Harianto Badjoeri [31]: Ikut Mengantarkan Anak Sahabatnya Jadi Dokter

Begitu juga HB dalam menanamkan budi baik kepada orang lain bagaikan menanamkan sejarah hidup. Apapun dan dalam situasi apapun, jejaknya tidak bisa disangkal lagi.

Jumat, 22 November 2019 | 11:26 WIB
0
347
Harianto Badjoeri [31]: Ikut Mengantarkan Anak Sahabatnya Jadi Dokter
Lissa Mellisa Jessy Rotua Lumbanraja (Foto: Dok. pribadi)

Komitmen Harianto Badjoeri yang akrab disapa HB terhadap pendidikan tidak bisa diremehkan. Meskipun hanya seorang birokrat dan bukan konglomerat, minat HB dalam menjadikan generasi muda yang cerdas bukan isapan jempol.

Salah seorang anak asuhnya yang juga anak sahabatnya adalah buktinya. Namanya Lissa Melissa Jesssy Rotua Lumbanraja (35 tahun). Dia adalah dokter estetika yang berpraktik di kawasan Jakarta Timur.

Perempuan beranak dua ini mengaku secara terus terang bahwa HB adalah ayah asuhnya. HB ikut berperan dalam memberikan perhatian kepada perkembangan pendidikannya sampai dia menjadi seorang dokter.

“Saya melihat Bapak Harianto ini tulus dalam membantu semua orang. Tidak terlihat bahwa bantuan atau pemberiannya itu untuk pamer atau sok-sokan,” kata Lissa, panggilan akrabnya.

Perbedaan orang yang memberi atau membantu untuk pamer atau sok-sokan dengan tulus bisa dilihat dari komitmen dan konsistensinya. Orang yang berlaku pamer atau sok-sokan biasanya berlaku hanya untuk dapat pujian dan sekali tempo saja, sedangkan orang yang tulus disertai komitmen dan tujuan. Orang yang memberi dengan tulus tidak akan pernah berhenti memberi bila tujuan yang dia inginkan belum sampai.

Dan, yang paling penting, orang pamer itu selalu berharap imbalan atau pamrih, sedangkan orang tulus adalah mencari kebahagiaan batin.

Lissa mengenal HB sewaktu dia duduk di bangku sekolah menengah atas. Waktu itu, dia sering datang ke kantor ayahnya yang menjadi bawahan dari HB di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ketika bermain di kantor ayahnya, Lissa sering diberi uang saku oleh HB. Dia juga selalu dikasih pesan oleh HB agar belajar dengan baik sampai cita-citanya menjadi dokter terwujud.

Relasi antara HB dan ayah Lissa semakin hari semakin baik laksana saudara. Tidak terlihat lagi HB yang orang Jawa dan ayah Lissa yang orang Batak. Relasi baik dua keluarga itu semakin terasa hangat ketika Lebaran tiba.

HB yang asli Blitar, Jawa Timur, biasanya pulang ke kampung halamannya. Sedangkan keluarga Lissa yang beragama Kristen diajak oleh HB berlebaran di Blitar. Mereka berombongan menggunakan mobil berangkat dari Jakarta ke Blitar.

“Selama di kampungnya Pak Harianto, saya merasa seperti di kampung sendiri,” kata Lissa.

Dalam hari-hari selanjutnya, perhatian HB kepada pendidikannya tidak berubah. HB sering mengalirkan bantuan uang kepadanya melalui ayahnya. “Ayah saya selalu bilang dikasih uang oleh Pak Harianto untuk biaya pendidikannya,” kata Lissa.

Malah ada juga kejadian yang mana terjadi pada hari Minggu. Waktu itu, Lissa sekeluarga sedang pergi ke gereja untuk beribadah. Tidak tahunya, HB datang ke rumah Lissa. Tentu saja rumahnya dalam keadaan kosong, hanya ada pembantu rumah tangga.

Pada waktu itu, HB menitipkan uang kepada si pembantu untuk biaya pendidikan Lissa. “Saya sampai terharu dibuatnya,” kata Lissa.

Selain Lissa yang diperhatikan pendidikannya oleh HB, ayahnya juga mendapat perhatian yang tidak kalah besarnya dari seorang HB. Selain jaminan di tempatnya bekerja, ayah Lissa juga pernah mendapat bantuan pengobatan yang luar biasa dari tangan HB.

Ceritanya, ayah Lissa yang tengah berdinas terkena serangan stroke berat. Sampai kemudian ayah Lissa menjalani perawatan intensif di rumah sakit Cikini dan Metropolitan Medical Centre (MMC) Jakarta. Selama menjalani perawatan, HB melalui utusannya setiap hari mengirimkan uang untuk membantu biaya pengobatan ayahnya.

Hingga kemudian ayahnya bisa selamat dan pulih kembali bekerja sampai hari pensiunnya sebagai pegawai negeri tiba. “Puji Tuhan,” kata Lissa.

Perhatian HB yang demikian besar kepada keluarga Lissa sulit untuk dibalas. Budi baik seseorang memang tidak bisa dibalas secaa lunas, karena hal itu bukanlah utang. Budi baik akan menjadi sejarah yang tidak bisa dihapus jejaknya, sedangkan utang bisa terhapus bila si pengutang membayarnya. Hubungan yang terbangun dalam budi baik adalah emosional moril yang tidak kasat, sedangkan utang piutang adalah materiil yang mudah diukur harganya.

Begitu juga HB dalam menanamkan budi baik kepada orang lain bagaikan menanamkan sejarah hidup. Apapun dan dalam situasi apapun, jejaknya tidak bisa disangkal lagi. 

Krista Riyanto

***

Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [30]: Persija Makmur Sejahtera di Tangannya