tengah, untuk bergabung dengan Persija.

“Saya waktu itu diberi uang banyak untuk menjadi DP transfer pemain tim nasional,” kata Ferry.

Ketika kepercayaan yang begitu besar diberikan HB, ada satu hal yang membuat Ferry merasa bersalah. Dia merasa gagal ikut menjadikan Persija meraih prestasi puncak sebagai juara liga. Puncak prestasi Persija hanya peringkat 3 di bawah Persipura dan Arema Malang.

“Saya benar-benar bersalah dan mengaku pasrah jika diminta mundur oleh Bapak,” kata Ferry.

Tetapi HB tidak menyalahkan Ferry. HB justeru menyalahkan faktor lain yang membuat Persija gagal meraih juara. “Tenang saja Fer, kamu gak salah.”

Ferry yang dalam akhir ceritanya menangis mengenang kebaikan HB ini mengakui sulit untuk mencari pengganti figur yang oleh gubernur DKI waktu itu, Basuki Tjahaja Purnama dijuluki legendanya Satpol PP ini.

Di tangan HB, semua urusan yang sulit dan buntu menjadi mudah dan cair. Kemampuan HB dalam menjalin relasi dengan banyak kalangan memudahkan tim dalam mengelola klub. Mulai dari izin pertandingan, keuangan, kesejahteraan, sampai hubungan dengan suporter menjadi mudah karena seorang HB.

Ya, meskipun HB tidak lagi menangani Persija, karena kondisi kesehatannya yang tidak prima lagi, dia masih menjalin relasi dan komunikasi dengan pemain dan mantan pemainnya secara baik. Beberapa nama pemain seperti Bambang Pamungkas dan Leo Saputra dia sebut masih terbangun komunikasi intensif.

Inilah keluarga besar Persija, yang selalu merindukan kemunculan sosok manajer seperti seorang HB di kemudian hari.

Krista Riyanto

***

Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [29]: Orang Bersalah Dikasih Uang, Apalagi Orang Benar