Pemimpin Butuh Keberanian, antara Churchill dan Jokowi

Jokowi berani berdiri dan menegaskan korupsi Jiwasraya harus dituntaskan, bila ada orang Istana terlibat diusut, berani melakukan reformasi, program utama yang dikritik dia teruskan.

Senin, 3 Februari 2020 | 06:35 WIB
0
388
Pemimpin Butuh Keberanian, antara Churchill dan Jokowi
Winston Churchill (Foto: Facebook/Prayitno Ramelan)

Sir Winston Leonard Spencer-Churchill (30/11/1874 - 24/1/1965) adalah seorang politisi perwira militer, dan penulis dari Inggris. Churchill menjadi PM Inggris dari tahun 1940 hingga 1945, ketika dia menjadi PM, Inggris menang dalam Perang Dunia Kedua, dan sekali lagi dia terpilih menjadi PM tahun 1951 hingga 1955. Ada quote yang menarik dari Churchill:

“Courage is what it takes to stand up and speak; courage is also what it takes to sit down and listen.”

Menurut tokoh legendaris yang lengkap pengalamannya ini baik sebagai militer, politisi, pemimpin nasional sebuah negara, juga ternyata penulis, kunci suksesnya adalah keberanian.

Berani berdiri dan berbicara, tapi juga mau duduk dan mendengarkan masukan. Semua hanya demi satu hal yaitu pengambilan keputusan. Dua periode kepemimpinannya, periode pertama dia mampu memimpin Inggris saat perang melawan Jerman.

Nah, Pak Jokowi kini menjadi Presiden RI terpilih periode kedua. Saya melihat, Jokowi berani mengambil keputusan, menerima masukan. Bahkan menerima saran mengambil lawan politiknya yang keras dan menakutkan, Prabowo sebagai Menhan, salah satu menteri Triumvirat, tanpa takut dengan kisah kuda Troya.

Jokowi berani berdiri dan menegaskan korupsi Jiwasraya harus dituntaskan, bila ada orang Istana terlibat diusut, berani melakukan reformasi, program utama yang dikritik dia teruskan. Berani memilih beberapa menteri muda di posisi penting seperti Erick dan Nadiem.

Dia juga mengambil Mahfud MD sebagai sipil pertama menjadi Menko Polhukam, juga Fahrul Razi yang purn Jenderal menjadi Menteri Agama.

Itu hanya sebagian contoh kecil keberaniannya. Jokowi sedang menciptakan stabilitas keamanan dari mereka yang berfikir radikal. Keberanian Jokowi jelas ditopang satu kekuatan besar yaitu TNI. Intelijen AS saja mengatakan, bila terjadi turbulensi di sini, yang bisa menyelesaikan hanya TNI, karena itu, Panglima TNI harus loyalisnya yang tidak berpolitik.

Nah, melihat ada upaya menjelekkan, bahkan mau mendongkel Marsekal Hadi Tjahjanto dari jabatan Panglima, tidakkah terpikir si perencana bahwa Prabowo saja sebagai lawan beratnya yang kasar saat pilpres berani dia jadikan Menhan.

Lantas, apakah loyalisnya mau digeser hanya karena untuk memenuhi ambisi seseorang? Kini, terserah pembantunya yang main mata, mau loyal atau main politik picisan. Hak prerogatif ada di tangan presiden, kapan mau ganti menteri ya dia ganti, begitu saja kok repot.

Maaf ini sekedar merefer Alm Churchill, bahwa pak Jokowi itu asli Jawa, cara berpolitiknya khas tapi beraninya orang Jawa beda, tidak perlu berisik-berisik.

Ada quote lain, maaf bukan mengajari, "Miliki keberanian untuk mengatakan tidak. Miliki keberanian untuk menghadapi kenyataan. Lakukan hal yang benar karena itu benar. Ini adalah kunci untuk hidup dengan integritas." Maju terus Pak Presiden, proud of you. 

Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, pengamat intelijen

***